Rabu, 06 April 2011

DPR Panggil BI dan Citibank Terkait Premanisme

Jakarta – Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akan memanggil pihak Bank Indonesia (BI) dan Citibank, terkait kasus meninggalnya nasabah yang diduga disiksa oleh debt collector kartu kredit.

Rencananya pihak terkait akan dipanggil untuk penuntasan kasus tersebut, untuk mengetahui cara penanganan kredit macet dalam sistem Perbankan Indonesia.

Hal ini disampaikan Achsanul Qosasi, Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI saat dihubungi melalui telepon selulernya di Jakarta, Senin (04/04).

“Cara-cara premanisme harus segera dihentikan. BI harus segera mengeluarkan edaran yang berpihak kepada nasabah,” ujar Achsanul biasa kolega dekat memanggilnya.

Menurutnya, apabila ada nasabah “nakal”, itu sudah diatur dalam UU. Jangan pernah mengajak preman dalam sistem perbankan kita. Mengingat hal tersebut akan merusak sistem investasi dan menjatuhkan citra dunia usaha.

Kata anggota Fraksi Partai Demokrat berharap kedepan, bentuk non performing asset sales atau penjualan kredit macet perbankan kepada pihak lain harus diatur.

Bank tidak bisa menjual kreditnya tanpa persetujuan nasabah. Mengingat perjanjian kredit (PK)-nya hanya ditandatangani oleh nasabah dan pihak bank yang bersangkutan. Tentunya tidak diperkenankan melibatkan pihak lain.

“Macetnya suatu kredit seringkali bukan semata mata kesalahan nasabah, tetapi juga bank berperan di dalamnya,” pungkas Wakil Rakyat dari Madura ini.

Achsanul mengatakan, masih banyak langkah langkah penyelesaian yang dapat diambil oleh pihak bank. Misalnya, Reconditioning (Perubahan Persyaratan), Rescheduling (Penjadualan ulang), Restucturing (perubahan struktur kredit), Injection (Penambahan Plafond) dan lainnya.

Menurutnya, langkah-langkah tersebut, harus dilakukan oleh pihak perbankan dan merupakan kewajiban bank dalam membina nasabahnya. Namun, terkadang pihak bank seringkali mengambil jalan pintas dengan eksekusi dan menyerahkan kepada pihak lain dengan penagihan secara premanisme.

“Sering kali nasabah ditakut takuti, diancam, diganggu, diteror atau dengan cara cara lain yang membuat nasabah takut dan malu. Celakanya cara-cara ini banyak dilakukan oleh Bank Asing,” terang Achsanul dengan nada kesal.

Kata Achsanul, Bank Asing telah banyak sekali mengeruk keuntungan dari nasabah-nasabah dan memancing dengan “janji janji manis.” Sehingga akhirnya banyak rakyat kita terjerat dalam perangkat jebakan ekonomi yang tiada berujung. Denda dibesarkan, biaya-biaya aneh dikemas dalam bentuk fee dan penalty.

“Praktek seperti tak bisa diteruskan lagi, untuk itu kami akan memanggil pihak terkait untuk mengevaluasi semuanya,” tandas Bendahara PSSI ini.

Seperti diketahui, Sekjen Partai Pemersatu Bangsa (PPB) Irzen Octa (50) tewas saat memroses penagihan kredit ke Citibank. Korban pada Selasa (29/3) pagi mendatangi kantor Citibank untuk melunasi tagihan kartu kreditnya yang membengkak.

Menurut korban, tagihan kartu kredit Rp 48 juta. Namun pihak bank menyatakan tagihan kartu kreditnya mencapai Rp 100 juta. Disana, korban kemudian dibawa ke satu ruangan dan ditanya-tanya oleh 3 tersangka. Usai bertemu 3 tersangka, korban kemudian tewas. (rud)

Tidak ada komentar: