Rabu, 27 Oktober 2010

PDIP Jatim: Permendag 39/2010 Ancam UKM

PDIP Jatim: Permendag 39/2010 Ancam UKM

Surabaya - Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur Drs Sirmadji Tj. menilai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 39 Tahun 2010 akan mengancam industri kecil-menengah atau usaha kecil menengah (UKM).

"Karena itu, kami berharap pemerintah mencabut Permendag 39/2010, karena peraturan itu menggiring proses de-industrialisasi nasional yang mengancam UKM-UKM secara nasional," katanya di Surabaya, Selasa.

Ia mengemukakan hal itu menanggapi peraturan baru Permendag Nomor 39/M-DAG/PER/10/2010 tentang Ketentuan Impor Barang Jadi oleh Produsen yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2011.

Menurut Sirmadji, kebijakan yang merupakan penyederhanaan Permendag No. 45/M-DAG/PER/9/2009 tentang Angka Pengenal Importir (API) itu akan berpotensi terhadap menyempitnya lahan pasar yang dimiliki UKM.

"UKM-UKM yang selama ini melakukan produksi massal akan semakin tergerus dengan beredarnya barang jadi yang diimpor secara langsung oleh produsen besar," paparnya.

Ketika pasar dalam negeri dibanjiri produk impor ilegal dari China, maka produk dalam negeri pun telah terdesak dan tak mampu bersaing karena murahnya produk China tersebut.

"Apalagi, kalau sekarang ada impor barang jadi yang justru dilegalkan," ucap politisi senior PDI Perjuangan Jawa Timur itu.

Ia mencontohkan industri garmen nasional yang sedang gencar memproduksi batik, namun pemerintah justru gagal mengendalikan peredaran impor batik ilegal dari China yang akhirnya mempersempit pasar batik nasional, karena produk murah dari China tersebut.

"Alih-alih gagalnya pengendalian impor ilegal, pemerintah malah melegalkan impor yang dilakukan para produsen. Itu merupakan kebijakan yang justru akan mengancam pembangunan industri nasional," ujarnya menegaskan.

Tidak hanya itu, menurunnya pasar barang jadi dari industri nasional yang kalah bersaing dengan produk impor nantinya akan bersinggungan dengan keberadaan para pekerja.

"Secara perlahan industri-industri nasional akan melakukan rasionalisasi terhadap jumlah para pekerjanya. Apakah itu kebijakan pro poor, pro job, dan pro growth," katanya.

Dalam pandangannya, kebijakan perdagangan Indonesia saat ini sudah terlalu liberal, padahal Indonesia dapat belajar kepada negara-negara kelas menengah lainnya yang menyelamatkan produk lokalnya terlebih dahulu sebelum memberlakukan pasar bebas.

"Kebijakan protektif itu sudah umum dilakukan dalam bagian desain besar menyelamatkan perindustrian nasional serta memberikan jaminan pasar produk-produk lokal. Jangan mau didikte negara lain," tuturnya menegaskan.(*/rud)

Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, SH., MH : Istiqomah Sebagai Dosen Hingga Menjadi Guru Besar


Oleh : Syafrudin Budiman, SIP

Pemerhati Sosial Politik dan Media

Agus Yudha Hernoko, adalah pria sederhana yang lahir di salah satu pelosok desa di Madiun, Jawa Timur. Sejak usia dini Agus Yudha kecil biasa, bermain di sawah dan mandi di sungai bersama-sama teman-teman-nya. Dirinya juga sering bermain petak umpet, kelereng dan bahkan kuda-kuda-an dari batang pisang. Sebuah permainan lampau di masyarakat mataraman.

Tiada pernah terbayangkan kalau besar nanti, ia akan menjadi dosen dan bahkan Guru Besar Ahli Hukum Perdata. Apalagi mempunyai keinginan menjadi Profesor di Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, yang terkenal dan terbaik di Indonesia. Kampus ini adalah tempat, ia mengabdi selama 20 tahun lebih sebagai pendidik.

Agus Yudha yang sederhana ini lulus Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kare I Madiun tahun 1978 dan menyelesaikan di SMPN IV Madiun tahun 1981. Selepas keluar SMAN 1 Madiun tahun 1984, dirinya menginjak tanah kota Surabaya dan kuliah sebagai mahasiswa FH Unair Surabaya.

Setelah lulus di FH Unair Surabaya tahun 1988, secara difinitif Agus Yudha diangkat menjadi dosen. Sebagai dosen tetap FH Unair Surabaya tahun 1990, ia mengajar mata kuliah Hukum Perdata (1990-sekarang) dan Hukum Perikatan (1990-sekarang). Ia juga saat ini mengajar Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan (1999-2002) dan Hukum Lembaga Jaminan (2000-2002). Selain itu Agus Yudha mengajar mata kuliah Perbuatan Melanggar Hukum (2003), Hukum Kontrak (2009-sekarang) dan Teknik Perancangan Kontrak (2000-sekarang).

Sebagai dosen dan mantan Ketua Departemen Hukum Perdata FH Unair (2007-2009), Agus Yudha tidak pernah mengeluh dan selalu istiqomah sebagai tenaga pendidik. Walaupun katanya, ia pernah digaji 50 ribu rupiah sebagai dosen saat pertama kali mengajar tahun 1990. Semua pekerjaan baginya selalu mulia dan seperti air mengalir saja. Tidak terencana dan berjalan apa adanya.

“Pada prinsipnya dimana kita berada, apapun pekerjaannya yang paling penting adalah komitmen, tanggungjawab dan menjalaninya sebagai ibadah. Insya Allah menjadi berkah nantinya,” kata pria kelahiran Madiun, 19 April 1965.

Saat ini dirinya juga mengajar sebagai dosen Program Pasca Sarjana Unair Surabaya. Tepatnya di Magister Hukum Bisnis dengan mata kuliah Hukum Jaminan dan Perkembangan Hukum Jaminan. Selain itu juga mengajar di Magister Kenotariatan (MK) pada mata kuliah Teknik Perancangan Kontrak (Contract Drafting), Hukum Perjanjian, Hukum Keluarga dan Hukum Perkawinan.

Sebagai Guru Besar penguji Program Doktor dengan Mata Kuliah Penunjang Desertasi (MKPD) dan Ko-promotor (S3) Program Pasca Sarjana Unair (2008-sekarang). Agus Yudha sudah merasakan dan terbiasa dengan asam-manis, pahit getir dan susah payah sebagai dosen. Dirinya saat ini juga menjabat Ketua Program Studi (S2) Magister Ilmu Hukum (2009-sekarang) dan Ketua Program Studi (S2) Magister Sains Hukum dan Pembangunan (2009-sekarang) Unair Surabaya.

“Awalnya, pekerjaan saya sebagai dosen dipandang sebelah mata. Namun menurut saya pekerjaan dosen adalah mulia. Buktinya saya sudah 20 tahun mengabdi dan sudah mencapai puncak tertinggi sebagai dosen,” katanya saat ditemui di ruang kerja-nya di Jl. Darmawangsa, Kampus B Program Magister Ilmu Hukum, Unair Surabaya.

Direktur Yudhistira Law Research dan Information Center (1998-sekarang) mengatakan, apapun pekerjaannya. Kalau kita nikmati apa yang diberikan Allah SWT, semuanya bagian dari kegembiraan. “Sebelumnya tawaran dari lainnya selalu ada. Akan tetapi rasanya lebih berarti kalau saya bekerja di komunitas yang membesarkan saya,” ujar pria berkacamata ini.

Agus Yudha berharap pada puncak akhir karirnya, ingin terus mengabdi pada dunia pendidikan, dengan membesarkan Unair Surabaya. Tempat di mana sebelumnya dulu ia juga dibesarkan. Ahli spesialisasi hukum kontrak ini menginginkan, Unair bias menjadi kampus terbesar di Indonesia pada umumnya dan pada khusus-nya FH Unair tetap selalu menjadi yang terbaik di Indonesia dan bahkan Asia Tenggara.

“Kami berharap bisa melahirkan akademisi muda yang hebat-hebat yang bisa di andalkan di dunia internasional. Terutama dalam bidang hukum dan perundang-undangan,” terang dosen berpangkat Pembina Muda/IV C ini.

Sebagai dosen dirinya sangat bangga melihat mantan mahasiswa-mahasiswa-nya hari ini sudah banyak menjadi orang sukses. Ada yang sudah jadi Bupati, anggota DPR-RI/DPRD, Jaksa, Hakim dan Pengacara terkenal. Selain itu, ada juga yang sukses dan berhasil menempati pos-pos strategis di perusahaan BUMN dan swasta nasional.

“Saya sangat bangga dengan keberhasilan anak didik dan mahasiswa lulusan FH Unair. Mereka sukses setelah melaksanakan kapasitas dan kopetensinya masing-masing,” pungkas dosen yang sudah melahirkan puluhan karya tulis ilmiah. Baik yang sudah terpublikasi maupun non publikasi.

Guru Besar Ahli Spesialisasi Hukum Kontrak

Saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Perdata pada tanggal 1 Mei 2010 Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, SH., MH., membacakan naskah berjudul “Keseimbangan Versus Keadilan Dalam Kontrak” (Upaya menata Struktur Hubungan Bisnis dalam Perspektif Kontrak yang Berkeadilan).

Ahli spesialisasi Hukum Kontrak ini mengatakan, dalam rangka pembangunan ekonomi bisnis nasional, diperlukan situasi yang berlangsung kondusif, yaitu efisien dan profit. Tentunya, perlu bingkai aturan main yang komprehensif, terutama melalui penerapan azas proporsionalitas, dalam kontrak bisnis.

“Hukum bisnis idealnya seperti itu dan jika dalam hubungan bisnis dikemudian hari terjadi konflik dan atau salah satu pihak wanprestasi. Biasanya hal itu akibat dari kontrak bisnisnya yang tidak proporsional. Karena itu kalau kontrak bisnis-nya baik, maka bisnis itu akan menjadi baik pula,” terang Agus Yudha yang juga Ketua Dewan Pertimbangan DPD Gabungan Perusahaan Konstruksi Indonesia (GAPEKSI) Jawa Timur.

Menurutnya, persoalan perdebatan tentang keseimbangan dan ketidakseimbangan berkontrak sudah waktunya untuk ditinggalkan, khususnya dalam kontrak bisnis (komersial). Sehingga masalah posisi para pihak yang berkontrak seharusnya perlu dikaji secara jernih, terutama pada struktur hubungan dan bangunan azas-azasnya.

Hubungan kontrak itu seharusnya ditekankan sesuai proporsinya dengan mengetengahkan prinsip-prinsip universal seperti itikat baik, transaksi dan adil dan jujur, tanpa sesuatu yang disembunyi-sembunyikan. Dengan demikian maka perbedaan kepentingan diantara para pihak dapat diatur melalui mekanisme pembagian beban kewajiban secara proporsional, terlepas berapa proporsi hasil akhir yang diterima para pihak.

”Problematik itulah merupakan tantangan para yuris untuk memberikan jalan keluar terbaik demi terwujudnya kontrak yang saling menguntungkan para pihak. Jadi win-win solution contract, yang disatu sisi memberikan kepastian hukum dan disisi lain memberikan keadilan,” kata Dewan Pertimbangan DPD Gabungan Kontraktor Indonesia (GAKINDO) Jawa Timur ini.

Ia menjelaskan, pemahaman terhadap materi kontrak secara komprehensif berkorelasi secara signifikan dengan proses penyusunan kontrak (contract drafting). Bagaimana para pihak menuangkan maksud dan tujuannya, dalam sebuah rancangan kontrak (draft contract), yang merupakan suatu upaya yang sistematis dan komprehensif.

Tentunya untuk dapat membuat (merancang) kontrak yang baik dibutuhkan kepiawaian khusus terhadap aspek-aspek hukum kontrak, serta materi kontrak yang bersangkutan. Kemampuan merancang kontrak tersebut hanya dapat dikuasai oleh seorang perancang (drafter) yang sudah terlatih dan memiliki jam terbang tinggi.

”Hal ini mengingat membuat kontrak termasuk bidang “skill” dan “arts”, keahlian yang dibingkai dengan pengetahuan yang profesional. Sehingga sangat ditentukan oleh proses pematangan yang membutuhkan waktu dan pengalaman,” kata Agus Yudha pendiri (LKA-NUSA) Lembaga dan Kajian Advokasi ”Nurani Bangsa Indonesia.”

Katanya, Eksistensi hubungan kontraktual para pihak pada dasarnya ditentukan oleh proses awal penyusunan kontrak. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa kontrak yang telah dibuat tersebut dalam perjalannya mengalami kegagalan, problem, kendala serta hambatan. Perlu dipahami pada dasarnya tiada satu kontrak pun yang sempurna, oleh karena itu ada baiknya suatu kontrak, terlebih yang bersifat masal dan jangka panjang, senantiasa di “up date” agar mampu mengakomodir kebutuhan para pihak.

Untuk itu perlu dipahami beberapa aspek sentral dalam suatu kontrak. Kontrak sebagai suatu proses sistematis dari awal sampai akhir harus diupayakan berjalan pada “rel” atau bingkai hak dan kewajiban yang ditentukan dan dimaksudkan para pihak. Dalam hal ini ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu proses perancangan kontrak serta review kontrak. Dua hal ini dapat dijadikan semacam tolok ukur hubungan kontraktual para pihak.

Berikut ini terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam proses perancangan kontrak. Antara lain, pemahaman latar belakang transaksi, mengenali dan memahami para pihak, mengenali dan memahami obyek transaksi. Selain itu, menyusun garis besar transaksi serta merumuskan pokok-pokok kontrak, dasar hukum, penguasaan bahasa hukum, interpretasi, kemampuan bernegosiasi, dan ketrampilan menyusun kontrak.

Agus Yudha menerangkan bahwa, dalam merancang atau menyusun kontrak diperlukan pemahaman terhadap anatomi kontrak serta substansi kontrak. Meskipun tidak ada keharusan mengenai format/bentuk kontrak seperti apa yang harus dibuat oleh para pihak, namun dengan memahami anatomi/outline serta substansi kontrak akan menghasilkan kontrak yang sistematis, logis dan komprehensif.

”Perancangan kontrak yang sistematis, logis dan komprehensif, serta mengikuti alur proses bisnisnya akan mengeliminir potensi sengketa. Sehingga lebih lanjut akan mendukung iklim bisnis yang kondusif (profit),” pesan Agus Yudha, Konsultan tidak tetap PT PLN (persero) Jawa Timur (2002-sekarang).(*)

Senin, 25 Oktober 2010

Abussidik Dilantik Gubernur di Pendopo Agung


Sumenep – Ruang Aspirasi Rakyat

Pasangan Abuya Busyro Karim dan Sungkono Sidik (Abussidik) akhirnya resmi dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Sumenep periode 2010-2015. Acara Pelantikan ini mulai dengan pengambilan sumpah jabatan di Pendopo Agung, Sumenep, Senin, (25/10), tepat jam 11.00 WIB.

Soekarwo, Gubernur Jawa Timur turut membacakan amanat sumpah kewajiban yang harus dijalankan kedua pemimpin baru Sumenep ini. Selanjutnya, juga dibacakan surat keputusan Gubernur Jawa Timur, tentang habisnya masa kepemimpinan bupati dan wakil bupati periode lalu, Ramdlan Sirad dan Muhammad Dahlan.

Menurut pakde Karwo, Pilkada Sumenep digelar melalui dua putaran dan ini menjadi bukti ketatnya persaingan Politik di Sumenep. Adanya gugatan sengketa pilkada hingga ke jenjang Mahkamah Konstitusi, juga menjadi ciri kedewasaan politik para politisi di Sumenep.

Soekarwo juga mengingatkan Bupati terpilih agar memenuhi janji yang disampaikan saat kampanye. "Jadi jangan sampai setelah dilantik nanti lupa dengan janjinya, dengan visi misi yang dulu disampaikan," pintah Soekarwo.

Dalam sambutannya juga, Sukarwo meminta agar pasangan kepala daerah Abuya Busyro Karim dan Sungkono Sidik Kompak. Karena, seringkali terjadi disharmonisasi antara bupati dan wakil bupati, karena terjadi salah paham.

Agenda pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan bupati dan wakil bupati ini dihadiri oleh seluruh jajaran seluruh pejabat Bupati di Madura. Selain itu juga hadir para Muspida, Kepala SKPD dan Badan Pemkab Sumenep.

Tampak hadir juga MH. Said Abdullah (anggota DPR RI/FPDI Perjuangan), KH. Unais Ali Hisyam (anggota DPR RI/ anggota FPKB), Sirmadji (anggota DPRD Jatim/Ketua DPD PDIP Jatim) dan Nawardi (anggota DPRD Jatim/anggota FPKB). Berdasarkan data panitia seluruh undangan yang hadir sebanyak 1300 orang lebih, termasuk Alim Ulama, Tokmas, LSM, Wartawan dan undangan lainnya.

Mahasiswa Demo Dukung Abussidik Tepati Janji

Sementara itu di luar acara Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Sumenep, puluhan mahasiswa melakukan aksi damai. Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sumenep menggelar aksi tersebut di Taman Adipura Sumenep.

PMII menyebut aksi tersebut sebagai gerakan moral kepada Bupati-Wakil Bupati yang dilantik,untuk menepati janjinya dan meminta bekerja lebih baik dari sebelumnya. "Selama ini, pembenahan berbagai sektor,belum dirasakan masyarakat banyak. Hal ini menjadi PR Bupati dan Wakil Bupati baru," kata Fauzan Adhima, Ketua PC PMII Sumenep.

Fauzan mengatakan mendukung Abussidik menepati janjinya dan memberikan waktu 100 hari untuk melakukan perubahan mendasar. "Kalau dalam waktu 100 hari kerja tidak ada perubahan. Maka kami, para mahasiswa akan terus mengawal, dan mengingatkan Bupati terpilih untuk serius," terang Fauzan.

Dalam aksi damai tersebut, para mahasiswa turut membentangkan spanduk putih bertuliskan harapan dan keinginan "Sumenep harus lebih baik". Di spanduk itu, dibumbui tanda tangan dan harapan agar Bupati-wakil bupati yang baru dilantik, selalu ingat akan tugas beratnya. (rud/*)

Foto : Soekarwo Gubernur Jawa Timur usai Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Sumenep di pendopo agung Sumenep. Terlihat beliau melayani wawancara wartawan lokal Sumenep

Kamis, 21 Oktober 2010

Sejarah Panjang Sang Rajawali Jawa Timur


Ir. H. La Nyalla M. Mattalitti

Oleh Syafrudin Budiman, SIP

Siapa yang tidak kenal dengan Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jawa Timur Ir H La Nyalla M. Mattalitti? Dia pengusaha sukses dengan lini bisnis di beragam bidang. Dia aktivis di sejumlah organisasi dan yayasan sosial. Dia Wakil Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jatim. Bahkan, dia juga dikenal dekat dengan banyak kalangan dari semua golongan.

Tapi, siapa sangka, di balik kesuksesannya saat ini, La Nyalla sebelumnya harus meniti hidup, yang penuh kelok dan batu terjal. Pria kelahiran 10 Mei 1959 ini menapaki karir dengan penuh keringat dan pengorbanan.

La Nyalla muda pernah bekerja serabutan, mulai dari menjadi sopir angkot Wonokromo- Jembatan Merah dan sopir minibus L-300 Surabaya-Malang. La Nyalla bahkan sempat menekuni karir sebagai ahli terapi penyakit dengan cara pengobatan alternatif. Sejumlah kalangan masyarakat, dari pedagang kaki lima sampai dosen, sempat menjadi pasiennya. Namun, karena tidak mau dicap dukun, La Nyalla tidak praktik lagi.

”Hidup memang bukan seperti sebentang garis lurus di peta. Tidak ada hidup yang tanpa kelokan, karena manusia memang selalu dihadapkan pada banyak tantangan, di mana pun dan kapan pun,” ujar La Nyalla.

La Nyalla dilahirkan dari keluarga Bugis. Kakeknya, Haji Mattalitti, adalah saudagar Bugis-Makassar terkenal di Surabaya. Bapaknya, Mahmud Mattalitti, adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga yang pernah menjabat sebagai Pembantu Dekan FH Unair. Namun, La Nyalla tidak pernah menggunakan nama besar dan kekayaan keluarganya dalam hidupnya.

Menginjak dewasa, dia memilih nyantrik dan tinggal di kompleks Makam Sunan Giri, Gresik. Di kompleks makam wali ini, dia menghimpun banyak warga kurang mampu, sebagian di antaranya malah kelompok yang sering dicap preman oleh masyarakat. La Nyalla mengajak mereka untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Hasilnya, La Nyalla memiliki ratusan pengikut yang setia sampai kini.

”Kalau Anda melihat saya seperti sekarang, itu karena tekad saya bulat. Kerja sungguh-sungguh,” kata pengusaha konstruksi ini dalam buku biografinya, Hitam-Putih La Nyalla M. Mattaliti, yang ditulis oleh budayawan Sam Abede Pareno.

La Nyalla berkisah, titik awal karirnya sebagai pengusaha adalah saat ia nekad membuat pameran kreativitas anak muda pada 1989. Pameran yang disponsori PT Maspion itu membikin bangkrut La Nyalla gara-gara tidak ada peserta. La Nyalla lantas terlilit utang dan dikejar-kejar penagih utang. Kerugian itu begitu memukul. Bahkan, pemilik PT Airlanggatama Nusantarasakti ini sempat berniat untuk ”lempar handuk” dari dunia usaha.

Di sinilah La Nyalla mempertaruhkan hidup dan nama baiknya. Jiwa wirausahanya yang ulet dan tak kenal putus asa juga mendapat ujian berat.

Akhirnya, mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Jatim ini kembali melobi PT Maspion dan meminta sponsor senilai Rp5 juta untuk menggelar pameran. Kelak pameran ini dikenal dengan nama Surabaya Expo. Kegiatan yang berlangsung sejak 1990 itu berkibar dan menjadi agenda tahunan sampai 2001. Dari jalan inilah La Nyalla dikenal oleh kalangan pengusaha dan pemerintahan. Sayap bisnisnya pun pelan tapi pasti dikepakkan dengan percaya diri.

”Dari kisah hidup itu, saya belajar tentang arti kerja keras dan berani menjawab tantangan, namun tetap harus rendah hati dan tawakal. Kalau saya mundur pada 1989 lalu, saya tidak akan seperti sekarang,” katanya.

La Nyalla mengatakan, dirinya juga memetik hikmah dari keikhlasannya menerima segala ujian, termasuk saat bangkrut dan dikejar-kejar utang saat pertama kali meniti karir. ”Niat saya berbisnis itu tulus, ingin membuka lapangan pekerjaan, mengajak bekerja orang-orang yang mungkin belum mendapat kesempatan. Karena itu, saya putuskan saya harus fight, tak boleh loyo karena usaha ini bukan hanya untuk kepentingan saya pribadi, tapi juga amanah besar untuk kehidupan orang lain,” tutur pria berkaca mata ini.

Itulah sekelumit kesuksesan perjalanan hidup dan karir Sang Rajawali Jawa Timur ini. La Nyalla hari ini juga aktif di berbagai organisasi, baik sosial, politik, maupun profesi. Dia aktif sebagai Ketua Umum MPW Pemuda Pancasila Jawa Timur, Ketua Umum DPD Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional (Gapeknas) Jawa Timur, dan Wakil Ketua Umum KONI Jatim. La Nyalla juga aktif di berbagai yayasan sosial.

Selain itu, pria tiga anak ini kini sedang menjabat sebagai Ketua Umum Kadin Jawa Timur. Kadin adalah payung dunia usaha yang beranggotakan para pengusaha dari berbagai bidang bisnis, mulai agribisnis, rokok, permesinan, konstruksi, persepatuan, hingga tekstil.

Di Kadin inilah, jiwa kepemimpinan La Nyalla tampak menonjol. Kadin dibawa La Nyalla sebagai organisasi dunia usaha yang dinamis, yang mampu menjadi mitra strategis pemerintah untuk menggerakkan perekonomian.

Di bawah kepemimpinan La Nyalla, Kadin Jatim terus menuai pujian. ”Kadin Jatim adalah Kadin terbaik dari seluruh Kadin Provinsi di Indonesia. Geraknya nyata, berani, dan inovatif untuk selalu mendinamisasi perekonomian,” puji Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Koperasi dan UMKM, Sandiaga S. Uno, dalam sebuah kesempatan.

Di Kadin, La Nyalla membawa sejumlah program utama yang akan diprioritaskan dalam menguatkan Kadin sebagai payung bagi dunia usaha. La Nyalla akan memprioritaskan penataan ulang fungsi organisasi dan penguatan kesekretariatan Kadin Jatim guna mendorong efektivitas kegiatan dunia usaha. Termasuk di dalamnya menyiapkan semacam lembaga riset pasar, kajian kebijakan, trading house, konseling investasi, dan tourism board.

”Riset pasar di sini bukan sekadar menyiapkan data, tapi juga berfungsi sebagai market intelligence yang bisa dimanfaatkan oleh seluruh dunia usaha, khususnya yang terkait dengan perdagangan luar negeri. Semua ini untuk penguatan daya saing produksi dalam negeri,” jelas La Nyalla.

La Nyalla juga melakukan penguatan jaringan usaha yang membuat proses produksi dari hulu ke hilir menjadi efektif dan terintegrasi. ”Dalam konteks ini, kami ingin memperpendek matarantai perdagangan, terutama yang melibatkan spekulan besar yang kadang membuat harga barang menjadi fluktuatif karena dimainkan oleh mereka. Untuk menjamin arus barang dan jasa, fasilitas infrastruktur transportasi harus dibenahi, mulai dari jalan raya, bandara, hingga pelabuhan. Itu semua untuk menekan ekonomi biaya tinggi atau high cost economy,” paparnya.

Pria yang gemar membaca ini juga menekankan pentingnya strategi kluster untuk memperkuat spesialisasi dan daya saing dunia usaha di jatim. ”Konsep ini sebenarnya sudah digagas oleh pengurus periode yang lalu dengan istilah East Java Inc, tinggal didorong agar segera terealisasi,” tambahnya.

La Nyalla juga akan memprioritaskan penciptaan wirausahawan baru dalam skala yang besar guna meminimalkan tingkat pengangguran serta mengurangi disparitas ekonomi antara yang kuat dan yang lemah. Dalam hal ini akan dilakukan pelatihan-pelatihan praktis oleh tenaga ahli maupun oleh pengusaha sukses.

“Terkait dengan penciptaan wirausahawan baru, kami akan membantu mencarikan kredit murah melalui berbagai sumber, termasuk di antaranya alokasi dari APBD Jatim, dana CSR perusahaan swasta dan BUMN. Pembangunan Kadin Institute juga menjadi wujud komitmen Kadin Jatim untuk menciptakan banyak wirausahawan baru,” tutur La Nyalla.

Dinamisasi Perekonomian Jawa Timur

Ketua Umum Asosiasi Tenaga Ahli Konstruksi (ATAKI) Jawa Timur periode 2004-2009 ini mengatakan, dirinya bersyukur pertumbuhan ekonomi Jatim terus membaik. Pada semester I/2010.

Dia optimistis, hingga akhir tahun ini dan di tahun-tahun mendatang, pertumbuhan ekonomi Jatim akan terus meningkat. Kuncinya, kata dia, adalah pada penciptaan investasi baru. ”Investasi akan membuka lapangan pekerjaan baru yang pararel dengan pengentasan kemiskinan. Kami berharap investasi yang ada di Jatim ke depan adalah investasi dari sektor usaha yang mampu memberikan nilai tambah optimal pada sebuah produk, bukan hanya sekadar mengeruk kekayaan alam,” ujarnya.

La Nyalla menuturkan, setidaknya ada empat hal fundamental yang mesti dilakukan untuk terus meningkatkan penciptaan investasi baru di Jatim. Pertama, mempercepat standardisasi regulasi dan perizinan investasi. Kedua, penguatan infrastruktur. Ketiga, memperkuat fasilitas penunjang strategis. Keempat, penguatan sektor bisnis tertentu.

Empat langkah fundamental tersebut, lanjut La Nyalla, memerlukan sejumlah kebijakan teknis yang konkrit dan terarah. Untuk langkah pertama, perlu ada penghapusan regulasi yang tidak pro-investasi, harmonisasi regulasi antara investasi dan pertanahan, standardisasi dan perbaikan kualitas layanan perizinan investasi.

Untuk langkah kedua, kata La Nyalla, yang harus dilakukan adalah mempercepat penyelesaian relokasi infrastruktur di Porong, mempercepat ruas tol Mojokerto – Surabaya dan ruas Gempol – Pasuruan, mempercepat penyelesaian pipa gas bawah laut milik Kodeco, pelebaran dan memperdalam alur pelayaran kolam barat di sekitar Tanjung Perak, dan diversifikasi pemanfaatan dermaga, misalnya, optimalisasi pemanfaatan dermaga milik Petrokimia Gresik untuk kontainer.

Adapun untuk langkah ketiga adalah dengan melakukan langkah konkrit mengatasi defisit pasokan gas untuk industri,mempermudah akses pembiayaan dan mengoreksi suku bunga perbankan.

”Untuk penguatan sektor bisnis tertentu, yang harus disasar adalah sektor pertanian, industri pengolahan, dan semua sektor bisnis yang masih berskala mikro, kecil, dan menengah (UMKM),” jelas La Nyalla.

La Nyalla menggarisbawahi, pertanian dan industri perlu diperhatikan pemerintah lebih mendalam. Dua sektor tersebut tampak terus mengalami penurunan. Indikasi utamanya adalah pembentuk utama perekonomian datang dari sektor-sektor yang padat modal, seperti perdagangan, hotel dan restoran. Sementara kontribusi sektor padat karya, terutama industri pengolahan dan pertanian, malah turun.

”Perlambatan sektor industri inilah yang disebut sebagai deindustrialisasi. Terjadi migrasi tenaga kerja yang cukup masif dari sektor-sektor tradeable ke sektor nontradeable,” tuturnya.

Menurut La Nyalla, jika sektor tradeable masih belum diperhatikan secara maksimal, sulit bagi pemerintah untuk mengurangi pengangguran secara masif. Padahal, selama ini, sektor tradeable seperti industri pengolahan dan pertanian menjadi kunci dalam mengatasi kemiskinan dan pengangguran karena menjadi penyedia lapangan kerja formal dalam jumlah yang besar.

Data BPS menyebutkan, 44,8% tenaga kerja di Jatim bekerja di sektor pertanian. Sektor industri mampu menyerap 12% tenaga kerja. Sementara sektor nontradeable seperti sektor keuangan hanya mampu menyerap 1% tenaga kerja.

”Kondisi di atas menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi belum berkualitas karena ditopang oleh sektor-sektor yang hanya menyerap sedikit tenaga kerja. Konsekuensinya, pertumbuhan ekonomi menjadi tidak merata karena hanya dinikmati segelintir pelaku ekonomi,” jelasnya.

Kembangkan UMKM

La Nyalla juga memberi perhatian khusus pada pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), mengingat besarnya peranan UMKM dalam struktur perekonomian Jatim. Kontribusi UMKM terhadap total produk domestrik regional bruto (PDRB) Jatim mencapai 53,04%. Dari total PDRB Jatim tahun 2009 sebesar Rp684 triliun, sumbangan UMKM mencapai sekitar Rp362 triliun. Di Jatim, kredit UMKM per semester I/2010 mencapai Rp 97,42 triliun atau menyerap hampir 70 persen dari total kredit perbankan yang sebesar Rp 142,82 triliun.

”Dari data itu kita bisa tahu bahwa UMKM terbukti menjadi sabuk pengaman dari dua penyakit utama ekonomi yang belum terselesaikan, yaitu pengangguran dan kemiskinan,” ujar La Nyalla.

Strategi pengembangan UMKM, lanjut La Nyalla, harus dilakukan secara komprehensif, mulai dari penguasaan teknologi, kelancaran arus informasi, fasilitas pembiayaan, hingga peningkatan kualitas sumberdaya manusia

Menurut dia, keberadaan sektor usaha UMKM memang harus terus-menerus diperkuat. Apalagi, saat ini ACFTA sudah diberlakukan. Pasar UMKM bisa semakin tergerus jika tidak ada perhatian serius.

La Nyalla menuturkan, perlu ada kemitraan yang sinergis antara pengusaha skala kecil-menengah dan korporasi/perusahaan besar. ”Dengan demikian, ada simbiosis yang saling menguntungkan. UMKM juga akan semakin berkembang, dan jika sudah besar bisa ikut membantu pengembangan pasar UMKM lain,” jelasnya.

Dia mengakui, UMKM tidak bisa bersaing secara head to head dengan pemodal besar. ”Dalam konteks inilah intervensi pemerintah sangat diperlukan,” tuturnya.

La Nyalla menambahkan, hambatan-hambatan kelembagaan di sekitar UMKM harus diatasi. Faktor kelembagaan yang dimaksud adalah daya dukung institusi yang terkait dengan kepentingan UMKM. "Dalam konteks ini, tidak hanya perbankan yang harus memberi perhatian. Tapi juga semua institusi terkait," ujarnya.

Institusi-institusi terkait itu, sambung dia, adalah pemerintah, akademisi, korporasi, dan situasi internasional. Faktor kelembagaan tersebut yang harus saling mendukung, sehingga pengembangan UMKM bisa dilakukan secara berkesinambungan. Selain itu, problem-problem yang dihadapi UMKM juga bisa dituntaskan secara menyeluruh.

"Misalnya, soal ekonomi biaya tinggi yang terkait dengan birokrasi pemerintah, itu harus dapat komitmen dari pemerintah. Kemudian soal pengembangan produk dan pasar, itu peranan akademisi. Semuanya itu harus saling mendukung. Kalau faktor kelembagaan itu semuanya bisa saling memperkuat, pengembangan UMKM bisa lebih mudah dan cepat," terangnya. (rud/kbc)

Rabu, 13 Oktober 2010

Forjasi Adukan Pelindo III ke KPPU


Surabaya - Forum Lintas Rekanan Pengadaan Barang dan Jasa Konstruksi (Forjasi) Jawa Timur mengadukan PT Pelindo III (persero) Tbk ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Jawa Timur. Dimana aduan itu terkait tentang adanya indikasi persaingan tidak sehat pada proses tender pembangunan Teluk Lamong Bay Surabaya.

Pengembangan pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong ini direncanakan menghabiskan dana senilai 1,6 triliun yang dibagi empat tahap. Tahap I menelan dana Rp 400 miliar, tahap II menelan Rp 900 miliar, tahap III dan IV menelan Rp 300 miliar. Semua alokasi dana berasal dari pihak PT. Pelindo III sendiri yang merupakan salah satu perusahaan BUMN.

Organisasi lintas rekanan yang beranggotakan tujuh asosiasi ini, telah melaporkan Pelindo III kepada Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Jawa Timur, Senin (11/10) dengan surat nomer : 057/E/FORJASI/IX/2010, tertanggal 7 September 2010, perihal pengaduan persaingan usaha. Bahkan surat itu juga di tembuskan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, dan Kepolisian Daerah Jatim terkait dugaan adanya indikasi terjadinya praktek monopoli yang mengarah pada kartel pemenangan tender.

“Pelindo terindikasi kuat telah melakukan praktek persaingan usaha yang tidak sehat dan monopoli, saat proses pelelangan tender. Dimana Pelindo akan membatasi rekanan swasta nasional untuk ikut serta dalam lelang tersebut. Hal ini jelas sekali terjadi Barrier to Entry, yaitu keadaan yang diberikan khusus untuk sebuah industri yang membuat kerugian bagi pesaing baru yang mencoba memasuki pasar ,” kata Sugiharto, SE., M.Si Sekretaris Umum Forjasi Jawa Timur, Rabu (13/10).

Ketika ditanya seperti apakah bentuk indikasi barrier dan praktek monopoli tersebut? Sugiharto menjawab, bahwa Pelindo memberikan persyaratan yang mengada-ada yaitu dengan menambahkan syarat yang tidak lazim dalam prinsip pengadaan barang dan jasa konstruksi di Indonesia berupa rekening koran perusahaan sebesar 10% atau sekitar 160 milliar selama tiga bulan berturut-turut dari nilai pagu proyek.

Sehingga nantinya, yang berhak mengikuti dan memenangkan tender pembangunan Teluk Lamong paket A hanya BUMN saja. Sementara 10 perusahaan swasta yang ikut dalam proses kualifikasi tentunya akan gugur.

Selain itu, lanjutnya, adanya kejanggalan pada jadwal pengumuman pemenang tender pembangunan Teluk Lamong Paket B dan C yang diundur , di mana perusahaan swasta JO PT Modern Surya Jaya dan PT SAC Nusantara berhasil ikut dan lolos pada proses kualifikasi, Namun hingga kini masih belum diumumkan secara bersamaan dengan paket A. Padahal waktu pengumuman pembukaan lelang, lokasi kedua paket pekerjaan tersebut adalah sama persis dengan paket A.

“Pelindo saat ini sedang mencari-cari kesalahan perusahaan swasta tersebut agar bisa menggugurkan perusahaan swasta tersebut. Sehingga yang menang dalam lelang paket B dan C akhirnya BUMN juga, seperti paket A inikan jeruk makan jeruk namanya” ungkapnya..

Mantan Ketua Umum Badko HMI Jawa Timur ini mengatakan, pelaporan ke KPPU ini sebagai fungsi kontrol dan peran serta masyarakat terhadap proses pelelangan pengadaan barang / jasa yang ada. Bahkan hal ini sebagai upaya pencegahan terhadap Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, berdasarkan peraturan yang berlaku.

Pengaduan kami, kata Sugiharto sudah sesuai UU 5/1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Dimana, pada pasal 36 ayat (1) mengatakan, KPPU menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Bahkan, juga sesuai UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), Dimana pada pasal 8 ayat (1) mengatakan, peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara merupakan hak dan tanggung jawab masyarakat untuk ikut mewujudkan penyelenggara negara yang bersih.

Selain diduga melakukan praktek monopoli, menurut Sugiharto, Pelindo juga diduga melanggar UU 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dimana pada pasal 3 menjelaskan bahwa, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara dan perekonomian Negara.

“Seharusnya Pelindo dalam pengelolaan keuangan negara tertib dan mengikuti aturan yang ada sebagaimana UU 17/2003 tentang keuangan negara. Dimana pada pasal 3 ayat (1) yang menyatakan, bahwa Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan,” paparnya.

Forjasi Jawa Timur menilai aturan yang dipakai Pelindo, ada sebuah kesimpangsiuran dan tumpang tindih terkait proses tender. Dimana saat proses pengumuman dan pemasukan penawaran, pihak Pelindo menggunakan metode dan aturan sebagaimana Keppres 80/2003. Namun Pelindo pada pelaksanaan tender, hanya mengacu pada Permen 5/2008 tentang BUMN. Mengingat UU 19/2003 tentang BUMN sama sekali tidak mengatur tentang tata cara pengadaan barang dan jasa.

“Inilah kesimpangsiuran yang di lakukan PT Pelindo III. Pada proses pelelangan mereka mengacu pada UU 18/1999 tentang jasa konstruksi, dan Keppres 80/2003 tentang pengadaan barang dan jasa. Akan tetapi pada pelaksanaanya mereka mengacu pada Permen 5/2008 tentang BUMN saja,” jelas Sugiharto.

Sugiharto yang juga aktifis Partai Demokrat Jatim ini menjelaskan, Pelindo sebagai BUMN seharusnya menyertakan dan memprioritaskan pihak swasa dalam setiap pelaksanaan lelang pengadaan barang dan jasa konstruksi. Dimana Pelindo jangan hanya berpedoman kepada Permen BUMN saja, terkait tentang tata cara tender.

“Lebih tinggi mana kedudukan secara hirarki Permen 5/2008, dengan UU 18/1999 dan Keppres 80/2003, beserta perubahannya Perpres 54/2010. Pelindo juga harus mengacu pada aturan-aturan lain yang berlaku,” sanggah Sugiharto. (rud)

AMM Setengah Puas Hasil Muswil Muhammadiyah Jatim


Rabu, 13 Okt 2010

Surabaya - Eksponen Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) mengaku setengah puas dengan hasil Musyawarah Wilayah Pimpinan Muhammadiyah Jawa Timur yang telah memutuskan 13 nama.

Menurut perwakilan eksponen AMM Jatim, Sjafroedin Boediman, masuknya dua nama baru dalam kursi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim periode 2010-2015 memberikan kesegaran dari pimpinan sebelumnya.

"Meski hanya dua nama dan tidak mewakili golongan muda, tapi kami setengah puas. Semoga bergabungnya dua tenaga baru bisa membuat PWM Jatim lebih baik dari yang lalu," ujarnya, Rabu.

Dua nama yang masuk dalam jajaran PWM Jatim yakni dr. Sukadiono, yang sebelumnya menjabat Direktur Rumah Sakit Muhammadiyah Surabaya, dan Syaifuddin Zaini, yang sebelumnya Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Surabaya.

Kata Sjafroedin, kendati dalam tatanan nama tidak didominasi wajah baru, diharapkan selama lima tahun ke depan, para pimpinan mengubah Muhammadiyah di mata masyarakat, khususnya dalam hal pencitraan.

"Pencitraan Muhammadiyah Jatim harus diperbaiki. Caranya, di posisi majelis harus ditempati orang-orang yang sesuai bidangnya. Istilahnya, 'the right man in the right place'. Setelah itu, citra Muhammadiyah pelan-pelan diubah menjadi lebih baik," papar mantan Ketua Bidang Sosial Ekonomi DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah tersebut.

Pihaknya juga mengharap, agar dalam jabatan majelis-majelis ke depan, golongan dari kaum muda bisa diberi kesempatan untuk duduk dan ikut serta mengurusi Muhammadiyah selama lima tahun ke depan.

Sementara, saat disinggung sosok Prof. Thohir Luth yang terpilih sebagai Ketua PWM Jatim, pemuda yang juga Sekretaris Umum Partai Matahari Bangsa (PMB) Jatim itu mengaku sempat kaget ketika mengetahuinya.(ant)

Selasa, 12 Oktober 2010

Usulan Raperda Anti Maksiat Macet di Dewan


Bangkalan – Usulan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) 2010 anti maksiat tentang pelarangan pelacuran dan perzinahan saat berhenti dan macet di dewan. Pengurus Cabang Nahdatul Ulama (PCNU) Bangkalan yang mengusulkan perda itu, mendesak kembali agar raperda itu segera dibahas dan disahkan.

“PCNU secara organisasi sebelumnya sudah mengusulkan ke DPRD raperda tersebut, namun sampai saat ini belum ada tanggapan. Kami mohon Raperda pelarangan pelacuran dan perzinahan di perdakan,” kata Ketua PCNU Bangkalan, RKH Fakhrillah Aschall, saat dihubungi, Rabu (7/10) di kantornya.

Dengan didamping jajaran Wakil Ketua dan Wakil Sekretaris PCNU Bangkalan, Kiai Fakhri biasa dipanggil mengatakan, perda tersebut harus segera disahkan. Mengingat saat ini banyak kasus perzinahan di wilayah Kabupaten Bangkalan.

“Kami sudah pernah konsultasi kepada Bapak Bupati Bangkalan, RKH. Fuad Amin Imron. Menurutnya, draf raperda itu sudah disampaikan kepada dewan. Tetapi sampai saat ini draf raperda anti maksiat itu belum pernah dibahas,” ujar Kiai Fakhri yang juga Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) An-nawawiyah, Kecamatan Kwanyar, Bangkalan.

Pihak pemerintah dan dewan pernah berjanji akan membahas raperda tersebut bersama pembahasan 8 raperda lainnya. Dimana usulan pembahasan raperda pernah dikirim oleh PCNU dengan surat nomor 347/PC/A-11/L-35/11/2010.

“Kami terus menunggu, namun sampai saat ini tidak pernah ada pembahasan. Oleh sebab itu kami mendesak segera dibahas dan disahkan,” tegas Fakri.

Ia mengatakan, subtansi yang tertuang dalam raperda, tertulis bahwa para pelaku maksiat dan para pengusaha atau pemilik kafe, serta warung remang-remang penyedia tempat maksiat, akan dikenakan sanksi berupa hukuman penjara.

“Usulan kami, sanksi pidana yang diberikan kepada pelaku atau pemilik adalah hukuman penjara minimal enam bulan,” ucapnya.

Fakhri menjelaskan, unsur pidana yang masuk dalam draf raperda, juga disertai dengan sanksi materiil yang juga harus dibayar. Dimana berupa uang denda senilai Rp50 juta. Sanksi pidana dan denda tersebut. Tidak hanya sebatas sanksi pidana dan denda, tempat yang dijadikan sarana transaksi kemaksiatan, juga harus saat itu juga.

Sementara itu, Munawar Kholil Wakil Ketua DPRD Bangkalan, ketika dihubungi melalui handphone-nya mengatakan, pimpinan dewan dan fraksi-fraksi sebenarnya menyambut positif usulan Raperda itu. Namun, sampai saat ini DPRD masih fokus pada pengesahan 8 raperda lainnya.

“Kami masih konsentrasi pada 8 raperda yang sudah ditetapkan, dimana saat ini menunggu persetujuan Gubernur Jatim. Bahkan, dewan masih membahas evaluasi penetapan PAK APBD 2010,” jawabnya.

Menurutnya, selama usulan itu baik, DPRD secara kelembagaan pasti akan menerima. Terkait semakin banyaknya praktek asusila dan perzinahan, pihaknya akan koordinasi dengan dinas terkait untuk menindaklanjuti.

“Misalnya dengan melakukan operasi pekat,” ujar Munawar Kholil.

GP Ansor Menolak Perda Anti Maksiat

Berbeda dengan PCNU dan ormas-ormas Islam lainnya, Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Bangkalan malah menyatakan menolak usulan raperda tentang pelarangan pelacuran dan perzinahan. Mengingat saat ini aturan penanganan kesusilaan sudah tertuang di Undang-Undang dan KUHP.

“Kami menolak usulan tersebut dan jangan sampai menimbulkan polemik. Nantinya kalau di sahkan perda itu akan bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi,” ujar Syaiful Ismail Wakil Ketua GP Ansor Kabupaten Bangkalan, kemarin.

Menurutnya, yang paling penting dalam memberantas praktek maksiat pelacuran dan kesusilaan adalah dengan optimalisasi lembaga yang sudah ada. Dimana cukup petugas Dinas Sosial dibantu Satpol PP dan Polisi, lebih intensif melalukan razia. Bahkan, kalau perlu tiap minggu dilakukan operasi.

“Kalau sedikit-sedikit di perdakan, maka kita hanya sibuk membahas yang formil saja. Padahal secara subtansi yang paling penting adalah membahas masalah kemiskinan dan pendidikan untuk kemajuan daerah,” sanggah pria lulusan Sarjana Hukum Universitas Trunojoyo ini. (rud)

Senin, 11 Oktober 2010

Opini : Tender Teluk Lamong Diduga Rekayasa?


Baru-baru ini media cetak dan elektronik Jawa Timur diramaikan oleh berita, terkait adanya dugaan praktek monopoli PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III. Dimana Pelindo akan diadukan ke KPK, KPPU dan Kejaksaan Tinggi oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) Jawa Timur, terkait proses lelang pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong.

Berdasarkan data pihak Pelindo yang ada, proyek pembangunan Teluk Lamong paket A dijadwalkan bakal mulai dilaksanakan bulan November 2010. Proyek pembangunan ini ditargetkan selesai pada 2013, baik paket A, B, dan C dan pemenang paket A sudah ditentukan pemenangnya.

Sedangkan untuk pengumuman pemenang tender pembangunan Teluk Lamong paket B dan C itu masih molor. Dimana nantinya Pelindo mengaudit terlebih dahulu secara ketat, agar perusahaan yang memenangkan tender tersebut nantinya tidak bermasalah.
Tahap pertama proyek ini sudah diluncurkan senilai 400 M, yang diikut oleh lima perusahaaan. Diantaranya, PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, PT. Modern Konsorsium (Persero) Tbk, PT Nindya Karya (Persero) Tbk dan pemenangnya adalah PT. Adhi Karya.

Padahal jika kita melihat bersama-sama semua peserta tender mayoritas adalah BUMN. Istilahnya adalah jeruk-makan jeruk, sama seperti yang disampaikan saudara Alyas Sekretaris Umum LPJKD Jatim. Meskipun perusahan-perusahaan tersebut BUMN, juga perusahaan tersebut sudah menjadi perusahaan terbuka dan listing di bursa saham.

Seperti diketahui, PT Pelindo III telah mengalokasikan dana sekitar Rp400 miliar dari total Rp1,6 triliun untuk pembangunan tahap I Pelabuhan Teluk Lamong, Surabaya. Pembangunan pelabuhan dengan fasilitas dermaga multiguna itu mulai dirintis akhir 2009 lalu dan diharapkan selesai 2011 dan beroperasi pada 2012. Dengan kapasitas bongkar muat sebesar 300.000 twenty-foot equivalent units (TEUs).

Proyek pelabuhan Teluk Lamong itu akan terbagi menjadi empat tahap dan dikerjakan secara bertahap. Untuk tahap I akan dibangun jembatan penghubung, tahap II berupa pembangunan jalan menuju dermaga dan lahan penimbunan peti kemas, tahap III pembangunan dermaga, dan tahap IV pembangunan dermaga lanjutan.

Pelindo dalam siaran persnya mengungkapkan, total nilai proyek Rp1,6 triliun dibagi menjadi empat tahap. Tahap I menelan dana Rp400 miliar, tahap II menelan Rp900 miliar, tahap III dan IV menelan Rp300 miliar. “Semua alokasi dana itu berasal dari Pelindo III.

Secara keseluruhan, pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong terdiri atas pembangunan dermaga sandar seluas 1,2 km x 40 m, jembatan penghubung 260 m x 12 m, lahan penimbunan peti kemas 1,2 km x 285 m, jalan menuju dermaga sepanjang 2.800 m, jembatan sepanjang 85 m, dan berbagai infrastruktur penunjang lainnya, seperti lapangan parkir, pintu masuk, dan kantor.

Sementara itu beberapa pihak menilai dan menengarai adanya tindak monopoli yang mengarah pada kartel. Terutama adanya indikasi tindakan menguntungkan untuk pemenangan tender dan pihak tertentu. Bahkan, banyak juga pihak yang memprotes keras, terkait proses tender yang dilakukan Pelindo. Dimana Pelindo menerapkan aturan yang terkesan diskriminatif.

Diantaranya, Pelindo diduga menyalahi aturan Kepres 80 Tahun 2003 atau perubahannya Perpres 54 Tahun 2010. Bahkan, Pelindo diindikasikan melanggar UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, terkait pembangunan Teluk Lamong Bay, Surabaya.

Sesuai keterangan Husen Latief, Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha PT Pelindo III, alokasi total proyek adalah sebesar kurang lebih 1,6 Trilium. Namun, ternyata ada juga dugaan yang mengatakan, bahwa paket-paket yang ada di lingkungan Pelindo tidak pernah diumumkan perencanaannya.

Saat ini proses pelelangan tender pembangunan Teluk Lomong Pelindo III terkesan menghalang-halangai pihak swasta nasional untuk berperan serta dalam proses tersebut. Hal ini tecermin dalam persyaratan yang dibuat Pelindo, tentang rekening dana milik perusahaan tersebut minimal sebesar 10% dari nilai proyek tersimpan di bank selama 3 bulan. Sehingga pada akhirnya, yang bisa mengikuti dan memenangkan tender pembangunan Teluk Lamong paket A hanya BUMN saja. Sementara 10 perusahaan swsta yang ikut gugur dalam proses kualifikasi.

Sementara untuk proses pengumuman pemenang tender pembangunan Teluk Lamong Paket B dan C belum diumumkan. Dimana, perusahaan swasta JO PT Modern Surya Jaya dan PT SAC Nusantara mengikuti proses lelang dan lolos pada proses kualifikasi. Padahal waktu pengumuman pembukaan lelang sama persis dengan paket A.

Dari kelanjutan proses tersebut, Pelindo III saat ini dinilai mencari-cari kesalahan perusahaan swasta tersebut. Supaya panitia lelang bisa menggugurkan rekanan swasta dan yang menang lelang pada paket B dan C, akhirnya adalah BUMN, seperti halnya paket A.

Padahal kalau ini diterapkan, sangat tidak mungkin dan pihak swasta manapun yang mau membiarkan uangnya begitu besar parkir di bank selama 3 bulan. Ini menandakan, Pelindo sudah mempersulit swasta untuk bisa ikut serta dalam pemenangan tender tersebut. Dimana dalam prinsip umum pelelangan tender, penyelenggara tender harus memudahkan persyaratan dan tidak mempersulit, sesuai dengan Kepres 80/2003 tentang pengadaan barang dan jasa.

Hal ini menyalahi Pasal 2 ayat 1 poin d UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang menerangkan bahwa, menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. Tentunya aturan ini dapat digunakan untuk memberdayakan sektor swasta secara kompetitif.

Berdasarkan Kepres 80 tahun 2003 Pasal 14 ayat 3, 6 dan 7, tertuang bahwa setiap panitia/ pejabat pengadaan wajib melakukan paska kualifikasi untuk mengumumkan pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya secara adil, transparan, dan mendorong terciptanya persaingan yang sehat, dengan mengkut sertakan sebanyak-banyak penyedia barang atau jasa.

Selain itu juga yang dilanggar Pelindo adalah Keppres 80 Tahun 2003. Pada BAB I bagian empat tentang kebijakan umum, pasal 4 poin h. menerangkan bahwa setiap pihak penyedia jasa harus mengumumkan secara terbuka rencana pengadaan barang/jasa, kecuali pengadaan barang/jasa yang bersifat rahasia, pada awal setiap pelaksanaan anggaran kepada masyarakat luas. Bahkan ditegaskan pada lamipiran 1 Kepres 80 Tahun 2003 poin A, ayat 1 butir a.2.b, yang menjelaskan serupa.

Yang paling terpenting jika ini sering terjadi, tentu semangatnya sangat bertentangan dengan UU No 5 Tahun 1999 Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Mengingat proyek tender Teluk Lamong tidak memberikan kesempatan sama sekali kepada pihak rekanan lainnya atau bisa dikatakan melakukan praktek kartel.

Seharusnya pihak Pelindo tidak melakukan cara dan praktek seperti ini dan harus melakukan tender sesungguhnya. Dimana proyek tender tersebut tidak hanya sekedar formalitas saja, mengingat proyek menggunakan uang negara yang cukup besar.
Padahal sebagaimana amanat UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat 1 menyebutkan, bahwa keuangan negara dikelola secara tertib, taat peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Mengingat Pelindo ditengarai melakukan praktek monopili, akhirnya banyak pihak yang mengadukan kasus ini ke KPPU. Bahkan, karena.kebijakan Pelindo itu telah menguntungkan beberapa pihak, maka akhirnya Pelindo juga diadukan ke Kejaksaan Tinggi dan KPK. Sebuah ironi ditengah upaya pemerintah memberantas praktek-praktek KKN, malah kejadian ini terindikasi dilakukan oleh Pelindo.

Sementara pihak PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III menegaskan, bahwa pemenangan tender pembangunan Teluk Lamong sudah sesuai aturan dan tidak menyalahi undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti-Monopoli).

Pernyataan ini diungkapkan menyusul rencana LPJKD Jawa Timur untuk melayangkan surat somasi kepada Pelindo dan laporan pelanggaran kepada KPK terkait proses tender pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong atau Lamong Bay Surabaya.

Dijelaskan Pelindo, bahwa proyek Teluk Lamong tahap I dibiayai sendiri oleh Pelindo III, sebagai tuntutan guna memenuhi kesiapan pelabuhan dalam menghadapi pertumbuhan atau kenaikan arus barang dan petikemas di Tanjung Perak.

Dan untuk tujuan tersebut, Pelindo melakukan proses pelelangan secara terbuka mengacu pada Peraturan Menteri Negara BUMN No PER-05/MBU/2008, tanggal 3 September 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara, dan Implementasinya berdasarkan peraturan Direksi PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) nomor : PER.33/LG.0201/P.III-2009 tanggal 1 Oktober 2009 tentang Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan PT Pelabuhan Indonesia III (Persero).

Berdasarkan hasil seleksi prakualifikasi telah diumumkan peserta yang selanjutnya bisa mengikuti pelelangan sesuai hasil penelitan administrasi yang mendalam. Setelah diumumkan, tidak ada satu pun sanggahan yang masuk ke panitia lelang, sehingga panitia melanjutkan proses berikutnya.

Hal ini menurut pihak Pelindo sudah sesuai dengan PER.33/LG.0201/P.III-2009, pada Bab III, Pasal 6 item (j) tentang Sanggahan Hasil Prakualifikasi yang berbunyi Peserta prakualifikasi yang keberatan atas penetapan hasil kualifikasi dapat mengajukan sanggahan secara tertulis selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengumuman hasil prakualifikasi.

Menurut Hierarki Hukum dan Perundang - undangan yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Hal ini akan menimbulkan kerancuan dan kesimpangsiuran bagi masyarakat jasa konstruksi dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa khususnya bidang konstruksi.

Hemat kami, sesuai dengan penjelasan pasal 5 huruf c Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 yang dimaksud dengan azas “ Kesesuaian antara jenis dan materi muatan “ adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya.

Seperti apakah kelanjutan proses kasus ini? Tentu semua berpulang pada proses laporan yang dilakukan oleh berbagai pihak, terutama LPJKD Jawa Timur. Diharapkan KPPU mampu memangil semua pihak terkait, agar tuduhan dan somasi adanya dugaan pelanggaran pada proses lelang Teluk Lamong bisa menemukan penyelesaian.

Sedangkan untuk KPK juga diharapkan bisa menindaklanjuti laporan tersebut, agar semua praktek-praktek pelanggaran dan monopoli serta dugaan menguntungkan beberapa pihak saja, tidak terjadi lagi.

Mengenai adanya perdebatan pijakan hukum dalam pelaksanaan proses lelang Teluk Lamong. Diharapkan, perbedaan presepsi aturan dan UU tersebut bisa diselesaikan melalui judicial review melalui Mahkamah Konstitusi. (Syafrudin Budiman, SIP)

Kamis, 07 Oktober 2010

KADIN : Kinerja Minim BPWS Diminta Mundur


Bangkalan – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Bangkalan meminta pejabat dan Ketua Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura (BPWS) mengundurkan diri. Mengingat selama ini kinerja BPWS masih dinilai minim dan juga dianggap stagnan. Serta tidak memiliki visi yang jelas dalam mengelola pembangunan di Madura.

Berdasarkan Evaluasi Kadin Bangkalan, BPWS belum mampu melakukan gebrakan nyata. Dimana BPWS dibayar oleh negara untuk melakukan percepatan industrialisasi. Namun sampai saat ini BPWS belum melakukan apa-apa.

Statemen keras ini dilontarkan Ir. Mondir A Rofii Ketua Umum Kadin Kabupaten Bangkalan, Selasa (5/10), saat di wawancarai di kantornya Jl. Hoscokroaminto, Bangkalan.

“BPWS tugasnya adalah menjual Madura kepada investor agar tertarik menamamkan investasinya. Saya pikir kalau pejabat BPWS tidak mampu mundur saja, biar diganti yang lainnya,” kata Lora Mondir biasa dipanggil sehari-hari.

Mondir mengatakan, BPWS harus membantu empat pemerintah Kabupaten. Misalnya, dalam melakukan komunikasi dan lobi pada pemerintah pusat. Kalau pemerintah kabupaten ada hambatan, BPWS tentunya memfasilitasi mengkoordinasikan keinginan daerah.

“Saya kaget BPWS kok malah membikin masjid dan res area. Terlalu mahal kalau menggaji pejabat BPWS kalau hanya bikin masjid. Selama ini pemerintah pusat ngak tepat saja memilih orang,” ujar Ketua LSM Madura Mandiri ini.

Ketua Dewan Pendidikan Bangkalan ini menerangkan, seharusnya BPWS sudah memiliki visi-misi yang jelas. Dimana tata ruang RT/RW antara Surabaya dan Madura harus sudah ada gambaran sinergitasnya.

“Harus ada konsep RT/RW terpadu yang jelas yang menjadi pijakan empat kabupaten di Madura dan Surabaya agar sinergis. Namun sampai saat ini tidak ada komunikasi dengan pemerintah kabupaten,” terang Lora Mondir.

Bahkan menurutnya, pembangunan infrastruktur di socah dengan BPWS tidak ada koordinasi yang kongkrit. Padahal BPWS mempunyai kewajiban mengkordinasikan setiap program percepatan pembangunan Madura.

“Kalau selama ini BPWS beralasan belum ada anggaran, hal itu terlalu sempit. Padahal BPWS sudah ada tugas, pokok dan fungsinya serta ada perencanaannya. Ini yang menjadi bukti bahwa kinerja BPWS dinilai minim,” jelas Mondir yang pengusaha muda ini.

Sementara itu, Sjobirin Hasan, SE, MM, Direktur Utama PT. General Production Bangkalan mendukung langkah kadin mengkritisi lemahnya kinerja BPWS. Ia sebagai pelaku usaha mengatakan, BPWS mempunyai tugas dan fungsi kelembagaan. Dimana BPWS seharusnya melakukan sinkronisasi bersama antara pemerintah pusat, pemerintah propinsi, empat kabupaten di Madura dan Kota Surabaya.

“Saat ini tugas-tugas itu dirasa formalitas saja. Sedangkan pada pelaksanaannya BPWS memang belum melakukan tindakan apa-apa,” imbuh Sjobirin Hasan yang lulusan Magister Manejemen UGM ini.

Ia juga menambahkan, bahwa tugas BPWS diamanatkan Presiden untuk melakukan sinkronisasi rencana induk departemen-departemen seperti Perindustrian, Pekerjaan Umum, dan Perhubungan dengan rencana provinsi dan lima kabupaten/kota. Terutama dalam pengembangan percepatan kawasan Suramadu.

“BPWS memang hanyalah sebagai koordinator dan fasilitator. Tetapi kita lihat hari ini bergerak lambat dan tidak terlihat nyata,” pungkas Sjobirin.

Sementara itu Eddy Purwanto Ketua BPWS belum bisa dihubungi. Namun dalam rilis-nya di www.suramadu.com, Rabu (6/10), ia mengatakan, bahwa dalam jangka pendek BPWS akan melakukan dua hal. Dinataranya, pemasangan pagar di sepanjang jalan akses menuju Jembatan Suramadu sisi Madura dan pembangunan jembatan penyeberangan di jalan akses sisi Surabaya.

“Pemasangan pagar di jalan akses sisi Madura harus segera dilakukan agar bahu jalan tidak dipenuhi oleh pedagang kali lima. Kami juga akan membangun jembatan penyeberangan di sisi Surabaya, karena saat ini baru satu jembatan penyeberangan,” ucapnya.

Menurut Eddy, proses sinkronisasi pengembangan kawasan Suramadu merupakan program jangka panjang. Namun, pelaksanaan baik program jangka pendek maupun jangka panjang saat ini terlaksana karena BPWS belum mendapatkan dana.

”Sebelumnya, kami telah mengajukan anggaran ke menteri keuangan selaku Ketua Dewan Pengarah BPWS. Pengusulan memang butuh waktu karena harus menyesuaikan dengan tahun penetapan anggaran,” pungkas Eddy. (rud/*) 

Anggota DPRD Bangkalan Masih Berkurang Satu


Bangkalan – Akibat masih menggantungnya pergantian antar waktu (PAW), KH. R. Abdul Kholik Amin yang telah meninggal dunia. Kursi anggota DPRD Kabupaten Bangkalan masih berkurang satu dari 45 kursi yang ada.

Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Bangkalan sampai saat ini belum bisa melakukan PAW, mengingat belum ada pengajuan dari Dewan Pimpinan Cabang Partai Kebangkitan Bangsa (DPC PKB) Bangkalan. Hal itu dikatakan Fauzan Jakfar. S. Ag, M.Ag, Ketua KPUD Bangkalan, Selasa (5/10) saat ditemui di kantornya.

Fauzan Jakfar mengatakan, sampai saat ini KPUD Bangkalan belum menerima permohonan atau pengajuan PAW. Baik dari DPC PKB Bangkalan maupun dari Pimpinan DPRD terkait pergantian Kholik Amin (Alm) yang juga adik Bupati Bangkalan itu.

”Kami tidak bisa memproses PAW, mengingat dari partai belum ada kabar sama sekali. Pada dasarnya, KPUD akan memproses jika sudah ada surat dari partai atau pimpinan DPRD Bangkalan,” terang Fauzan yang juga Sekretaris PSSI Bangkalan.

Menurutnya, peraturan dan tata cara mekanisme PAW anggota DPRD, sampai sekarang belum ada acuan yang jelas dari KPU pusat. Untuk sementara waktu pihaknya masih berpedoman pada pada undang-undang No. 27 tahun 2010 tentang susunan dan struktur MPR, DPR, dan DPD. Dimana, dijelaskan bahwa anggota DPRD hanya bisa diganti dengan alasan meninggal dunia, berhalangan tetap atau diberhentikan partai.

”Sesuai aturan yang ada, yang berhak menjadi pengganti PAW adalah suara terbanyak kedua di dapil yang sama dan partai yang sama. Kalau diganti yang lainnya sampai saat ini belum ada aturannya,” jelas Fauzan.

Selain itu KPUD juga yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 16 tahun 2010 tentang pedoman penyusunan peraturan tata tertib DPRD, Pasal 107, ayat 1 sampai 7. Dimana disebutkan bahwa, PAW harus disampaikan partai kepada DPRD.

”Selanjutnya DPRD mengajukan surat permohonan PAW kepada Gubernur dengan tembusan KPUD. Setelah itu, baru KPUD memproses persyaratan PAW, apakah sesuai aturan dan mekanisme yang ada,” tambah Alumni Stain Malang ini.

Sementara itu, Ir. Mondir A. Rofii, Wakil Ketua DPC PKB mengatakan, sampai saat ini proses PAW Kholik Amin (Alm), masih menunggu mekanisme partai. Dimana, DPC PKB akan membahas secara detail siapakah yang layak menjadi pengganti.

”Proses PAW masih menunggu keputusan rapat pleno partai. Pastinya akan kita akan ajukan kader terbaik partai,” kata Mondir yang juga Ketua LSM Madura Mandiri.

Menurutnya, calon pengganti PAW tentu harus memiliki loyalitas tinggi kepada partai. Selain itu juga harus memiliki kapasitas dan mumpuni sebagai anggota DPRD Bangkalan.

”Loyalitas dan kapasitas sumber daya manusia (SDM) bagi PKB. Kita tunggu saja, siapa yang layak menjadi pengganti Abdul Kholik Amin (Alm),” tegas Mondir. (rud)

Selasa, 05 Oktober 2010

Hutang PDAM Bangkalan Masih Menumpuk


Bangkalan – BUMD Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Sumber Pocong Bangkalan saat ini masih terjebak hutang berkepanjangan kepada pemerintah sebesar 2,4 miliar. Diharapkan hutang tersebut, bisa terbayar sesuai restrukturisasi utang peraturan menteri keuangan (Permenkeu).

Hal ini disampaikan, Mochdor, S. Si, Sekretaris Komisi B (Bidang Perekonomian dan Keuangan) DPRD Kabupaten Bangkalan, Selasa (28/9).

”Sesuai permenkeu, hutang PDAM memang dibayar dengan dcicil setiap tahunnya. Hutang itu sudah ada sejak tahun 90-an,” ujar Mochdor.

Kader Partai Demokrat Bangkalan ini mengatakan, PDAM untuk mengembangkan distribusi air kepada masyarakat secara menyeluruh. Misalnya, dengan membentuk jalur sambungan baru.

”Dengan sambungan baru PDAM diharapkan memberikan pelayanan yang lebih luas lagi,” ucap Mochdor.

Menurut Mochdor, pihaknya mendesak PDAM memperketat pengawasan kebocoran air, agar bisa melakukan efisensi dan memberikan pelayanan yang baik.

Selain itu, PDAM juga perlu melakukan inovasi dalam ekstensifikasi pemasaran. Mengingat di Bangkalan masih banyak debit air yang sampai saat belum terpakai. Misalnya, lokasi air sumber pocong yang debitnya sangat tinggi.

”Disana debit airnya cukup tinggi. Harus dioptimalisasi agar airnya bisa dialiri kepada masyarakat, terutamab yang belum tersambung PDAM,” terang Mochdor.

Sementara ini, perusahaan BUMD PDAM sudah membayar utang senilai Rp295 juta pada bulan April 2010. Selanjutnya PDAM Bangkalan melakukan pembayaran lagi kepada pemerintah sebesar Rp275 juta pada bulan September 2010 ini.

”Kami optimis, hutang PDAM Sumber Pocong Bangkalan bisa lunas,” kata H Sudarmawan, membenarkan hal tersebut.

Ia mengatakan, utang PDAM sebesar 2,4 milliar itu ada sejak tahun 90 an. Namun, jika dilihat kondisi PDAM sekarang, pihaknya optimis utang itu bisa terbayarkan.

”Saat ini PDAM Bangkalan sudah melakukan penyambungan pipa baru bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah,” ujar pria yang biasa dipanggil Wawan ini.

Pihaknya, menargetkan seribu pelanggan baru dalam program tersebut. Selain itu, PDAM juga telah menaikkan tarif baru bagi pelanggannya. Secara otomatis pemasukan dari pelanggan, akan meningkat, sehingga diprediksi akan bisa membayar utang. (rud) 

Pemuda Muhammadiyah Desak Raperda Anti Maksiat


Bangkalan – Eksponen Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Bangkalan mendesak pemerintah dan DPRD Bangkalan untuk membuat rancangan peraturan daerah (Raperda) anti maksiat. Dimana raperda itu, untuk mencegah semakin semaraknya pelacuran dan perzinahan.

“Saat ini pelacuran dan perzinahan banyak terjadi di daerah Kabupaten Bangkalan dan bahkan pada titik mengerikan. Karena itu, kami mendesak pemerintah dan dewan membuat perda anti maksiat,” kata Moh. Rusnan, S.Pd, Aktivis Pemuda Muhammadiyah Bangkalan, Senin (4/10).

Perda ini, menurut Rusnan, nantinya dipakai untuk mencegah permasalahan semaraknya praktek asusila. Sebagai aktivis pemuda muslim di Bangkalan, Angkatan Muda Muhammadiyah, selalu akan merespon dibentuknya raperda anti maksiat ke dewan.

“Madura adalah serambinya umat muslim di Indonesia, mengingat peduduknya 99 % adalah muslim. Untuk itu pemerintah diharapkan ikut turun tangan mencegah banyaknya kasus asusila yang makin meresahkan,” terang Sekretaris PD PMB Bangkalan ini.

Dikatakan oleh Rusnan, AMM menyerukan kepada semua pihak untuk mendukung agar pemerintah dan dewan membuat perda anti maksiat tersebut. Mengingat, saat ini makin marak wanita penghibur dengan berdirinya kafe remang-remang.

“Tempat ini menjadi titik terjadinya transaksi maksiat ini. Bahkan, saat ini kos-kosan juga sering berubah fungsi menjadi tempat mesum,” tegas Rusnan.

Selain itu menurutnya, banyak tempat-tempat wisata yang juga dijadikan tempat pelacuran. Fakta ini tidak bisa dihindari, namun harus dicegah. Apalagi saat ini semakin pesat pusat informasi media untuk melakukan transaksi seksual.

“Bangkalan sudah seperti Surabaya dimana arus informasi dan transportasi sudah begitu cepat. Jangan sampai efek ini berimbas pada Bangkalan,” ucapnya.

Menurutnya, kita semua harus mencegah semakin banyaknya pelacuran yang tentu nantinya akan membawa petaka. Apalagi nantinya akan menyebarkan penyakit menular mematikan HIV/AIDS. (rud)

Senin, 04 Oktober 2010

Sistem Lelang Online Masih Bermasalah


Surabaya – Menyikapi permasalahan lelang online, Arif Surya, SE Sekretaris Umum Forjasi Jawa Timur menyatakan, sistem lelang online oleh LPSE Pemprop Jatim, diduga telah melanggar Undang – Undang No.11 TH.2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Terutama pasal 19 yang menjelaskan, para pelaku transaksi elektronik harus menggunakan sistem elektronik yang disepakati.

“Sejak awal pengadaan sistem online, para rekanan tidak tahu seperti apa sistem (software) yang diterapkan, level SDM operatornya seperti apa, specifikasi perangkatnya (hardware) bagaimana, security system terkait kerahasiaan data penawaran seperti apa, kami tidak pernah tahu,” tegas Ketua Umum Gakindo Jatim ini, (30/9)

Faktanya, menurut Arif Surya, proses dan hasil lelang online LPSE itu selalu bermasalah dan banyak kelemahan. Misalnya, sering terjadi kegagalan proses up load penawaran pada semua paket lelang, penawaran tidak sesuai syarat (underpriced bid) yang masih sering terakomodir, penanggung-jawab dari system online itu sendiri tidak jelas dan security system terkait kerahasiaan data penawaran juga tidak jelas.

“Pendek kata, semua porses penyelenggaraan lelang online di LPSE, atau juga di Pemprop Jatim, tidak jelas dan tak professional. Bahkan penanggung-jawabnya diserahkan kepada pihak ketiga. Saat diprotes, biasanya mereka saling lempar tanggung-jawab,” kata pria kelahiran Bojonegoro ini.

Arif Surya mengatakan, ketidak-jelasan system lelang online itu bisa jadi disengaja oleh pelaksana dan penanggungjawab lelang, sebagai bagian dari upaya mengamankan kepentingannya dalam menentukan pemenang lelang.

“Kami ini bukan tidak tahu, juga tidak anti lelang online, dan kami juga tidak gaptek. Jangan lupa bahwa praktek tidak jelas pada lelang online seperti itu bisa dipidana sesuai UU No.31/1999 dan UU No.11/2008,” katanya.

Menurut Arif Surya, Forjasi sudah pernah bersikap tegas dengan mempersoalkan secara hukum setiap kejanggalan dan kelemahan yang terjadi pada pelelangan proyek secara online. “Maka itu sebaiknya segera benahi sistem lelang online yang ada, sebelum terjadi persoalan hukum dikemudian hari,” tegas Arif.

Paling tidak, kata Arif Surya adalah menyamakan persepsi (menyepakati) antara LPSE Pemprop Jatim dengan rekanan – tentang sistem online yang akan diterapkan. Mulai dari hardware, software, SDM operatornya, security system-nya, pengawasan lelang, dan aturan lain transaksi online sesuai UU No.11/2008 pasal 19.

“Pengadaan system-nya juga harusnya melalui tender,” tambahnya.(rud/*)