Minggu, 17 April 2011

Achsanul : Pemda dapat pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan

Pamekasan - Pemerintah Daerah akan mendapatkan pengalihan Pajak Bumi dan Bangungan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2), serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dimana pajak tersebut bisa menjadi masukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk kesejahteraan masyarakat.

Informasi ini disampaikan, Achsanul Qosasi, Anggota DPR RI Dapil XI Madura, Jawa Timur saat melakukan sosialisasi pengalihan PBB-P2 dan BPHTB, Rabu (14/04) di Pendopo Ronggosukowati, Pamekasan. Kegiatan ini adalah program Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan Republik Indonesia.

Anggota Fraksi Partai Demokrat (FPD) ini mengatakan, dengan adanya sosialisasi ini diharapkan terjadi perbaikan dalam reformasi keuangan. Pemerintah Daerah nantinya akan banyak menerima sumber dari segi pengelolaan dan pemungutan pajak.

“Otonomi atau desentralisasi keuangan benar-benar menjadi kenyataan untuk kemakmuran rakyat di daerah,” kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI ini.

Menurut Achsanul juga diharapkan program pengalihan PBB-P2 dan BPHTB bisa membuat lebih efektif dan efisien dalam manajemen pengelolaan keuangan pajak. Sehingga sistem pengawasan akan lebih baik dan pertanggung jawabannya akan lebih jelas.

“Tentu ini akan mengurangi terjadinya kebocoran, mengingat hasil sumber pajak langsung di terima daerah. Rakyat bisa mengontrol secara langsung nantinya,” terang pria kelahiran Sumenep, Madura ini.

Kata Achsanul, ada lima pilar untuk membangun pemerintah yang kuat. Diantaranya, ekskutif, legeslatif, yudikatif, media dan kelompok masyarakat (civil society). Jika semua bergerak sebagaimana fungsinya masing-masing tentu Negara kita akan kuat.

“Kelima pilar tersebut harus bisa kerjasama dan saling menguatkan. Jangan sampai malah terjadi saling melemahkan,” pungkas Achsanul.

Achsanul menambahkan, pengembalian pajak pusat ke daerah ini Pemerintah Daerah diharapkan pengelolaan keuangan dikembalikan kembali ke desa dan kecamatan. Agar pembangunan infrastruktur di desa bisa lebih berkembang dan roda perekonomian bisa berjalan maksimal.

“Penerapan UU Nomor 28 tahun 2009, tentang pajak yang dikembalikan kepada daerah untuk kesejahteraan masyarakatnya, terutama yang berada di desa dan kecamatan,” tegas Achsanul yang juga pengurus pusat PSSI. (rud)

Rabu, 06 April 2011

DPR Panggil BI dan Citibank Terkait Premanisme

Jakarta – Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akan memanggil pihak Bank Indonesia (BI) dan Citibank, terkait kasus meninggalnya nasabah yang diduga disiksa oleh debt collector kartu kredit.

Rencananya pihak terkait akan dipanggil untuk penuntasan kasus tersebut, untuk mengetahui cara penanganan kredit macet dalam sistem Perbankan Indonesia.

Hal ini disampaikan Achsanul Qosasi, Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI saat dihubungi melalui telepon selulernya di Jakarta, Senin (04/04).

“Cara-cara premanisme harus segera dihentikan. BI harus segera mengeluarkan edaran yang berpihak kepada nasabah,” ujar Achsanul biasa kolega dekat memanggilnya.

Menurutnya, apabila ada nasabah “nakal”, itu sudah diatur dalam UU. Jangan pernah mengajak preman dalam sistem perbankan kita. Mengingat hal tersebut akan merusak sistem investasi dan menjatuhkan citra dunia usaha.

Kata anggota Fraksi Partai Demokrat berharap kedepan, bentuk non performing asset sales atau penjualan kredit macet perbankan kepada pihak lain harus diatur.

Bank tidak bisa menjual kreditnya tanpa persetujuan nasabah. Mengingat perjanjian kredit (PK)-nya hanya ditandatangani oleh nasabah dan pihak bank yang bersangkutan. Tentunya tidak diperkenankan melibatkan pihak lain.

“Macetnya suatu kredit seringkali bukan semata mata kesalahan nasabah, tetapi juga bank berperan di dalamnya,” pungkas Wakil Rakyat dari Madura ini.

Achsanul mengatakan, masih banyak langkah langkah penyelesaian yang dapat diambil oleh pihak bank. Misalnya, Reconditioning (Perubahan Persyaratan), Rescheduling (Penjadualan ulang), Restucturing (perubahan struktur kredit), Injection (Penambahan Plafond) dan lainnya.

Menurutnya, langkah-langkah tersebut, harus dilakukan oleh pihak perbankan dan merupakan kewajiban bank dalam membina nasabahnya. Namun, terkadang pihak bank seringkali mengambil jalan pintas dengan eksekusi dan menyerahkan kepada pihak lain dengan penagihan secara premanisme.

“Sering kali nasabah ditakut takuti, diancam, diganggu, diteror atau dengan cara cara lain yang membuat nasabah takut dan malu. Celakanya cara-cara ini banyak dilakukan oleh Bank Asing,” terang Achsanul dengan nada kesal.

Kata Achsanul, Bank Asing telah banyak sekali mengeruk keuntungan dari nasabah-nasabah dan memancing dengan “janji janji manis.” Sehingga akhirnya banyak rakyat kita terjerat dalam perangkat jebakan ekonomi yang tiada berujung. Denda dibesarkan, biaya-biaya aneh dikemas dalam bentuk fee dan penalty.

“Praktek seperti tak bisa diteruskan lagi, untuk itu kami akan memanggil pihak terkait untuk mengevaluasi semuanya,” tandas Bendahara PSSI ini.

Seperti diketahui, Sekjen Partai Pemersatu Bangsa (PPB) Irzen Octa (50) tewas saat memroses penagihan kredit ke Citibank. Korban pada Selasa (29/3) pagi mendatangi kantor Citibank untuk melunasi tagihan kartu kreditnya yang membengkak.

Menurut korban, tagihan kartu kredit Rp 48 juta. Namun pihak bank menyatakan tagihan kartu kreditnya mencapai Rp 100 juta. Disana, korban kemudian dibawa ke satu ruangan dan ditanya-tanya oleh 3 tersangka. Usai bertemu 3 tersangka, korban kemudian tewas. (rud)