Minggu, 29 November 2009

APBD Sumenep Turun Rp 62 Miliar, Pemkab Harus Lebih Efisien


Minggu, 29 November

Sumenep - Tahun anggaran 2010 mendatang semua jajaran pemerintahan harus lebih efisien dalam pengelolaan anggaran. Pasalnya, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Sumenep 2010 dipastikan mengalami penurunan dibandingkan 2009.

Dalam draf yang masuk di DPRD Sumenep, dana yang diajukan APBD 2010 sebesar Rp 905 miliar. Sementara, pada periode anggaran 2009 lalu, APBD mencapai Rp 967 miliar. Praktis, kekuatan yang dimiliki akan mengalami penurunan Rp 62 miliar.

Anggota Panitia Anggaran DPRD Sumenep, Nur Asur, menjelaskan, faktor turunnya APBD Sumenep diakibatkan oleh pendapatan asli daerah (PAD) yang makin mengecil. "Jadi, sangat berpengaruh pada APBD. PAD mengalami penurunan sampai ratusan miliar," katanya, Minggu (29/11/2009).

Dikatakan, adanya penurunan APBD pada 2010 nanti, bisa mengakibatkan pengerucutan beberapa pos anggaran. Sehingga, dikhawatirkan berdampak kurang maksimalnya pembangunan.

"Jika melihat draf yang diajukan tim anggaran, ada beberapa penyebab menurunnya APBD 2010. Yakni, pendapatan daerah. Pada 2009, pendapatan daerah mencapai Rp 788 miliar. Sementara, 2010 hanya naik Rp 815 miliar," ungkapnya.

Dia merinci, pendapatan daerah yang ada di Sumenep terdiri dari pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, pendapatan asli daerah yang sah dan retribusi.

"Dari beberapa pendapatan yang ada, terbesar tetap dari pajak yang mencapai 60 persen. Kalau dari dana bagi hasil migas malah tiap tahun turun. Sebelumnya menghasilkan Rp 5 miliar, tahun ini turun dan hanya menghasilkan Rp 2 miliar. Seperti dana comunity development dari PT Kangean Energi Indonesia (KEI)," terangnya.

Untuk itulah, politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjanji akan melakukan pengawasan terhadap eksekutif. "Pokoknya, jangan terlalu boros. Ya mulai saat ini harus bisa melakukan efisiensi," pungkasnya.[san/ted]

http://beritajatim.com/detailnews.php/6/Politik_&_Pemerintahan/2009-11-29/50490/APBD_Sumenep_Turun_Rp_62_Miliar,_Pemkab_Harus_Lebih_Efisien

Rabu, 11 November 2009

"Paska Musdalub Partai Demokrat Jatim; Rebutan Sekretaris Melebihi Pemilihan Ketua"


Oleh : Syafrudin Budiman, SIP
Pemerhati Sosial Politik dan Media

Rekan se-angkatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Akademi Militer 1973 Brigjen (Purn) Ibnu Hadjar akhirnya ditetapkan menjadi ketua definitif. Mantan Plt Ketua DPD Partai Demokrat (PD) Jawa Timur ini terpilih melalui mekanisme pemilihan aklamasi pada Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) PD Jatim. Acara yang dibuat mendadak ini diikuti 38 DPC se-Jatim pada Minggu (1/11/2009) di Hotel Bumi Surabaya.

Ibnu Hadjar dianggap mampu menggantikan mantan ketua yang lama Imam Sunardhi. Setelah sebelumnya dicopot di tengah jalan oleh DPP PD. Ketua DPRD Jatim tersebut dicopot karena alasan tidak jelas. Salah satunya karena merangkap jabatan atau dianggap gagal dalam memenuhi target pada Pilpres 2009 lalu.

"Ketua DPD Partai Demokrat Jatim sekarang sudah menjadi Ketua DPRD Jatim. Tidak bisa dobel karena tidak mungkin konsentrasi dalam menjalankan organisasi partai. Wong siji jabatan ae megap-megap, opo maneh dua jabatan," kata Ketua Umum DPP Partai Demokrat Hadi Utomo. (beritajatim.com, 01 Nop 09).

Setelah ditetapkan sebagai Ketua Difinitif DPD PD Jatim, Ibnu Hadjar harus mampu mengelola warisan partai spektakuler ini. Tak bisa diingkari siapapun, PD adalah pemenang sejati Pemilihan Legeslatif (Pileg) 2009. Dengan 22 kursi DPRD Jatim dan 21 kursi di DPR-RI inilah, PD dianggap sebagai kekuatan politik yang cukup disegani.

Mampukah Ketua yang baru mengelola amanah kekuasaannya dengan baik atau malah bisa memperburuk citra partai kedepan? Mengingat partai bergambar segitiga mercy ini tidak lagi mengedepankan branding figur Presiden Susilo Bambang Yudhono sebagai kekuatan utama. Tetapi harus menjadi partai modern yang mengedepankan kaderisasi dan manajemen organisasi secara professional. Jika tidak nasibnya akan seperti PDI Perjuangan, dari berhasil mendaki gunung tinggi, langsung jatuh ke bukit yang lebih rendah.

Partai Demokrat Jatim terbukti mampu menunjukkan kekuatannya dengan menempatkan Imam Sunardhi sebagai Ketua DPRD Jatim. Bahkan dua jabatan Ketua Komisi DPRD Jatim mampu diraih. Selain itu PD juga menerima amanah satu jabatan Wakil Ketua Komisi dan satu jabatan sebagai Sekretaris Komisi di DPRD Jatim.

Sungguh sebuah bargaining yang cukup kuat sebagai kekuatan mayoritas di DPRD Jatim. Mengingat PD juga didukung partai koalisi pendukung SBY-Boediono di parlemen. Apalagi sebelumnya PD mampu menghantarkan Soekarwo-Saifullah Yusuf sebagai Gubenur dan Wakil Gubenur Jatim. Keduanya didukung penuh oleh PD dengan berkoalisi dengan PAN pada Pemilihan Gubenur 2008.

Pada Musdalub kali ada hal lain menarik yang melebihi pemilihan Ketua DPD PD Jatim. Dimana terjadi perebutan dan persaingan kuat di jabatan Sekretaris DPD PD Jatim. Posisi jabatan sekretaris dan kepengurusan lainnya diamanahkan kepada ketua formatur Ibnu Hadjar Ketua DPD Jatim dan sepuluh anggota formatur lainnya.

Ketua terpilih sekaligus menjadi pimpinan formatur untuk memimpin rapat penentuan posisi sekretaris dan kepengurusan. Namun berdasarkan hasil keputusan Musdalub, sampai saat ini belum satupun menghasilkan keputusan final komposisi kepengurusan. Padahal formatur hanya diamanahkan dua minggu untuk menentukan posisi sekretaris dan kepengurusan lainnya.

Selanjutnya anggota formatur terdiri dari tiga unsur, diantarnya DPP, DPD dan DPC. Unsur DPP terdiri dari Anton SW, Anas Urbaningrum dan Adjie Masaid. Selanjutnya unsur DPD demisioner adalah Muzayyin. Sedangkan untuk unsur DPC adalah Haryono Abdul Bari Ketua DPC PD Sampang, Wisnu Wardhana Ketua DPC PD Surabaya, Samwil Ketua DPC PD Gresik, Yudi Prahoro Ketua DPC PD Kediri, RM Boedi Ketua DPC PD Mojokerto, dan Teguh Ketua DPC PD Magetan.

Berdasarkan suara aspirasi di bawah yakni DPC-DPC PD di Jatim lebih menginginkan sosok sekretaris yang lebih bisa mengayomi dan menjembatani setiap kepentingan DPC dengan DPP. Ini menjadi pilihan argumentasi utama dalam rangka membesarkan partai dan mempertahankan kemenangan PD Jawa Timur pada Pileg 2014 yang akan datang.

Sementara itu kepada media, Ketua DPC Partai demokrat Kabupaten Mojokerto yang juga ditunjuk sebagai formatur mengatakan, hingga saat ini formatur masih menunggu usulan dari ketua-ketua DPC. Dia berharap, ketua terpilih segera mengumpulkan seluruh ketua DPC agar segera menentukan calon sekretaris yang akan diusulkan.

Pria berkacamatan tebal itu menambahkan, calon sekretaris DPD Partai demokrat Jatim hendaknya berasal dari pengurus DPD dan DPC, sehingga bisa lebih memahami partai. Selain itu, dia juga berharap agar masuk orang-orang lama yang telah berjasa membesarkan partai.“Unsur perempuan juga tidak boleh dilupakan. Dari nama-nama yang diusulkan nanti, sebaiknya juga ada perempuannya,” tukas RM Budhi. (Surya, 4 Nop 09)

Dalam sejarah parpol besar di Jatim belum pernah terjadi perebutan sekretaris partai seketat ini. Mengingat perebutan selalu tegang di posisi ketua parpol. Jika ketua sudah terpilih, maka sekretaris ditentukan oleh kesepakatan bersama dengan ketua. Sehingga dalam perjalanannya ketua parpol seiring sejalan dengan sekretaris parpol. Sangat berbeda di PD Jatim, karena seorang ketua parpol dalam pilihannya lebih didominisasi DPP. Sebagai partai yang baru berproses dalam kekuasaan hal ini menjadi wajar. Tinggal mekanisme dan penataan partai saja kedepan.

Khusus untuk menentukan jabatan Sekretaris DPD PD Jatim para formatur wajib melihat latar belakang pendidikan, pengalaman dan memiliki program kerja yang jelas. Sosok figur sekretaris harus bisa bekerja sama dengan ketua terpilih, pengurus PD Jatim maupun DPC se-Jatim. Selain itu sekretaris harus menjadi orang kedua yang istimewa saat melakukan pekerjaan manajerial dan rahasia partai.

Tentunya pribadinya wajib dihindari nilai subjektif dan kepentingan jabatan. Baik kepentingan politik Pilkada maupun jabatan lainya. Jika tidak kepentingan pribadi akan lebih utama daripada kepentingan partai. Jabatan sekretaris sungguh strategis dalam memainkan dinamisasi partai ketika dalam kondisi konflik internal maupun eksternal.

Mampukah formatur mampu melaksanakan waktu tugas yang tersisa dalam menyusun posisi jabatan sekretaris dan kepengurusan lainnya. Saat ini telah beredar persaingan ketat merebut posisi Sekretaris DPD PD Jatim. Ini terjadi pada dua orang antara Fandi Utomo dan Hartoyo Sedangkan calon sekretaris lainnya, merupakan calon yang muncul dari kalangan DPC PD di Jatim.

Fandi Utomo adalah mantan Ketua Tim Sukses SBY-JK pada Pilpres 2004 lalu. Dalam perebutan kursi Sekretaris PD Jatim, Fandi Utomo selalu dihubung-hubungkan dengan pencalonannya sebagai Calon Walikota Surabaya 2010. Jalan ini dianggap merupakan langkah mulus Fandi Utomo untuk meraih rekomendasi DPP PD pada Pilwali nantinya. Selain itu juga ia dianggap kader baru di PD. Mengingat dirinya tidak pernah menjadi pengurus baik di DPC maupun DPD Jatim.

Hartoyo adalah mantan Plt Sekretaris DPD PD Jatim saat menggatikan kepengurusan Imam Sunardhi. Bersama Ibnu Hadjar Ketua Plt DPD PD Jatim dirinya ditunjuk oleh DPP PD untuk melakukan perubahan pengurus lewat Musdalub. Hartoyo dianggap sebagai kader lama di DPD. Ia berkarir di PD sebelum jaman Abdul Hamid mantan sebagai Ketua DPD PD Jatim. Hartoyo juga dekat dengan kaum muda dan dianggap sebagai kader yang ikut membesarkan partai.

Siapakah yang akan terpilih menjadi Sekretaris DPD PD Jatim nantinya? Apakah Fandi Utomo atau Hartoyo. Bahkan kader lainnya yang dianggap mumpuni. Hanya waktu yang tersisa yang bisa menjawabnya. Kira-kira seperti apakah komposisi pengurus yang akan terbentuk? Hasil keputusan ini nantinya akan dijadikan potret tentang kesungguhan PD Jatim menuju Pileg 2014. Semoga terpilih kader mumpuni dan bisa dihandalkan. Amin. (*)

Selasa, 03 November 2009

Tanpa Bambang DH, PDIP Surabaya Kurang Menggigit


Oleh : Syafrudin Budiman, SIP
Pemerhati Sosial Politik dan Media

Walikota Surabaya Drs. Bambang Dwi Hartono, MPd (BDH) adalah orang nomor satu paling dikenal di Kota Surabaya. Dirinya terpilih menjadi sosok Walikota Surabaya sejak 2002 setelah menggantikan Almarhum H. Sunarto Sumoprawiro. Pada periode berikutnya ia terpilih kembali bersama Arif Afandi yang menjadi Wakil Walikota Surabaya. Masa jabatan keduanya akan berakhir sampai 2010 sejak dilantik menjadi Walikota Surabaya 2005 lalu.

Sebelumnya Bambang DH sempat terpilih menjadi Wakil Walikota Surabaya, mendampingi almarhum H.Sunarto Sumoprawiro Walikota Surabaya. Sebagai kader terbaik PDIP Surabaya, akhirnya ia dilantik menjadi Walikota Surabaya menggantikan almarhum Cak Narto yang berhalangan tetap saat pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Bambang DH sebagai politisi lahir dari kalangan pergerakan reformasi di masa tumbangnya rejim otoriter Soeharto. Dirinya aktif sebagai aktifis pro-demokrasi dengan nama organisasi Posko Perjuangan Reformasi Total (PRRT) di Pandegiling Surabaya. Bersama Basuki, (Alm) Isman, AH Thony, Nanang Budi, Armudji dan aktifis PPRT lainnya sering melakukan demontrasi mendukung perjuangan Megawati Soekarno Putri.

Pasca reformasi konstalasi politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Surabaya berubah dengan cepat. Setelah pemilu 1999 PDIP Surabaya segera menggelar Musyawarah Cabang. Dimana terpilih Sutikno sebagai Ketua dan Bambang DH sebagai sekretaris DPC PDIP Surabaya. Selanjutnya dalam penjaringan internal Pilwali Surabaya, Sutikno ditetapkan sebagai Cawali Surabaya. Mantan tahanan LP Kalisosok ini ditetapkan sebagai Cawali berpasangan dengan Slamet Hariyanto Ketua DPD PAN Surabaya sebagai Cawawali.

Pasangan ini akhirnya gagal dan didiskualifikasi sebagai kandidat. Sutikno terbukti tidak memenuhi persyaratan Undang-Undang. Ketua PDIP Surabaya ini akhirnya gugur dalam pencalonan, karena pernah menjalani hukuman dengan ancaman penjara lebih lima tahun. Sejak kejadian inilah peluang dan karir politik Bambang DH meroket dengan cepat.

Ditambah dukungan kuat dari Presiden Megawati Soekarno Putri dan Ir Sutjipto Soejono Sekjen PDIP waktu itu. Bambang DH menjadi lebih percaya diri dalam menjalankan roda pemerintahannya. Apalagi saat itu PDIP Surabaya memiliki 22 kursi mayoritas. Sehingga dengan mulus di bawah nahkodanya, ia mampu menyelesaikan, setiap kebijakan dengan positif. Baik dalam melakukan efesiensi dan efektifitas pemerintahan.

Bambang DH bermodal basis akademi dan mantan dosen Undip Semarang dirinya mampu menjalankan roda pemerintahan dengan baik. Ia dianggap aktor utama atau satu-satunya yang berperan dalam keberhasilan pembangunan Surabaya. Mulai program penghijauan taman kota, pavingisasi, pengangkatan PNS sampai penanganan masalah banjir. Semuanya mampu diatasi dan ini merupakan nilai positif bagi Bambang DH saat menata pembangunan Surabaya.

Menjelang Pilwali Surabaya 2005-2010 nama Bambang DH tetap masuk sebagai Cawali Surabaya bersama Saleh Ismail Mukadar (SIM). Sementara itu Wisnu Sakti Buana (Wakil Ketua DPRD Surabaya/Sekretaris DPC PDIP Surabaya) ditetapkan sebagai Cawawali. Ketiganya ditetapkan pada Rapat Kerja Cabang Khusus (Rakercabsus) Penjaringan dan Penyaringan di Hotel V3 Jalan Tambak Bayan, Minggu (11/10/2009).

Sementara Saleh Ismail Mukadar mengatakan, "Harapan kita tetap dua nama karena di cabang kita sudah rapat untuk menggali kira-kira siapa yang muncul. Tapi yang muncul dua nama itu, Bambang DH dan Saleh Ismail Mukadar," kata Ketua DPC PDIP Surabaya ini, di sela-sela Rakercabsus PDIP Surabaya.

Saleh mengatakan hasil ini akan mereka kirim DPP. DPP yang akan memutuskan. Dia berharap DPP akan menetapkan nama Bambang DH sebagai Cawali. "Sekalipun Saya diusung, saya berharap nama Pak Bambang muncul," tuturnya. (detik.com, 11 Okt 09).

Keputusan PDIP Surabaya ini menarik disimak, mengingat aturan UU Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 58 huruf O. Pasal 58 berbunyi, "Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat."

Huruf ini menjelaskan seorang calon, "Belum pernah menjabat sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah selama 2 kali masa jabatan dalam jabatan yang sama." Artinya Bambang DH tidak memenuhi syarat sebagai Cawali Surabaya. Kecuali pihaknya melakukan gugatan judicial review ke Mahkamah Kostitusi (MK).

Harapan PDIP Surabaya untuk mengusung Bambang DH sebagai Cawali Surabaya masih menunggu putusan MK. Diperkirakan putusan MK terkait baru bisa turun pertengahan Nopember 2009. "Putusan MK Saya perkirakan 2 sampai 3 minggu lagi," ungkap Mursyid Murdiantoro, kuasa hukum Bambang Dwi Hartono, Sabtu (24/10). Saat ini, lanjutnya, permohonan uji materi judicial review sudah memasuki proses penelitan bukti-bukti.

Mursyid menilai, pasal tersebut melanggar hak konstitusi seorang warga negara untuk memilih maupun dipilih. Seperti tersebut dalam Pasal 27 UUD 45, "Semua warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali."

Pengacara berkacamata itu optimis permohonan yang diajukan pihaknya dikabulkan oleh MK. Alasannya, selama ini MK juga telah mengabulkan permohonan judicial review sejumlah perkara dengan nuansa pelanggaran hak konstitusi warga untuk memilih ataupun dipilih. Seperti terakomodasinya hak memilih untuk orang-orang eks-PKI atau tapol-napol. (www.pdipperjuanganjatim.org, 24 Okt 09)

Berdasarkan hasil survey salah satu media di Surabaya, yang berlangsung 31 Agustus - 5 September 2009. Adapun samplenya sebanyak 349 pemilih dan hasilnya Bambang DH menang jauh di antara kandidat lainnya.

Sebanyak 98,7% (344 orang) responden menyatakan mengenali Bambang D.H dan 42,4% responden mengaku akan memilihnya jika Pilwali dihelat saat itu. Pesaing terdekatnya Arif Affandi Wakil Walikota Surabaya. Arif tercatat 59,7% (208 orang) dan yang menyatakan akan memilihnya 71 orang. Praktis, tingkat popularitas dan keterpilihan Bambang dua kali lipat di atas Arif. Status incumbent keduanya agaknya memberi keuntungan tersendiri.

Bagaimana dengan bakal calon lainnya? Ternyata mereka berada jauh di bawah kedua bakal calon incumbent tersebut. Di level popularitas, yang bisa menembus angka nominal 100 responden hanya dua orang, yaitu Saleh Ismail Mukadar (114 orang atau 32,7%) dan Erlangga Satriagung (108 orang atau 31%). Nama-nama lain masih di bawahnya, seperti Dyah Katarina (23,7%), Tri Rismaharini (19,3%), Wisnu Wardhana (17,7%), M. Sholeh (10%), Adies Kadir (9,3%), Fandi Utomo (6,7%), Yulyani (4,7%), dan paling buncit B.F. Sutadi (3,3%).

Yang menarik adalah soal keterpilihan. Ketika ditanya siapa yang akan dipilih jika Pilwali digelar saat ini, sebagian besar responden masih menunjuk Bambang (42,4%) dan Arif (20,3%), meski persentasenya terpangkas separo dari tingkat popularitas masing-masing. Umumnya, Bambang dinilai responden berhasil mengelola Surabaya dan Arif dianggap bagian dari sukses itu. (Surabaya Post, 10 Sept 09)

Jika dikaitkan dengan realitas nyata serta tingginya eletabilitas dan popularitas Bambang DH. Tentunya PDIP Surabaya tetap akan memilih suami Dyah Katarina ini menjadi Cawali utama. Mengingat PDIP Surabaya sudah tidak memiliki kepercayaan tinggi lagi, jika hanya mengandalkan mesin partai dalam memenangi Pilwali. Fakta menyebutkan dari pemilu ke pemilu suara PDIP Surabaya mengalami penurunan suara dan kursi sangat tajam.

Oleh sebab itu, yang bisa menandingi kekuatan Cawali Partai Demokrat hanyalah Bambang DH. Tanpa Bambang DH, PDIP Surabaya kurang bisa mengigit. Jika ingin tetap menggigit dan diakui eksistensinya, tetap memasang kader terbaik ini sebagai Cawali Surabaya. Bahkan kalaupun gugatan di MK ditolak. Sudah seharusnya PDIP Surabaya mengusung Bambang DH sebagai Cawawali Surabaya.

Lebih baik berkoalisi dengan parpol yang lain dan tidak harus dengan Partai Demokrat. Pilihan taktis bukan pragmatis, lebih rasional berkoalisi dengan partai-partai menengah dan Bambang DH sebagai Cawawalinya. Ini menjadi tanda peringatan secara politik kepada PDIP Surabaya. Jika memaksakan calon selain Bambang DH, pilihannya sama saja bunuh diri. Tentunya nanti Partai Demokrat dengan mudah mengalahkan rival-rivalnya.

Kalaupun nantinya tetap memaksakan kader lainya, baik Saleh Ismail Mukadar maupun Wisnu Sakti Buana. Maka peluang (probabilitas) -nya akan semakin sempit untuk meraih kemenangan. Mengingat mesin Partai Demokrat Surabaya lebih bisa berjalan efektif dibandingkan PDIP Surabaya. Apalagi jika didukung oleh kekuatan kekuasaan 16 kursi DPRD Surabaya, 4 DPRD Jatim dan 3 kursi DPR RI (Dapil I Surabaya-Sidoarjo). Serta didukung oleh kekuatan pamor Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI dan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.

Secara pemetaan kursi DPRD Surabaya, untuk PDIP Surabaya mengalami penurunan drastis. Dari memperoleh 13 kursi pada pemilu legeslatif 2004 menjadi 8 kursi pada pemilu legeslatif 2009. Sedangkan hasil perolehan kursi semua parpol dari jatah 45 kursi, PDIP memperoleh (13) kursi, PKB (11) kursi, Partai Demokrat (5) kursi dan PAN (5) kursi. Sedangkan Partai Golkar (4) kursi, PDS (4) kursi dan PKS (3) kursi.

Selanjutnya pada pemilu legeslatif 2009 dari jatah 50 kursi DPRD Surabaya. PDIP Surabaya juga mengalami penurunan tajam menjadi 8 kursi. Sedangkan Partai Demokrat malah mengalami kenaikan signifikan dari 5 kursi menjadi 16 kursi. Selanjutnya, Partai Golkar (5), PKB (5), PDS (4) dan PKS (5) kursi. Disusul, PAN (2), Gerindera (3) kursi dan terakhir PPP dan PKNU hanya memperoleh masing-masing (1) kursi.

Pertanyaan besar-nya kembali kepada sikap PDIP Surabaya itu sendiri. Apakah mau mengikuti realitas politik yang ada atau memaksakan dengan politik kacamata kuda. Jangan sampai muncul statemen, yang penting bisa mengusung kader sendiri. Walaupun secara aturan dengan modal 8 kursi sudah bisa mencalonkan diri. Tanpa Bambang DH, PDIP Surabaya ibaratkan macan ompong sudah tidak bisa menggigit. Semoga lebih baik. (*)

http://www.surabayapagi.com/index.php?p=detilberita&id=38220