Jumat, 11 Februari 2011

DPR Harus Aktif Awasi Transfer Pricing

Jakarta – Ruang Aspirasi Rakyat

Achsanul Qosasi, Wakil Ketua Komisi XI mengusulkan DPR RI lebih aktif melakukan pengawasan, guna mendesak pihak pemerintah lebih serius menangani masalah “Transfer Pricing”. Mengingat banyak perusahaan multinasional yang ada di dalam negeri justru menanggung beban sendiri, padahal seharusnya ditanggung induk di luar negeri.

“Sehingga perusahaan-perusahan tersebut memiliki biaya yang tinggi untuk membayar kewajiban-kewajibannya yang semestinya tidak dibiayai oleh negara. Akibatnya laba perusahaan menjadi kecil dan otomatis pajakpun menjadi kecil,” kata Achsanul Qosasi, melalui siaran pers-nya, Jum’at (11/2).

Bahkan, kata Achsanul, terkadang negara dibuat rugi, agar bisa terhindar dari kewajiban membayar pajak. Hal ini harus disikapi dengan serius, supaya kebutuhan negara untuk melayani rakyatnya bisa lebih optimal.

Melalui Partai Demokrat dirinya seringkali meneriakkan kasus “Transfer Pricing” dalam sidang Paripurna DPR-R. Fraksi Partai Demokrat juga sudah meminta Kementerian Keuangan (cq. Dirjen Pajak) untuk membuat direktorat khusus yang khusus menangani “Transfer Pricing”.

Menurut Achsanul, total subsidi APBN 2011 Rp.93 Triliun diperkirakan akan membengkak sebagai akibat dari lonjakan harga minyak dunia yang saat ini sudah mencapai angka 100 U$/barrel. Padahal pemerintah melalui Kementerian ESDM, sampai saat ini belum mengambil keputusan terhadap langkah langkah yang seharusnya perlu diambil.

“Seharusnya Kementerian ESDM segera melakukan penghematan pada kendaraan pribadi yang menyerap hampir Rp.28 Triliun. Dimana subsidi harus dikurangi, karena telah menghabiskan 14 juta kiloliter dalam 1 tahun di 2010,” terang anggota DPR RI dari Dapil XI Madura, Jawa Timur ini.

Namun mantan banker ini menambahkan, apabila pembatasan subsidi hanya menghemat kurang dari Rp.5 Triliun, sebaiknya tidak perlu dijalankan. Sebab, dampak ekonomisnya sangat kecil dan hampir tidak dapat dirasakan manfaatnya.

Sementara dampak politis tentunya akan sangat meluas dirasakan masyarakat. Tentu hal ini akan menjadi diskusi public yang ujung-ujungnya akan mendeskreditkan pemerintah juga.

“Kita jangan sampai terjebak dalam memikirkan penghematan atau pengurangan biaya saja. Sementara kita belum maksimal dalam memikirkan tentang peningkatan penerimaan pemerintah (goverment income),” ucapnya. (rud)

Tidak ada komentar: