Sabtu, 22 Agustus 2009

PENANGKAPAN AKTIVIS DAKWAH MUSLIM MELANGGAR HAM DALAM BERAGAMA POLRI HARUS PROFESIONAL MENGUSUT KEJAHATAN TERORISME

TIM ADVOKASI UMAT ISLAM (TAUI)

Se-iring salah sasaran penangkapan 17 orang anggota/aktivis pedakwah Jamaah Tabligh oleh Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah. Padahal pendakwah tersebut dikenal tidak berpolitik dan tidak mengenal politik. Untuk itu polisi sudah jelas salah sasaran dalam penangkapan pada ke 17 orang tersebut. Mereka memang mengenakan gamis/berjubah, bersorban dan rata-rata berjenggot sebagai sunnah nabi, tentunya mereka tidak bisa diartikan memiliki aliran radikal teroris.

Seharusnya kepolisian lebih selektif dalam menangkap mereka dan memiliki dasar yang akurat sesuai prosedur Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perpu 1/2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Kami atas nama Tim Advokasi Umat Islam (TAUI) meminta Kepada Kepolisian untuk tidak menyamaratakan mereka yang berjenggot, bercadar dan berjubah. Apalagi dalam misi berdakwah mereka dianggap tergolong dengan teroris.

Tentunya ini salah kaprah jika pihak aparat Polda Jawa Tengah melakukan penahanan 17 Jama’ah Tabligh berkewarganegaraan Fhilipina pada saat melakukan khuruj atau berdakwah dari masjid ke masjid. Diantaranya yang ditangkap 9 orang ditangkap di Purbalingga Jum’at 14 Agustus 209 dan 8 orang ditangkap di Solo 18 Agustus 2009. Bahkan Prof. DR. Din Syamsudin, MA Ketua Umum PP Muhammadiyah dan KH. Ma’ruf Amin dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) sempat ikut mengecam tindakan kepolisian yang berlebihan terhadap 17 pedakwah Jemaah Tabligh pada tanggal 19 Agustus 2009 kemarin.

Alasan menurut Kapolda Jawa Tengah Irjen. Alex Bambang Riatmojo mengatakan mereka ditahan karena menyalahi ijin visa. Kami menilai apapun alasannya jika tidak kuat akan berpotensi melanggar hak orang dalam menjalankan ibadah dan perintah agamanya. Artinya kepolisian jangan asal comot terhadap siapapun jika tidak didukung olrh data yang jelas dan akurat.

Hal ini tidak sesuai dengan pidato presiden SBY di markas Komando Kopassus Cijantung Jakarta Timur bahwa mengingatkan semua pihak yang menjalankan tugas menghadapi terorisme untuk berpedoman pada hukum, transparan, akuntabel bisa dipertanggungjawabkan dan tidak melanggar HAM. Kejadian ini tidak boleh terjadi lagi seperti, misalnya kasus petrus (penembakan misterius), kasus penculikan aktivis, kasus tewasnya Munir aktivis KontraS yang keluar dari aturan dan UU HAM. SBY mengatakan tegas dan jelas tapi jangan melawan dan melanggar UUD serta UU.
Jika semua penegak hukum bekerja sesuai UU dalam perang melawan terorisme, tak akan ada nada pelanggaran HAM. Sebenarnya akar terorisme selain kemiskinan keterbelakangan dan kebodohan salah penafsiran ajaran agama. Radikalisme dan ekstremisme dan salah penafsiran ajaran agama bisa saja terjadi. Untuk itulah perlu bimbingan dari pemuka agama, tokoh masyarakatdan orang tua untuk meluruskan.
Jika polisi dan penegak hukum memahami teks pidato SBY tersebut maka Insyah Allah lebih berhati-hati sehingga tidak menjeneralisasi mereka yang berjenggot, berjubah, bercadar, terlebih para pedakwah terstigma seolah-olah adalah mereka adalah terorisme. Tentunya Polisi harus profesional dan proposional dalam menyikapi soal terorisme apalagi sekarang Islam selalu dikait-kaitkan dalam radikal gerakan terorisme. Kita juga salut atas kinerja kepolisian dalam membongkar jaringan teroris. Diharapkan polisi juga tidak ragu-ragu dalam menangkap gembong teroris jika ada bukti-bukti yang kuat termasuk terlibatnya orang asing dalam gerakan teroeisme di Indonesia.

Menyikapi hal tersebut di atas kami menyerukan :

1.Mengecam tindakan aparat kepolisian yang menangkap sembarangan dan asal tuduh terhadap pedakwah 17 orang dari jamaah tabligh.
2.Mendesak kepada aparat kepolisian dan pemerintah untuk membebasakan secara hukum kepada aktivis/pedakwah muslim di Indonesia karena bisa melanggar HAM seseorang menjalankan ibadahnya.
3.Mendesak kepolisian dan aparat hukum untuk melakukan perang melawan terorisme dengan profesional dan proposional tanpa seenaknya menangkapi aktivis-aktivis Islam.
4.menyiapkan advokasi hukum kepada aktivis/pedakwah dan korban salah tangkap untuk diperjuangkan hak-haknya.
5.menyerukan kepada masyarakat untuk tidak terpengaruh atas stigma Islam adalah terorisme, karena agama Islam adalah agama yang Rahmatan Lil Al-amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 22 Agustus 2009
TIM ADVOKASI UMAT ISLAM (TAUI)

Koordinator
AZAM KHAN, SH

Sekretaris
SYAFRUDIN BUDIMAN, SIP

Senin, 10 Agustus 2009

Polres Selidiki Proyek PLTS


Radar Madura
Jum'at, 07 Agustus 2009

SUMENEP - Para penegak hukum kini sangat tanggap dalam menangani pengaduan masyarakat. Terutama, kasus dugaan korupsi. Polres, misalnya, langsung bertindak begitu menerima pengaduan terkait dugaan penyimpangan proyek PLTS (pembangkit listrik tenaga surya).

Kapolres Sumenep AKBP Umar Effendi melalui Kasatreskrim AKP Mualimin mengatakan, pihaknya memang dituntut bekerja cepat untuk pengungkapan kasus. Termasuk, ketika pihaknya menerima pengaduan masyarakat terkait dugaan penyimpangan PLTS. Meski pengaduan tidak selalu benar, pihaknya tetap berupaya menyelidikinya sampai tuntas.

"Walaupun pengaduan masyarakat itu belum resmi, tapi kami tetap harus bertindak. Sesuai prosedur, kami harus penyelidikan," katanya kemarin siang.

Atas dasar itulah, sambung perwira kelahiran Nusa Tenggara Barat ini, pihaknya dalam waktu dekat akan mengumpulkan data dan keterangan dari para pihak terkait. Polres juga akan menerjunkan tim agar penyelidikan yang akan dilakukan berjalan intensif.

Sementara ini, kata dia, pihaknya sebatas menerima informasi awal. Yakni, proyek PLTS ditengarai banyak tidak tepat sasaran dan dugaan pungutan dalam realisasi proyek tersebut.

Seperti diketahui, berdasarkan pengungkapan LSM Andalan, Pemantau Kebijakan Publik Sumenep, proyek PLTS ditengarai tidak tepat sasaran. Misalnya, pengalokasian proyek di lapangan ditengarai penuh rekayasa. Selain tidak terbuka, ada beberapa daerah yang selama ini sudah dikenal memiliki jaringan listrik.

Hal lain yang ditemukan LSM Andalan terkait dugaan pungutan terhadap pengalokasian proyek tersebut. Laporan yang diterima, di lapangan ada pungutan Rp 2,5 juta kepada penerimanya. Padahal, proyek itu harus diterima di tempat penerima, tanpa biaya apa pun.

Untuk diketahui, masing - masing unit PLTS harganya diperkirakan Rp 10 juta. Dengan asumsi ada 125 di Sumenep, maka total anggaran yang tersedot mencapai Rp 1,2 miliar. Proyek PLTS tersebar di beberapa tempat. Rinciannya, Pulau Giliyang, Kecamatan Dungkek (40 unit), Kepulauan Giliyang untuk Desa Banraas dan Baan Camara (30 unit), Kepulauan Gili Genting untuk Desa Lombang dan Ban Baru (20 unit), Kepulaan Sapudi untuk Desa Sukarame dan Desa Paseser (20 unit).

Sedangkan untuk Kecamatan Dungkek dialokasikan 15 unit. Semuanya diperuntukkan Desa Romben Barat sebanyak 15 unit.

Mualimin menegaskan, data yang diterimanya juga belum lengkap. Itu sebabnya, tim yang akan segera ditunjuk berupaya mencari data yang lengkap. "Kalau data memang masih awal, tapi sudah cukup untuk penyelidikan," paparnya.

Dihubungi terpisah Ketua LSM Andalan Syafrudin B. kepada koran ini mengatakan, dari data yang diketahuinya, ada indikasi keterlibatan kader parpol dalam kasus tersebut. Hal itu diketahui dari pendistribusian PLTS yang dilakukan tanpa koordinasi dengan pihak di daerah.

Sedangkan PLTS sendiri merupakan proyek dari APBN 2008 dari alokasi dana tambahan. Hal ini juga sesuai dengan keterangan dari Kepala Kantor ESDM Sumenep M. Fadilah sebelumnya. Menurut Fadilah, proyek PLTS merupakan proyek APBN dari dana tambahan (PAK). Secara teknis, dari pusat langsung ditangani provinsi. Dari provinsi langsung kepada orang yang ditunjuk. (zid/mat)

PLTS Banyak Tak Tepat Sasaran LSM Andalan: Proyek Sarat Kepentingan


Radar Madura - Jawa Pos
Rabu, 05 Agustus 2009

SUMENEP-Pemerintah punya keinginan besar agar seluruh masyarakat menikmati aliran listrik. Tapi, jaringan listrik yang ada terbatas. Sehingga, pemerintah membantu sebagian wilayah dengan proyek PLTS (pembangkit listrik tenaga surya). LSM Andalan, Pemantau Kebijakan Publik, Sumenep menengarai terjadi penyimpangan dari proyek tersebut.

PLTS adalah proyek APBN tahun anggaran 2008 yang dikelola Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) RI. Khusus di Jawa Timur, secara teknis pelaksanaan dikoordinasi dinas ESDM provinsi.

Nah, di Madura hanya Sumenep yang memeroleh proyek PLTS. Berdasarkan copy data risalah pengiriman proyek PLTS Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur, ada 125 unit yang dialokasikan untuk Sumenep.

Rinciannya, Pulau Giliyang, Kecamatan Dungkek (40 unit), Kepulauan Giliyang untuk Desa Ban Raas dan Ban Camara (30 unit). Lalu, Kepulauan Gili Genting untuk Desa Lombang dan Ban Baru (20 unit), Kepulauan Sapudi untuk Desa Sukarame dan Desa Paseser (20 unit). Sedangkan untuk Kecamatan Dungkek dialokasikan 15 unit, semuanya di Desa Romben Barat.

Namun, hasil investigasi dari LSM Andalan, Pemantau Kebijakan Publik, Sumenep proyek PLTS ditengarai banyak tidak tepat sasaran. Sebagian besar pengalokasian proyek sarat kepentingan.

"Sehingga, penerimanya adalah orang-orang yang ditengarai harus mengikuti kepentingan kelompok yang mengusahakan proyek PLTS itu. Memang bermotif politik," ujar Ketua LSM Andalan, Pemantau Kebijakan Publik di Sumenep, Syafrudin B. kemarin.

Dijelaskan, ada beberapa indikasi dugaan penyimpangan proyek PLTS. Soal pengalokasian di lapangan, misalnya, penuh rekayasa. Selain tidak terbuka, beberapa daerah yang kedapatan proyek selama ini sudah dikenal memiliki jaringan listrik.

Syafrudin mengungkapkan, alokasi proyek PLTS untuk Pulau Giliyang (40 unit), tidak ada rincian lokasi penerimanya dan dobel pengalokasian. Dasarnya, kata dia, selain tertera untuk Pulau Giliyang sebanyak 40 unit, masih ada alokasi untuk Kepulauan Giliyang 30 unit, yakni untuk Desa Ban Raas 15 unit dan Desa Ban Camara 15 unit.

"Mana mungkin ada Giliyang dua daerah. Selain itu, Pulau Giliyang itu yang di dalamnya ada Desa Banraas dan Ban Camara kok masih ada pengalokasian lainnya sebanyak 40 unit. Di sana hanya tertera Pulau Giliyang, tapi tidak jelas untuk desa apa," paparnya.

Syafrudin khawatir alokasi proyek PLTS untuk Pulau Giliyang fiktif. Terutama, alokasi yang berjumlah 40 unit, karena ada keterangan desa penerimanya.

Selain itu, menurut Syafrudin, ada indikasi proyek tidak tepat sasaran. Misalnya, untuk alokasi Desa Romben Barat, Kecamatan Dungkek. "Kita ketahui, untuk wilayah daratan semuanya sudah terjangkau aliran listrik. Tapi mengapa masih ada PLTS?" katanya.

Masalah lain yang ditemukan LSM Andalan, dugaan pungutan terhadap pengalokasian proyek PLTS. "Laporan yang kami terima, di lapangan ada pungutan Rp 2,5 juta kepada penerimanya. Padahal, proyek itu harus diterima di tempat penerima, tanpa biaya apa pun," tandasnya.

Untuk diketahui, tiap unit PLTS harganya diperkirakan Rp 10 juta. Dengan asumsi ada 125 alokasi di Sumenep, maka total anggaran yang tersedot Rp 1,2 miliar.

Sementara itu, Kepala Kantor ESDM Sumenep M. Fadilah saat dikonfirmasi mengaku tidak tahu-menahu terkait proyek PLTS tersebut. Dalihnya, selama ini tidak pernah ada proyek PLTS melalui kantornya. "Saya memang mendengar mengenai PLTS itu. Namun, teknisnya tidak melalui ESDM," katanya.

Menurut sepengetahuan dia, PLTS merupakan proyek APBN dari dana tambahan (PAK). Secara teknis, dari pusat langsung ditangani provinsi. "Dari provinsi langsung kepada orang yang ditunjuk," katanya.

Jadi, tegas Fadilah, pihaknya tidak bertanggung jawab terhadap proyek tersebut. "Kami tidak terkait sama sekali," tandasnya. (zid/mat)

Selasa, 04 Agustus 2009

APNP Sumenep Munculkan Delapan Nama Bacabup


Beranda | Kesra
Selasa, 28 Jul 2009 19:11:29

Sumenep - Aliansi Partai Politik Nonparlemen (APNP) di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, memunculkan delapan nama yang layak maju sebagai bakal calon bupati (bacabup) dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) setempat pada tahun 2010.

"Kami sudah bertemu beberapa kali untuk membahas pelaksanaan Pilkada Sumenep 2010. Hasilnya, untuk sementara ini terdapat delapan figur yang kami nilai layak sebagai bacabup," kata Koordinator APNP Sumenep, Syafrudin Budiman, Selasa.

Mereka memilih Asasi Hasan (Sekretaris Corporate Social Rensponsibility Bank BNI 1946 Pusat) sebagai bakal calon bupati setempat, di samping Ahsanul Qosasi (calon anggota DPR RI terpilih produk Pemilu 2009), A. Sukardi (Asisten IV Sekretariat Provinsi Jawa Timur), A. Iskandar (calon anggota DPRD Provinsi Jatim terpilih hasil Pemilu 2009), Abuya Busyro Karim (Ketua DPRD Sumenep), Said Abdullah (anggota DPR RI), K.H. Ilyasi Siraj (anggota DPR RI), Mochammad Dahlan (Wakil Bupati Sumenep), dan Mujahid Ansori (anggota DPRD Jatim).


Syafrudin juga menjelaskan, hingga sekarang pihaknya belum melakukan komunikasi politik secara langsung dengan delapan nama yang dinilainya layak sebagai bacabup tersebut.

"Kami baru melakukan proses penjaringan, dan untuk sementara ini memang baru ada delapan figur. Untuk ke depan, bisa saja figur yang layak menjadi bacabup bertambah. Masih ada waktu sekitar enam bulan untuk melakukan penjaringan," katanya.

Secara kelembagaan, APNP Sumenep ingin mengusung kandidat sendiri dalam Pilkada Sumenep 2010.

"Dalam penilaian kami, semakin banyak kandidat akan membuat proses demokrasi lima tahunan di Sumenep lebih dinamis, dan warga setempat lebih banyak punya pilihan. Kami tidak ingin tergesa-gesa mengerucutkan nama yang akan kami usung pada pilkada," ujarnya.

Syafrudin menjelaskan, pelaksanaan Pilkada Sumenep 2010 diperkirakan pada pertengahan tahun karena Pilkada 2005 digelar pada bulan Juni.

Antara - Slamet Hidayat

http://www.antarajatim.com/lihat/berita/14511/APNP_Sumenep_Munculkan_Delapan_Nama_Bacabup