Bangkalan – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bangkalan mengeluarkan putusan kontroversional terkait kasus sidang pelecehan seksual dengan persetubuhan pada anak di bawah umur. Dimana terdakwa Abd. Gaffar, 45, warga Desa Berbeluk, Kec Arosbaya divonis bebas dari sangkaan persetubuhan pada anak. Putusan ini tentu sangat mengecewakan bagi keluarga korban dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Tiga anggota majelis hakim bersepakat membebaskan terdakwa dengan alasan meragukan bukti-bukti yang ada di persidangan. Berdasarkan putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Syaffruddin Ainor Rafiek, majelis hakim meragukan beberapa bukti dan keterangan saksi yang digunakan dalam persidangan, Senin, (20/12).
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bangkalan mengeluarkan putusan kontroversional terkait kasus sidang pelecehan seksual dengan persetubuhan pada anak di bawah umur. Dimana terdakwa Abd. Gaffar, 45, warga Desa Berbeluk, Kec Arosbaya divonis bebas dari sangkaan persetubuhan pada anak. Putusan ini tentu sangat mengecewakan bagi keluarga korban dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
M. Mardi, 31, kakak ipar korban mengaku sangat kecewa dengan putusan tersebut. Pihak keluarga korban sangat kecewa. Argumen-argumen yang disampaikan hakim banyak yang berbeda dengan pemeriksaan dipersidangan dan cenderung menutup sebelah mata, katanya, Rabu, (22/12).“Putusan majelis hakim hanya berdasarkan kasat mata saja. Seharusnya hakim bisa mengungkapkan fakta berdasarkan petunjuk yang ada. Kami akan adukan majelis hakim ke Komisi Yudisial biar putusan ini dibatalkan dan majelis hakim yang bersidang diberikan sangsi atau teguran,” ujar Mardi dengan nada kesal.
Menurutnya, Majelis hakim hanya berargumen bukti tidak cukup kuat, karena bukti yang ada sifatnya hanya petunjuk. Padahal dengan petunjuk yang ada, hakim bisa mengorek lebih jauh. Terkait terjadinya pelecehan seksual, dengan mengungkap fakta-fakta terjadinya persetubuhan pada anak tersebut.
Beberapa bukti yang diragukan tersebut adalah kuitansi pembelian cincin emas, buku tamu Hotel Lestari. Keterangan saksi yang juga ikut diragukan adalah keterangan Eko Wahyudi yang bekerja sebagai pegawai Hotel Lestari dan Hasan Basri pihak penjual emas serta seluruh keterangan saksi korban.
Kasus ini telah bergulir sejak awal Agustus lalu. Korban HH, perempuan, 16, warga Desa Berbeluk, Kec Arosbaya melaporkan dirinya di setubuhi tersangka ke Mapolsek Arosbaya. Sebelum kejadian, korban menyatakan hendak pergi ke pasar Desa Berbeluk dan bertemu terdakwa. Korban dibujuk untuk ikut bersama tersangka menggunakan mobil ke pasar.
Namun, terdakwa justru terus mengemudikan kendaraan menuju Bangkalan dan mampir untuk membeli cincin emas. Terdakwa kemudian membawa korban ke sebuah hotel di Surabaya.
Majelis mengakui adanya kuitansi pembelian cincin emas yang pada saat laporan digunakan korban. Namun, keterangan penjual cincin Hasan Basri, dan korban yang menyatakan pembelian dilakukan tanggal 5 Agustus 2010 ditolak mentah-mentah. Majelis meragukan keterangan itu sebab dalam kuitansi cincin emas atas nama korban tertanggal 4 Agustus 2010.
”Keterangan saksi Hasan Basri juga meragukan. Soalnya dia bilang saat membeli cincin terdakwa membawanya ke mobil untuk dicoba di mobil. Masak ada orang beli emas diperbolehkan mencoba di dalam mobil,” ujarnya.
Petunjuk yang mengungkapkan tanggal 5 Agustus 2010 terdakwa check in di Hotel Lestari Surabaya juga tidak digunakan oleh majelis. Majelis juga meragukan buku tamu yang mencantumkan nama terdakwa yang memesan sebuah kamar.
Demikian juga keterangan Eko Wahyudi yang bekerja di hotel yang buku tamunya tercatat nama terdakwa. Keterangan Eko Wahyudi yang mengatakan terdakwa memesan kamar menggunakan identitas KTP serta pencantuman usia terdakwa yang benar mengundang keraguan hakim.
Sementara itu, Sila K. yang bertindak sebagai jaksa penuntut umum (JPU) saat genting kemarin justru tidak ada di ruang sidang dan digantikan oleh Harry Achmad D.M. Pihak JPU menyatakan pikir-pikir apakah dia hendak mengajukan kasasi.
“Kami akan komunikasikan dengan kajari, kemungkinan akan banding mengingat fakta dan bukti yang kami berikan bisa menjadi petunjuk terjadinya pelecehan seksual dengan persetubuhan pada anak,” pungkas Harry Achmad D.M, Jaksa Penuntut Umum ini. (*/rud)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar