Rabu, 30 September 2009
Jelang Pilbup Sumenep 2010-2015 Dua Kutub Politik PKB Akan Bertarung Kembali
Oleh : Syafrudin Budiman, SIP
Pemerhati Sosial Politik dan Media
Sebentar lagi genderang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati (Pilbup) Sumenep akan segera ditabuh. Tepatnya akan berlangsung 20 Juni 2010. Para pemain harus siap berlaga diajang demokrasi lima tahunan ini. Sedangkan penonton harus menyiapkan diri melihat tontotan yang akan berlangsung. Tinggal menunggu siapakah kesatria sejati yang akan menjadi pemenang.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sumenep adalah partai pemenang sejati dalam tiga kali pemilu legeslatif. Terbukti tahun 1999 menjadi pemenang dengan memperoleh 25 kursi dan tahun 2004 tetap menjadi pemenang dengan 20 kursi. Sedangngkan pada pemilu legeslatif tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 11 kursi. Walau mengalami penurunan tajam. PKB Sumenep tetaplah sebagai pemenang dan berhak dengan jabatan Ketua DPRD Sumenep untuk ketiga kalinya.
Kemanakah langkah jawara pemilu tiga kali ini menentukan pilihan calon bupati (cabup) dan calon wakil bupati (cawabup) Sumenep ini kedepan? Jika melihat perjalanan PKB Sumenep sangatlah menarik disimak. Mengingat pada pemilu legeslatif 1999 KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Deklarator/Ketua Dewan Syuro DPP PKB terpilih Menjadi Presiden RI ke 4 di era reformasi.
Pada tahun 1999 Bupati dan Wakil Bupati dipilih lewat parlemen dalam mekanisme forum paripurna. Tentunya dengan mudah jabatan eksekutif dan legeslatif bisa diraih. KH A. Busro Karim terpilih menjadi Ketua DPRD Sumenep dan KH. Ramdlan Siradj menjadi Bupati Sumenep menggatikan Bupati sisa zaman orde baru, Soekarno Marsaid yang lahir dari kalangan militer.
Waktu itu Undang-Undang tentang Pemerintahan Dearah yang menyangkut Pilkada langsung belum ada belum diatur. Momen inilah yang menjadi puncak kekuatan dan kekuasaan PKB Sumenep. Dimana dengan suara mayoritas 25 kursi kekuasan PKB dalam pemerintahan menjadi kuat. Selang lima tahun pasca pemilu 2004 PKB Sumenep tetaplah partai yang kuat.
Walaupun mengalami penurunan sedikit kursi menjadi 20 kursi. PKB Sumenep tetap menghantarkan KH Busro Karim menjadi Ketua DPRD Sumenep untuk kedua kalinya. Mengingat waktu itu ada sedikit konflik di DPW PKB Jawa Timur yang berimbas ke PKB Sumenep. Dimana KH. Fawaid As’ad Ketua Dewan Syuro DPW PKB Jatim keluar dan bedol deso menyeberang ke PPP. Terbukti PPP Sumenep yang sebelumnya 1999 mendapatkan 3 kursi, melonjak menjadi 7 kursi pada 2004.
Namun waktu terus berbicara lain, selang memasuki 2005 jelang pemilihan bupati dan wakil bupati periode 2005-2010. PKB Sumenep mengalami konflik kepentingan mendasar, antara kubu KH. Ramdlan Siradj (Bupati Sumenep) dan KH. Busro Karim (Ketua DPRD Sumenep). Konvensi dan penjaringan kandidat cabup dan cawabup PKB Sumenep melahirkah dua kutub bersebrangan.
Dimana keputusan hasil pleno DPC PKB Sumenep merekomendasikan KH. Busro Karim dan KH. Tsabit Khasien (mantan anggota DPR RI PKB) kepada DPP PKB. Saat itu posisi KH. Ramdlan Siradj menduduki peringkat ke tiga dalam penjaringan. Setelah rekomendasi diterima, DPP PKB menetapkan dan memutuskan KH. Busro Karim sebagai cabup dan berpasangan dengan Moch Romli sebagai cawabup.
Kubu KH. Ramdlan Siradj memiliki modal incumbent dan elektabilitas yang tinggi. Mengingat waktu itu KH. Ramdlan sangat populer di kalangan masyarakat perdesaan dan pondok pesantren. Kampanye lima tahun sejak menjabat 2000 menjadi sangat penting berpengaruh pada popularitas dan kemenangan.
Hal ini tidak di tangkap oleh DPP PKB, bahwa memang KH. Ramdlan Siradj lebih berpeluang menang. Seharusnya PKB Sumenep lebih objektif dan salah satu kubu harus mengalah, jika menginginkan sebuah kemenangan. Akhirnya lewat komunikasi yang singkat Tim Sukses KH. Ramdlan Siradj langsung melamar lewat PPP-PPNUI Sumenep. Tanpa tendeng aling-aling pihak PPP-PPNUI langsung menerima KH. Ramdlan Siradj sebagai cabup dan berpasangan dengan Moh. Dahlan sebagai cawabup.
Sejarah terbukti benar pasangan KH. Ramdlan Siradj dan Moh Dahlan mampu memenangi pertarungan. Tepat 20 juni 2005 empat kandidat lainnya mampu dikalahkan KH. Ramdlan Siradj. Termasuk saudaranya sesama kader PKB, KH Busro Karim-Moch Romli yang diberangkatkan PKB.
Selain itu juga, ia mampu mengalahkan KH M. Afif Hasan-Malik Effendi (PAN, PDIP dan PKS), KH Abdul Muiz Ali Wafa-Siti Aisyah (Koalisi Rakyat Bersatu-gabungan partai gurem seperti PBR, PKPB, PPIB, Partai Pelopor, PSI dan PNI Marhaen) dan Abdul Madjid Tawil-KH Abdul Wakir Abdullah (Gokar dan PKPI).
Berdasarkan hasil rekapitulasi perhitungan surat suara dari hasil pencoblosan. Suara sah mencapai 562.514 suara dan suara tidak sah sebanyak 19 .327 suara. Dari hasil rekapitulasi akhir berhasil meraup suara tertinggi yakni kandidat nomer 3 pasangan KH. Moh. Ramdlan-Moch Dahlan. Pasangan Kiai-Birokrat ini memperoleh suara 247.939 suara, diikuti pasangan Abuya Busyro Karim-Mohammad Ramli sebanyak 115.927 suara.
Sedangkan di posisi 3 pasangan Majid Tawil-Wakir Abdullah dengan perolehan suara 92.711 suara. Sementara pasangan Mu’is Aliwafa-Siti Aisyah berada di posisi 4 yang disusul pasangan Afif hasan-Malik Effendi di posisi terakhir.
Berdasarkan surat keputusan (SK) Menteri dalam Negeri (Mendagri) M Ma'ruf, No 131/35/790/2005 tertanggal 19 Agustus 2005. Gubernur Jawa Timur (Jatim), Imam Utomo melantik Bupati Kabupaten Sumenep terpilih KH Mohamad Ramdlan SE MM.
Pada pelantikan yang berlangsung di Pendopo Agung Kabupaten Sumenep, sekaligus pula dilantik Wakil Bupati Kabupaten Sumenep terpilih Drs H Mohamad Dahlan, dengan berdasar pada SK Mendagri No 132/35/791/2005, tertanggal 19 Agustus 2005.
Terpilihnya KH. Ramdlan Siradj yang kedua kalinya tentunya harus menjadi pelajaran PKB Sumenep kedepan. Soliditas organisasi dan sinergi antar elit PKB sangat menentukan arah kemenangan. Hasil PKB Sumenep pada pemilu legeslatif 2009 tidak terlalu memuaskan dengan 11 kursi. Mengingat PKNU bisa mencuri 4 kursi dan partai-partai baru yang sedang menjamur lumayan menguras kantong-kantong PKB.
Walaupun PKB Sumenep tetap bisa mencalonkan figurnya dan memenuhi persyaratan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Diharapkan dalam melangkah haruslah selektif dan belajar memperbaiki kelemahan masa lalu. Pemilu legeslatif adalah pengalaman paling logis dan strategis sebagai acuan dasar pada Pilkada nantinya.
Arah Politik PKB dan NU Sumenep Kedepan
Jika sebelumnya terjadi polarisasi dua kutub kekuatan di PKB, antara KH. Ramdlan Siradj dan KH. Busro Karim. Polarisasi dua kutub tersebut nampaknya akan tetap muncul dan mungkin tetap akan terjadi. Terlihat hal tersebut membuktikan adanya persaingan di pemilu legeslatif 2009 Daerah Pemilihan XI Madura (Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep).
PKB Sumenep mengusung dua kader terbaiknya menjadi calon anggota legeslatif DPR RI. Diantaranya KH. Ilyasi Siradj (Mantan anggota DPR RI/adik kandung KH Ramdlan Siradj) dan KH. Unais Ali Hisyam (Ketua DPC PKB Sumenep 2008-2013). Keduanya terlihat bersaing mewakili dua kutub yang berbeda.
Namun kali ini kemenangan ada di tangan KH. Unais Ali Hisyam dengan hasil suara sebesar 48.581. Sedangkan KH. Ilyasi Siradj memperoleh suara sebesar 36.337 dari empat kabupaten yang ada. Sementara khusus suara di Kabupaten Sumenep keduanya tercatat sebagai pemenang dan mendapatkan dukungan kuat. KH. Unais Ali Hisyam memperoleh 31.606 suara dan KH. Ilyasi Siradj meraih 30.819 suara.
Dengan terpilihnya legeslator KH. Unais Ali Hisyam, yang akan dilantik 1 Oktober 2009. Maka dirinya akan berkonsentrasi di DPR RI. Ia akan boyongan ke DPR RI setelah dua kali periode terpilih menjadi anggota DPRD Kabupten Sumenep. Ini akan menjadi faktor psikologis sehingga kemungkinan kuat dirinya tidak akan mencalonkan diri sebagai cabup 2010-2015. Karena dirinya akan berkonsentrasi menjadi anggota DPR RI mewakili PKB dan masyarakat Sumenep.
Berdasarkan informasi yang beredar di media cetak dan elektronik telah muncul nama-nama kadidat dari PKB dan NU. Diantaranya, KH. Ilyasi Siradj (mantan anggota DPR RI), KH. Busro Karim (Mantan Ketua DPC PKB/Ketua DPRD Sumenep) dan KH. Unais Ali Hisyam (Ketua DPC PKB Sumenep). Selanjutnya dari kalangan NU KH. Warist Ilyas (PP Annuqayah dan Ketua DPC PPP), KH Taufiqurrahman (Wakil Ketua Dewan Syuro PCNU Sumenep) KH. Abdullah Cholil (Ketua PCNU Sumenep).
Sementara dari Kalangan NU Non Kiai H. Sugianto (Pengusaha Real Estate/Ketua Lembaga Perekonomian NU Sumenep) dan Sungkono Sidik (Kepala Bappeda Sumenep/Dekat dengan kalangan NU). Adapun dari kalangan muda NU diantaranya, KH. Abdul Muiz (Mantan Wakil Bupati Sumenep), H. Hasan Basri (Wakil Ketua PCNU Sumenep), Hj. Dewi Kholifah (Muslimat) dan Husni Idris (Kalangan Muda NU).
Selanjtnya sangat terbuka untuk kalangan umum maju lewat bendera bergambar bumi dan bintang sembilan ini. Hal ini berdasarkan hasil serap aspirasi PCNU Sumenep 10 Juni 2009.
Untuk itu kita berharap agar kandidat yang berasal dari kalangan Kiai untuk memberikan pendidikan politik kepada pendukungnya agar tidak mudah terprovokasi dan berbuat anarkis. Hal itu perlu dilakukan untuk menjaga keutuhan umat dan keharmonisan dikalangan Ulama NU.
Namun kemungkinan kuat polarisasi tetap akan berkutan di dua kutub. Jika diseleksi secara mendalam dan berdasar dinamisasi politik yang ada. Maka pertarungan merebut tiket atau rekomendasi cabup dan cawabup tidak jauh antara KH. Ilyasi Siradj dan KH. Busro Karim. Kenapa ini bisa terjadi? Mengingat pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Akankah salah satunya akan terpental dan harus melakukan atraksi politik yang sama seperti 2005. Hanya waktu yang bisa menjawabnya, ketika pendaftaran penjaringan dan konvensi dilakukan. Harapannya salah satu diantara dua kutub harus legowo jika tidak mendapatkan rekomendasi. Jika tidak satu diantara lainnya akan saling distorsi dan bukan menjadi pelajaran baik bagi kalangan politik kiai dan santri.
Sebelumnya, Ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Sumenep, KH. Unais Ali Hisyam pernah mengungkapkan, pihaknya belum memastikan siapa bakal calon Bupati dan Wakil Bupati 2010 mendatang. Sebab hingga detik ini pihaknya masih menunggu petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak) tetanng rekrutmen Calon Bupati dan Wakil Bupati dari DPP PKB Jawa Timur.
Namun yang jelas pihaknya tidak menutup diri untuk proses penjaringan bakal calon Bupati dan Wakilnya, baik kader partai ataupun dari luar partai. (Sumenep.go.id, 20 Agst 2009).
Berdasar pengalaman Pilkada 2005 lalu, KH. Taufiqurrahman Pengasuh Pondok Pesantren Matlabul ‘Ulum Jambu-Lenteng menilai positif munculnya sejumlah Kiai NU dalam Pilkada Langsung. Namun dikhawtirkan sebagian Ulama akan terjadi konflik diarus bawah. Sebab beberapa Kiai NU menilai perpecahan umat semakin jelas dengan terlibatnya beberapa Kiai. Dimana sebagaian besar adalah merupakan kader NU yang mengikuti bursa Pilkada.
Untuk itu PCNU Sumenep sebagai lembaga sosial keagamaan bersikap sebagai perekat umat dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Pilkadasung). Kiai Taufiq sempat mengakui, sejatinya para Kiai NU telah berupaya meminta para Kiai yang saat ini menjadi cabup dan cawabup untuk tidak mencalonkan semua. Mereka cukup diwakili oleh satu orang saja, katanya. (sumenep.go.id, 10 Juni 2005)
Namun KH. Taufiqurrahman, menilai usahanya itu tidak berhasil, sebab menurut pendapat mereka, terlibatnya dalam bursa Pilkada itu hanya ingin memperbaiki Sumenep kearah yang lebih baik. Kendati upayanya menuai kegagalan membujuk para Kiai agar tidak mencalonkan dirinya itu, PCNU Sumenep memilih netral terhadap para kandidat.
Mampukah tokoh dan elit PKB Sumenep yang berasal dari kalangan NU mampu menunjukkan politik moral yang kuat dan kedewasaan dalam berpolitik. Semua berpulang dan bergantung diri calon masing-masing. (rud)
Trio Demokrat Berebut Tiket Cawali Surabaya
Oleh : Syafrudin Budiman, SIP.
Pengamat Politik dan Media
Perebutan kursi Calon Walikota (Cawali) dan Calon Wakil Walikota (Cawawali) Surabaya akan di mulai pada bulan Mei 2010 Jika tidak ada kendala acara demokrasi ini merupakan ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pertama di Jawa Timur.
Semua Partai Politik (parpol) di Kota Surabaya telah memasuki tahap penjaringan. Mereka sibuk mencari calon-calon yang akan digadang-gadang menuju orang nomor satu dan dua di kota metropolitan ini. Termasuk Partai Demokrat Kota Surabaya sebagai pemenang pemilu legeslatif 2009.
Namun ada tantangan menarik Partai Demokrat pada proses melakukan penjaringan Calon Walikota dan Wakil Walikota Surabaya. Ada dua alasan tantangan yang sangat menarik untuk dibahas partai milik Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
Pertama Partai Demokrat adalah partai pemenang terbanyak di Kota Surabaya. Hasilnya adalah memiliki 16 kursi DPRD dan berhak dengan jatah Ketua DPRD Kota Surabaya. Alasan kedua Partai Demokrat adalah partai pendukung utama SBY sebagai Persiden RI 2014-2019. Dengan modal inilah Partai Demokrat Surabaya punya kewajiban memenangkan Pilkada 2010.
Hal ini tidak mudah mengingat PDI Perjuangan telah menguasai Kota Surabaya, dengan terpilihnya Bambang DH selama dua periode. Mampukah Partai Demokrat Surabaya meraih simpati masyarakat dan merubah dari basis banteng merah menjadi elang biru?
Tentunya Partai Demokrat harus selektif dalam memilih Cawali dan Cawawali Surabaya. Sehingga kemenangan di Kota Surabaya menjadi gengsi partai dalam melanjutkan pemeritahan SBY. Dengan modal kemenangan pemilu legeslatif dan melakukan pencitraan seperti kampanye-kampanye SBY sebelumnya. Bisa jadi Partai Demokrat akan mudah membalikan telapak tangan.
Berdasarkan pengamatan yang muncul di media cetak dan elektronik telah terlihat tiga nama. Diantaraya trio elang biru, Arif Affandi (Wakil Walikota Surabaya/Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Jatim), Fandi Utomo (Mantan Ketua Tim Sukses SBY Jatim 2004) dan Wisnu Wardhana (Ketua DPC Demokrat Surabaya). Ketiga nama tersebut adalah panglima-panglima yang sangat berjasa bagi Partai Demokrat.
Arif Affandi saat ini menjabat sebagai Wakil Walikota Surabaya (imcumbent) dan telah menjadi kader Partai Demokrat. Namanya cukup populer di kalangan masyarakat dan media massa di Surabaya Ia juga menjabat Wakil Ketua Infokom DPD Partai Deokrat Jatim dan Koordinator Media Center Tim Sukses SBY Jawa Timur. Maklum ia adalah pejabat yang lahir dari kalangan media dan pernah menjadi pimpinan redaksi Jawa Pos.
Sedangkan Fandi Utomo adalah mantan dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Ia mundur dari ITS dan PNS karena alasan menjadi Ketua Tim Sukses SBY Jawa Timur 2004 lalu. Fandi Utomo sebelumnya juga pernah berlaga melalui Partai Kebangakitan Bangsa (PKB). Namun akhirnya ia terpental dan tidak mendapat restu dari Gus Dur pada ajang Pilkada 2005.
Selanjutnya, Wisnu Wardhana Ketua DPC Partai Demokrat Kota Surabaya adalah sosok yang telah berhasil mengantarkan Partai Demokrat dalam kemenangan. Jika sebelumnya Partai Demokrat hanya 5 kursi pada legeslatif 2004.
Di bawah nahkoda-nya Partai Demokrat Surabaya bisa merubah keadaan menjadi pemenang Pemilu 2009 di Kota Surabaya dengan 16 Kursi. Atas prestasi itulah Wisnu berhak menjadi Ketua DPRD Kota Surabaya.
Siapakah yang akan dipilih dari ketiga nama tersebut, dimana mulai santer beredar di kalangan internal Partai Demokrat? Tentunya tiga orang ini harus melalui tahapan mekanisme penjaringan internal dan tidak bisa saling klaim mendapat dukungan.
Semua tergantung keputusan DPP Partai Demokrat akan memilih siapa nantinya dari ketiga nama yang muncul ini. Bisa saja orang di luar nama-nama tersebut yang mendapatkan restu DPP dan tentunya SBY.
Belum Ada Mekanisme Pencalonan Cawali Surabaya
DPC Partai Demokrat Kota Surabaya, hingga saat ini belum menentukan mekanisme pencalonan calon Wali Kota (Cawali) Surabaya 2010. Dimana keputusan tersebut mengatur tata cara seseorang atau kader maju Pemilihan Walikota Surabaya 2010.
Bisa melalui konvensi atau melalui seleksi yang dilakukan Tim Sembilan yang akan dibentuk Partai Demokrat Surabaya. Namun mekanisme ini diterima oleh semua pihak. Tentunya harus berlandaskan AD/ART dan Peraturan Oraganisasi yang mengatur tentang tata cara Pilkada.
Ini memberi peluang kader-kader dibawah untuk terlibat jika penjaringan cawali di Partai pemenang pemilu kali ini tidak melalui konvensi. Akan lebih selektif kalau proses pencalonan harus melalui mekanisme konvensi. Akuntabilitas kader internal partai akan bisa diukur dalam konvensi.
Peluang konvensi ini akan terlihat siapa yang layak untuk dijagokan merebut tiket Cawali. Jika memang keputusan partai menggunakan Tim Sembilan. Maka tidak bisa menghilangkan sistem konvensi untuk menentukan calon yang akan diusung. Tim Sembilan cukup hanya menjadi penilai, tetapi mekanismenya melalui konvensi.
Selanjutnya untuk mengukur akseptabilitas kader yang akan diusung, metode konvensi adalah nilai partai menuju sistem yang modern dan penguatan demokratisasi di internal partai.
Sebelumnya Fandi Utomo sudah menyatakan siap bersaing dengan kandidat atau kader lain. Bersaing untuk merebut tiket calon wali kota dari Partai Demokrat, pada Pilkada Kota Surabaya pada 2010.
Pernyataan itu disampaikan kader Partai Demokrat, Fandi Utomo saat acara buka puasa dengan sejumlah pimpinan redaksi media di Surabaya, Selasa, (01/09/09) terkait pencalonan dirinya sebagai Cawali Surabaya pada Pilkada mendatang.
Ia berharap Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Kota Surabaya menjadi partai yang bersikap terbuka, dalam menampung aspirasi kader partai atau pihak luar yang ingin mencalonkan diri pada pilkada nanti.
"Semakin banyak kader atau orang berkompetisi dan berpartisipasi dalam pencalonan, demokrasi akan semakin baik. Karena itu, Demokrat diharapkan bisa menjadi partai modern dan terbuka untuk siapa saja, tidak hanya kadernya," katanya.
"Soal penentuan akhir siapa yang akan maju mewakili partai dalam pencalonan, bisa dilakukan melalui konvensi atau cara lain," tambahnya.
Terkait visi dan misinya yang akan diusung untuk pencalonan nanti, Fandi Utomo mengemukakan salah satu program yang akan digarap adalah peningkatan perekonomian Kota Surabaya, sebagai salah satu penyangga ekonomi nasional. (Antara, 1 Sept 2009)
Mendukung pernyataan Fandi Utomo, Wisnu Wardhana Ketua DPC Partai Demokrat juga mendukung mekanisme konvensi dalam penjaringan Cawali nantinya. Semoga ini sebagai nilai bersama dalam membangun mekanisme demokrasi di internal partai.
DPC Partai Demokrat Surabaya akan melakukan mekanisme konvensi yang melibatkan seluruh tingkatan Pimpinan Anak Cabang (PAC) dalam menentukan kandidat walikota. Hal ini pernah dikatakan ketua DPC Demokrat Surabaya Wisnu Wardhana, Selasa (1/9/). Menurutnya, konvensi ini akan menjaring calon walikota yang akan diusung oleh Demokrat.
Ketua DPRD Surabaya ini juga menjelaskan, dengan hasil perolehan suara yang cukup baik dalam pemilu legislatif dan Pilpres beberapa waktu lalu, bisa menjadi modal yang bagus bagi mesin partai untuk menentukan kemenangan calon yang akan diusung oleh partai.
Oleh sebab itu, dengan mengadakan konvensi yang melibatkan seluruh perangkat partai di tingkat PAC bisa membuat mesin partai semakin bergairah. Namun Partai Demokrat Surabaya masih menunggu arahan dari DPP.
Disamping melakukan konvensi, lanjut Wisnu, sebagai ketua DPC dirinya juga masih menunggu keputusan DPP mengenai pembentukan tim 9 yang akan melakukan penjaringan terhadap nama-nama yang sudah muncul ditengah permukaaan "Kita ini sudah diberikan kepercayaan dari masyarakat dengan perolehan suara yang cukup bagus, maka secara otomatis kami harus cermat dalam menentukan figur yang akan diberangkatkan, " terangnya.
Sementara itu wakil ketua bidang Infokom DPD Partai Demokrat Jawa Timur Arif Afandi mengatakan di partai Demokrat tidak mengenal mekanisme konvensi, karena yang melakukan penjaringan dan menentukan adalah tim 9 yang terdiri dari 3 orang perwakilan DPP, 4 orang perwakilan DPD dan 2 orang dari DPC "Sampai surat terakhir kok tidak ada istilah konvensi, " tuturnya. (Antara 01 Sept 09).
Siapakah yang akan merebut tiket cawali nantinya, akan ditentukan oleh mekanisme internal Partai Demokrat. Bisa melalui konvensi penjaringan atau apapun bentuknya. Misalkan dalam pejaringan Pilkada nantinya terpilih dan tersaring mengkrucut ke 2 atau 3 nama yang di bawa ke DPP Partai Demokrat.
Dalam hal ini peran DPP sangat menentukan siapakah yang akan dipilih. Baik dengan resiko dan harapan kemenangan dengan modal kekuatan partai yang telah ada.
Diharapkan setiap kandidat Baik Fandi Utomo, Arif Affandi maupun Wisnu Wardhana harus terus melakukan pendekatan kepada masyarakat Surabaya. Sehingga nantinya para calon sudah di kenal oleh masyarakat yang selama ini telah menjadi basis merah (PDI Perjuangan).
Saat ini terlihat di jalan-jalan protokol dan tempat-tempat strategis di Kota Surabaya sudah mulai terlihat pemasangan alat peraga sosialisasi calon. Terlihat Fandi Utomo dengan iklan banner di papan reklame dengan gelar KunFu (Dukung Fandi Utomo 2010).
Sementara Arif Affandi memanfaatkan suasana ramadhan dan lebaran melakukan sosialisasi Rumah Kita. Rumah Kita adalah program rumah rakyat dan menjadi aspirasi masyarakat. Selain itu pada 17 Sep 2009 Arif Affandi juga melakukan Buka Puasa Bersama di kediamannya Jl. Kupang Indah Surabaya. Acara ini mengundang beberapa Pimred media cetak dan elektronik, PWI dan beberapa kolega di kalangan Partai Demokrat dan partai lainnya.
Lain Fandi Utomo dan Arif Affandi, Wisnu Wardhana memanfaatkan jabatannya sebagai Ketua DPRD Surabaya untuk sering tampil di media cetak dan elektronik. Tentu hal ini sangat efektif dan efisien dalam melakukan sosialisasi. Jika sudah saatnya bombardir sosialisasi serangan darat dan udara dilakukan.
Kita tunggu siapakah trio elang biru ini yang akan mendapatkan tiket Cawali nantinya. Semua keputusan ada dalam dinamika dan kematangan internal partai. Termasuk sikap jeli DPP Partai Demokrat memilih Cawali dan Cawawali 2010-2015. (rud)
Pengamat Politik dan Media
Perebutan kursi Calon Walikota (Cawali) dan Calon Wakil Walikota (Cawawali) Surabaya akan di mulai pada bulan Mei 2010 Jika tidak ada kendala acara demokrasi ini merupakan ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pertama di Jawa Timur.
Semua Partai Politik (parpol) di Kota Surabaya telah memasuki tahap penjaringan. Mereka sibuk mencari calon-calon yang akan digadang-gadang menuju orang nomor satu dan dua di kota metropolitan ini. Termasuk Partai Demokrat Kota Surabaya sebagai pemenang pemilu legeslatif 2009.
Namun ada tantangan menarik Partai Demokrat pada proses melakukan penjaringan Calon Walikota dan Wakil Walikota Surabaya. Ada dua alasan tantangan yang sangat menarik untuk dibahas partai milik Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
Pertama Partai Demokrat adalah partai pemenang terbanyak di Kota Surabaya. Hasilnya adalah memiliki 16 kursi DPRD dan berhak dengan jatah Ketua DPRD Kota Surabaya. Alasan kedua Partai Demokrat adalah partai pendukung utama SBY sebagai Persiden RI 2014-2019. Dengan modal inilah Partai Demokrat Surabaya punya kewajiban memenangkan Pilkada 2010.
Hal ini tidak mudah mengingat PDI Perjuangan telah menguasai Kota Surabaya, dengan terpilihnya Bambang DH selama dua periode. Mampukah Partai Demokrat Surabaya meraih simpati masyarakat dan merubah dari basis banteng merah menjadi elang biru?
Tentunya Partai Demokrat harus selektif dalam memilih Cawali dan Cawawali Surabaya. Sehingga kemenangan di Kota Surabaya menjadi gengsi partai dalam melanjutkan pemeritahan SBY. Dengan modal kemenangan pemilu legeslatif dan melakukan pencitraan seperti kampanye-kampanye SBY sebelumnya. Bisa jadi Partai Demokrat akan mudah membalikan telapak tangan.
Berdasarkan pengamatan yang muncul di media cetak dan elektronik telah terlihat tiga nama. Diantaraya trio elang biru, Arif Affandi (Wakil Walikota Surabaya/Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Jatim), Fandi Utomo (Mantan Ketua Tim Sukses SBY Jatim 2004) dan Wisnu Wardhana (Ketua DPC Demokrat Surabaya). Ketiga nama tersebut adalah panglima-panglima yang sangat berjasa bagi Partai Demokrat.
Arif Affandi saat ini menjabat sebagai Wakil Walikota Surabaya (imcumbent) dan telah menjadi kader Partai Demokrat. Namanya cukup populer di kalangan masyarakat dan media massa di Surabaya Ia juga menjabat Wakil Ketua Infokom DPD Partai Deokrat Jatim dan Koordinator Media Center Tim Sukses SBY Jawa Timur. Maklum ia adalah pejabat yang lahir dari kalangan media dan pernah menjadi pimpinan redaksi Jawa Pos.
Sedangkan Fandi Utomo adalah mantan dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Ia mundur dari ITS dan PNS karena alasan menjadi Ketua Tim Sukses SBY Jawa Timur 2004 lalu. Fandi Utomo sebelumnya juga pernah berlaga melalui Partai Kebangakitan Bangsa (PKB). Namun akhirnya ia terpental dan tidak mendapat restu dari Gus Dur pada ajang Pilkada 2005.
Selanjutnya, Wisnu Wardhana Ketua DPC Partai Demokrat Kota Surabaya adalah sosok yang telah berhasil mengantarkan Partai Demokrat dalam kemenangan. Jika sebelumnya Partai Demokrat hanya 5 kursi pada legeslatif 2004.
Di bawah nahkoda-nya Partai Demokrat Surabaya bisa merubah keadaan menjadi pemenang Pemilu 2009 di Kota Surabaya dengan 16 Kursi. Atas prestasi itulah Wisnu berhak menjadi Ketua DPRD Kota Surabaya.
Siapakah yang akan dipilih dari ketiga nama tersebut, dimana mulai santer beredar di kalangan internal Partai Demokrat? Tentunya tiga orang ini harus melalui tahapan mekanisme penjaringan internal dan tidak bisa saling klaim mendapat dukungan.
Semua tergantung keputusan DPP Partai Demokrat akan memilih siapa nantinya dari ketiga nama yang muncul ini. Bisa saja orang di luar nama-nama tersebut yang mendapatkan restu DPP dan tentunya SBY.
Belum Ada Mekanisme Pencalonan Cawali Surabaya
DPC Partai Demokrat Kota Surabaya, hingga saat ini belum menentukan mekanisme pencalonan calon Wali Kota (Cawali) Surabaya 2010. Dimana keputusan tersebut mengatur tata cara seseorang atau kader maju Pemilihan Walikota Surabaya 2010.
Bisa melalui konvensi atau melalui seleksi yang dilakukan Tim Sembilan yang akan dibentuk Partai Demokrat Surabaya. Namun mekanisme ini diterima oleh semua pihak. Tentunya harus berlandaskan AD/ART dan Peraturan Oraganisasi yang mengatur tentang tata cara Pilkada.
Ini memberi peluang kader-kader dibawah untuk terlibat jika penjaringan cawali di Partai pemenang pemilu kali ini tidak melalui konvensi. Akan lebih selektif kalau proses pencalonan harus melalui mekanisme konvensi. Akuntabilitas kader internal partai akan bisa diukur dalam konvensi.
Peluang konvensi ini akan terlihat siapa yang layak untuk dijagokan merebut tiket Cawali. Jika memang keputusan partai menggunakan Tim Sembilan. Maka tidak bisa menghilangkan sistem konvensi untuk menentukan calon yang akan diusung. Tim Sembilan cukup hanya menjadi penilai, tetapi mekanismenya melalui konvensi.
Selanjutnya untuk mengukur akseptabilitas kader yang akan diusung, metode konvensi adalah nilai partai menuju sistem yang modern dan penguatan demokratisasi di internal partai.
Sebelumnya Fandi Utomo sudah menyatakan siap bersaing dengan kandidat atau kader lain. Bersaing untuk merebut tiket calon wali kota dari Partai Demokrat, pada Pilkada Kota Surabaya pada 2010.
Pernyataan itu disampaikan kader Partai Demokrat, Fandi Utomo saat acara buka puasa dengan sejumlah pimpinan redaksi media di Surabaya, Selasa, (01/09/09) terkait pencalonan dirinya sebagai Cawali Surabaya pada Pilkada mendatang.
Ia berharap Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Kota Surabaya menjadi partai yang bersikap terbuka, dalam menampung aspirasi kader partai atau pihak luar yang ingin mencalonkan diri pada pilkada nanti.
"Semakin banyak kader atau orang berkompetisi dan berpartisipasi dalam pencalonan, demokrasi akan semakin baik. Karena itu, Demokrat diharapkan bisa menjadi partai modern dan terbuka untuk siapa saja, tidak hanya kadernya," katanya.
"Soal penentuan akhir siapa yang akan maju mewakili partai dalam pencalonan, bisa dilakukan melalui konvensi atau cara lain," tambahnya.
Terkait visi dan misinya yang akan diusung untuk pencalonan nanti, Fandi Utomo mengemukakan salah satu program yang akan digarap adalah peningkatan perekonomian Kota Surabaya, sebagai salah satu penyangga ekonomi nasional. (Antara, 1 Sept 2009)
Mendukung pernyataan Fandi Utomo, Wisnu Wardhana Ketua DPC Partai Demokrat juga mendukung mekanisme konvensi dalam penjaringan Cawali nantinya. Semoga ini sebagai nilai bersama dalam membangun mekanisme demokrasi di internal partai.
DPC Partai Demokrat Surabaya akan melakukan mekanisme konvensi yang melibatkan seluruh tingkatan Pimpinan Anak Cabang (PAC) dalam menentukan kandidat walikota. Hal ini pernah dikatakan ketua DPC Demokrat Surabaya Wisnu Wardhana, Selasa (1/9/). Menurutnya, konvensi ini akan menjaring calon walikota yang akan diusung oleh Demokrat.
Ketua DPRD Surabaya ini juga menjelaskan, dengan hasil perolehan suara yang cukup baik dalam pemilu legislatif dan Pilpres beberapa waktu lalu, bisa menjadi modal yang bagus bagi mesin partai untuk menentukan kemenangan calon yang akan diusung oleh partai.
Oleh sebab itu, dengan mengadakan konvensi yang melibatkan seluruh perangkat partai di tingkat PAC bisa membuat mesin partai semakin bergairah. Namun Partai Demokrat Surabaya masih menunggu arahan dari DPP.
Disamping melakukan konvensi, lanjut Wisnu, sebagai ketua DPC dirinya juga masih menunggu keputusan DPP mengenai pembentukan tim 9 yang akan melakukan penjaringan terhadap nama-nama yang sudah muncul ditengah permukaaan "Kita ini sudah diberikan kepercayaan dari masyarakat dengan perolehan suara yang cukup bagus, maka secara otomatis kami harus cermat dalam menentukan figur yang akan diberangkatkan, " terangnya.
Sementara itu wakil ketua bidang Infokom DPD Partai Demokrat Jawa Timur Arif Afandi mengatakan di partai Demokrat tidak mengenal mekanisme konvensi, karena yang melakukan penjaringan dan menentukan adalah tim 9 yang terdiri dari 3 orang perwakilan DPP, 4 orang perwakilan DPD dan 2 orang dari DPC "Sampai surat terakhir kok tidak ada istilah konvensi, " tuturnya. (Antara 01 Sept 09).
Siapakah yang akan merebut tiket cawali nantinya, akan ditentukan oleh mekanisme internal Partai Demokrat. Bisa melalui konvensi penjaringan atau apapun bentuknya. Misalkan dalam pejaringan Pilkada nantinya terpilih dan tersaring mengkrucut ke 2 atau 3 nama yang di bawa ke DPP Partai Demokrat.
Dalam hal ini peran DPP sangat menentukan siapakah yang akan dipilih. Baik dengan resiko dan harapan kemenangan dengan modal kekuatan partai yang telah ada.
Diharapkan setiap kandidat Baik Fandi Utomo, Arif Affandi maupun Wisnu Wardhana harus terus melakukan pendekatan kepada masyarakat Surabaya. Sehingga nantinya para calon sudah di kenal oleh masyarakat yang selama ini telah menjadi basis merah (PDI Perjuangan).
Saat ini terlihat di jalan-jalan protokol dan tempat-tempat strategis di Kota Surabaya sudah mulai terlihat pemasangan alat peraga sosialisasi calon. Terlihat Fandi Utomo dengan iklan banner di papan reklame dengan gelar KunFu (Dukung Fandi Utomo 2010).
Sementara Arif Affandi memanfaatkan suasana ramadhan dan lebaran melakukan sosialisasi Rumah Kita. Rumah Kita adalah program rumah rakyat dan menjadi aspirasi masyarakat. Selain itu pada 17 Sep 2009 Arif Affandi juga melakukan Buka Puasa Bersama di kediamannya Jl. Kupang Indah Surabaya. Acara ini mengundang beberapa Pimred media cetak dan elektronik, PWI dan beberapa kolega di kalangan Partai Demokrat dan partai lainnya.
Lain Fandi Utomo dan Arif Affandi, Wisnu Wardhana memanfaatkan jabatannya sebagai Ketua DPRD Surabaya untuk sering tampil di media cetak dan elektronik. Tentu hal ini sangat efektif dan efisien dalam melakukan sosialisasi. Jika sudah saatnya bombardir sosialisasi serangan darat dan udara dilakukan.
Kita tunggu siapakah trio elang biru ini yang akan mendapatkan tiket Cawali nantinya. Semua keputusan ada dalam dinamika dan kematangan internal partai. Termasuk sikap jeli DPP Partai Demokrat memilih Cawali dan Cawawali 2010-2015. (rud)
Jelang Pilbup Periode 2010-2015 Menjaring Pemimpin Sumenep Kedepan
Jelang Pilbup Periode 2010-2015 Menjaring Pemimpin Sumenep Kedepan
Oleh : Syafrudin Budiman, SIP.
Pengamat Politik dan Media
Kurang lebih satu tahun lagi kita akan menggelar Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sumenep. Ajang ini tentunya adalah ruang demokrasi bagi masayarakat Kabupaten Sumenep untuk menyalurkan aspirasinya memilih pemimpin ke-depan.
Hingga saat ini mulai muncul nama-nama kandidat calon Bupati dan Wakil Bupati Sumenep. Nama-nama yang muncul tentunya siap menggatikan kepemimpinan KH. Moh. Ramdlan Sirajd, MM dan Drs. H. Moh Dahlan lima tahun mendatang.
Beberapa organisasi politik di Kabupaten Sumenep mulai menjaring dan memunculkan nama-nama kandidat. Misalnya Aliansi Partai Politik Non Parlemen (APNP) sudah merealese nama-nama calon Bupati Sumenep yang akan digadang-gadang menggatikan imcumbent KH. Moh. Ramdlan Sirajd, MM yang sudah menjabat dua periode ini.
Nama-nama yang direalese APNP diantaranya; Azasi Hasan (Sekretaris CSR Bank BNI 1946 Pusat), Ahsanul Qosasi (DPR RI terpilih dari Partai Demokrat), A. Sukardi (Asisten IV Sekretariat Provinsi Jawa Timur), Ahmat. Iskandar (Anggota DPRD Provinsi Jatim dari Partai Demokrat). Selain itu juga KH. Abuya Busyro Karim (Mantan Ketua DPRD Sumenep), Said Abdullah (anggota DPR RI Terpilih dari PDI Perjuangan), K.H. Ilyasi Sirajd (anggota DPR RI periode 2004-2009/mantan Ketua PC NU Sumenep). Ditambahkan juga Mochammad Dahlan (Wakil Bupati Sumenep), dan Mujahid Ansori (Fungsionaris PPP dan mantan anggota DPRD Jatim).
Secara kelembagaan, APNP Sumenep ingin mengusung kandidat sendiri dalam Pilkada Sumenep 2010. Dalam penilaian APNP, semakin banyak kandidat akan membuat proses demokrasi lima tahunan di Sumenep lebih dinamis, dan warga setempat lebih banyak punya pilihan. (Antara, 28 Juli 2009).
Selain itu juga Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Sumenep, Madura, memutuskan anggota DPR asal daerah pemilihan Jawa Timur X (Madura), MH Said Abdullah sebagai bakal calon bupati (bacabup) yang akan diusungnya pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2010.
Menurut Ketua DPC PDIP Sumenep, Hunain Santoso, hasil keputusan ini sesuai pertemuan di Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Jawa Timur, pihaknya diminta mengusung bacabup sendiri pada Pilkada Sumenep 2010. Untuk menjawab pertanyaan itu DPC PDIP siap memberangkatkan kader sendiri pada Pilkada Sumenep 2010 dengan mengusung MH Said Abdullah sebagai bacabup. (Antara, 20 Agustus 2009)
Indikator kenapa PDIP mengusung bacabup sendiri dari kalangan internal, karena hasil Pemilu 2009 mereka berhasil meraih enam kursi di DPRD Sumenep. Sebelumnya mereka hanya mendapatkan tiga kursi dan hanya mengusung kader dari partai lain pada Pilbup 2005 lalu. Dimana mereka mengusung Afif Hasan dan Malik Effendi sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati.
Selain APNP dan DPC PDIP Kabupaten Sumenep yang secara terang-terangan berani memunculkan nama. Parpol besar lainnya yang mendapatkan kursi maksimal masih agak hati-hati dalam melakukan penjaringan dan seleksi pemimpin salah satu kabupaten di Madura ini. Mengingat pengalaman-pengalaman pada pilbub sebelumnya, ternyata yang terpilih adalah calon incumbent. Hal ini tentunya menjadi perhatian utama dalam menjaring dan menseleksi calon-calon kandidat yang diusung oleh partai politik.
Maju untuk menang atau maju untuk kalah menjadi pilihan secara pragmatis. Sehingga jika ini menjadi pilihan maka parpol akan lebih selektif dalam memilih calon. Bisa saja akan sedikit banyak calon, karena parpol akan mengerucut kepada dua dan tiga calon saja. Sehingga pertarungan pilbup 2010 ini akan semakin seru dan berlangsung ketat. Baik secara program visi misi maupun berlomba-lomba menggalang suara untuk mendapatkan simpati masyarakat.
Secara normatif pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kabupaten Sumenep baru akan di mulai 20 Juni 2010. Hal ini mengingat Pilkada lima tahun sebelumnya dilaksanakan 20 Juni 2005. Sebagaimana Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah ada beberapa syarat yang harus dipenuhi parpol dalam mengajukan pasangan calonnya.
Syarat untuk mengusung kandidat sendiri adalah memiliki kursi sebanyak 15 persen di DPRD atau setara dengan 7,2 kursi (dipertegas 7 kursi). Bisa juga melalui suara sebanyak 15 persen dari suara sah baik gabungan partai maupun mengusung sendiri. Selain itu melalui jalur calon pilbub independen yang didukung 3 persen masyarakat dari total penduduk Sumenep 1,05 juta penduduk.
Pemetaan partai politik yang mendapatkan kursi adalah PKB (11 kursi), PPP (7 kursi), PDIP (6 kursi) dan PAN (6 kursi). Selanjutnya PKNU (4 kursi), Partai Golkar (4 kursi), PBB (4 kursi), Hanura (3 kursi), PKS (2 kursi), PD (2 kursi) dan PDP (1 kursi).
Sedangkan gabungan suara sah parpol hasil pemilu legeslatif dari 15 parpol non parlemen sebanyak 90186 suara sah. Diantara parpol tersebut adalah PKPB, PBR, Gerindra, PKPI, Partai Buruh, PK, PDK, PMB, PPNUI, PSI, PDS, PPI, PPDI, Partai Pelopor, PPRN, Barnas dan Partai Patriot.
Sementara jika menggunakan gabungan parpol non parlemen dari hasil suara sah pemilu legeslatif 2009 di Sumenep haruslah memenuhi 15 persen. Total suara sah sebanyak pada pemilu legelatif dari tujuh dapil sebanyak 560141 suara sah. Berdasarkan 15 persen dari total suara sah pada pemilu legeslatif adalah sebanyak 84021 suara sah.
Tentunya harapan APNP dan DPC PDIP yang lebih awal merealese calon-calon kandidat cabup dan cawabup haruslah seiring sejalan dengan aturan. Mengingat APNP harus bisa menggabungkan kekuatan 90186 suara sah agar bisa meloloskan calon kadidatnya sebagai calon resmi peserta Pilkada 2010-2015. Sedangkan DPC PDIP harus menambah 1 kursi lagi agar genap 7 kursi sebagaimana aturan yang ada.
Independen Sebagai Jalur Alternatif
Selanjutnya untuk calon independen di Sumenep haruslah bekerja keras mengumpulkan 3 persen dukungan masyarakat kurang lebih sebanyak 1,05 juta penduduk. Tentunya dukungan yang dibutuhkan sekitar 30.500 ribu dukungan masyarakat. Hal ini harus bisa dibuktikan lewat dukungan KTP dan surat pernyataan dukungan.
Selama ini sudah muncul calon independen yang siap bertarung dalam pilbup 2010 di Kabupaten Sumenep. Diantaranya Ir. H Sugianto (Pengusaha Real Estate) dan Ihsan Rofii (Pengusaha Muda) keduanya sudah melakukan sosialisasi lewat kartu nama dan menggunakan media internet. Baik facebook.com, blogspot.com dan layanan gratis lainnya di internet yang bisa dijadikan ajang sosialisasi awal.
Calon independen sebenarnya bisa menggarap suara golongan putih, atau pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) di Kabupaten Sumenep, yang tinggi.
Berdasarkan pengalaman pilbup 2005 lalu. Sebelumnya golput menang dalam pilbup, mengungguli perolehan suara semua pasangan calon bupati-calon wakil bupati. Lebih dari 36% calon pemilih yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan yang digelar Senin (20/6).
Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) setempat, dari 794.726 DPT, yang menggunakan hak pilihnya hanya 501.459, sementara sisanya 293.267 orang, atau 36,9% memilih untuk tidak memilih atau golput.
Tingginya angka golput dalam pilkada di Sumenep ini dimungkinkan karena bersamaan dengan musim tembakau. Warga setempat lebih memilih menyiram tembakau daripada menggunakan hak suaranya dalam pilkada.
Selain itu, seperti penuturan beberapa warga yang tidak menggunakan hak suaranya, golput dipilih karena tidak ada kandidat yang sesuai dengan hati nurani mereka. (rud)
Sabtu, 19 September 2009
'Pendakwah Filipina Bersorban, Tak Radikal'
Politik
26/08/2009
Surabaya - Tim Advokasi Umat Islam (TAUI) yang berkedudukan di Jakarta menyatakan, siap memberikan advokasi bagi 17 pendakwah Filipina dari kalangan Jamaah Tabligh yang ditangkap polisi.
"Polisi jelas salah sasaran dengan menangkap mereka, meski mereka mengenakan gamis atau berjubah, bersorban, dan rata-rata berjenggot, tapi mereka bukan kelompok radikal," kata Sekretaris TAUI, Syafrudin Budiman SIP, di Surabaya, Rabu (26/8).
Ia mengemukakan hal itu menanggapi penangkapan 17 aktivis Jamaah Tabligh asal Filipina saat berdakwah dari masjid ke masjid. Sembilan di antaranya ditangkap di Purbalingga, pada 14 Agustus 2009 dan delapan orang ditangkap di Solo, pada 18 Agustus 2009.
Menurut dia, polisi seharusnya lebih selektif dalam menangkap mereka sesuai prosedur Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perpu 1/2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Kami atas nama Tim Advokasi Umat Islam meminta Kepolisian RI untuk tidak menyamakan mereka dengan teroris, meski Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Alex Bambang Riatmojo beralasan mereka ditangkap karena menyalahi izin visa," katanya.
Tindakan polisi itu, menurut dia, tidak sesuai dengan pidato presiden Susilo Bambang Yudhoyono di markas Kopassus Cijantung Jakarta Timur, yang mengingatkan agar terorisme dihadapi dengan langkah-langkah hukum, transparan, dapat dipertanggungjawabkan dan tidak melanggar HAM.
"Penangkapan seperti itu tidak boleh terjadi lagi, seperti kasus petrus, kasus penculikan aktivis, kasus tewasnya aktivis HAM Munir SH, dan sebagainya yang sangat melanggar HAM," tuturnya menambahkan.
Oleh karena itu, TAUI mendesak aparat kepolisian dan pemerintah untuk membebasakan secara hukum kepada aktivis/pendakwah muslim di Indonesia, karena bisa melanggar HAM dalam menjalankan ibadah.
"Kami sendiri akan menyiapkan advokasi hukum kepada aktivis/pendakwah dan korban salah tangkap untuk memperjuangkan hak-haknya," tukasnya. [*/ana]
http://www.inilah.com/berita/politik/2009/08/26/147343/pendakwah-filipina-bersorban-tak-radikal/
http://politik.infogue.com/_pendakwah_filipina_bersorban_tak_radikal_
26/08/2009
Surabaya - Tim Advokasi Umat Islam (TAUI) yang berkedudukan di Jakarta menyatakan, siap memberikan advokasi bagi 17 pendakwah Filipina dari kalangan Jamaah Tabligh yang ditangkap polisi.
"Polisi jelas salah sasaran dengan menangkap mereka, meski mereka mengenakan gamis atau berjubah, bersorban, dan rata-rata berjenggot, tapi mereka bukan kelompok radikal," kata Sekretaris TAUI, Syafrudin Budiman SIP, di Surabaya, Rabu (26/8).
Ia mengemukakan hal itu menanggapi penangkapan 17 aktivis Jamaah Tabligh asal Filipina saat berdakwah dari masjid ke masjid. Sembilan di antaranya ditangkap di Purbalingga, pada 14 Agustus 2009 dan delapan orang ditangkap di Solo, pada 18 Agustus 2009.
Menurut dia, polisi seharusnya lebih selektif dalam menangkap mereka sesuai prosedur Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perpu 1/2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Kami atas nama Tim Advokasi Umat Islam meminta Kepolisian RI untuk tidak menyamakan mereka dengan teroris, meski Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Alex Bambang Riatmojo beralasan mereka ditangkap karena menyalahi izin visa," katanya.
Tindakan polisi itu, menurut dia, tidak sesuai dengan pidato presiden Susilo Bambang Yudhoyono di markas Kopassus Cijantung Jakarta Timur, yang mengingatkan agar terorisme dihadapi dengan langkah-langkah hukum, transparan, dapat dipertanggungjawabkan dan tidak melanggar HAM.
"Penangkapan seperti itu tidak boleh terjadi lagi, seperti kasus petrus, kasus penculikan aktivis, kasus tewasnya aktivis HAM Munir SH, dan sebagainya yang sangat melanggar HAM," tuturnya menambahkan.
Oleh karena itu, TAUI mendesak aparat kepolisian dan pemerintah untuk membebasakan secara hukum kepada aktivis/pendakwah muslim di Indonesia, karena bisa melanggar HAM dalam menjalankan ibadah.
"Kami sendiri akan menyiapkan advokasi hukum kepada aktivis/pendakwah dan korban salah tangkap untuk memperjuangkan hak-haknya," tukasnya. [*/ana]
http://www.inilah.com/berita/politik/2009/08/26/147343/pendakwah-filipina-bersorban-tak-radikal/
http://politik.infogue.com/_pendakwah_filipina_bersorban_tak_radikal_
Langganan:
Postingan (Atom)