Rabu, 07 Oktober 2009

Politik Kapling Cawawali Demokrat Surabaya


Oleh Syafrudin Budiman, SIP (Pemerhati Sosial Politik dan Media)

Partai Demokrat (PD) Surabaya adalah pemenang pemilu di Kota Surabaya dengan kekuatan 16 kursi di parlemen. Angka ini lebih dari cukup untuk maju mengusung sendiri pasangan Calon Walikota (cawali) dan Calon Wakil Walikota (cawawali) Surabaya, pada pilkada 2010.

Bursa cawali Surabaya dari PD sungguh sangat diminati banyak orang. Baik yang muncul dari kalangan internal maupun eksternal partai. Diantaranya yang tampak dipermukaan berniat menjadi cawali yakni, Fandi Utomo, Arif Afandi, Wisnu Wardhana dan Ali Syahbana. Bahkan mungkin nantinya ada calon lain yang kuat akan tampil sebagai cawali PD Surabaya.

Terlihat situasi dan kondisi di lapangan penuh pertarungan klaim-klaim politik antar kandidat cawali PD. Perang spanduk dan opini di media terus dilakukan, untuk menarik dukungan simpati masyarakat. Tidak ketinggalan tentunya mencari simpati dukungan dari pemilih PD yang memperoleh 311.792 suara atau 31,29 persen.

Namun sayangnya, untuk kursi cawawali PD Surabaya kurang begitu diminati. Pertanyaan besar muncul untuk partai elang rajawali ini. Kenapa cawawali PD Surabaya minim yang mendaftar dan mengajukan diri? Bisa saja ini disebabkan beberapa faktor yang sangat politis dan rasionalitas di lapangan.

Kondisi ini diakui Wakil Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi DPC Partai Demokrat Mochammad Machmud. “Kami belum mengetahui secara pasti mengapa kok masih sepi posisi dari cawawali itu. Padahal dengan cepatnya diketahui cawawali, akan meningkatkan elektabilitasnya dalam pilwali kota Surabaya 2010 mendatang,” kata Machmud, Minggu (4/10).

Partai Demokrat hingga sekarang belum membuka pendaftaran untuk posisi cawawali. Namun seharusnya peminat posisi cawawali sudah memproklamirkan diri sejak sekarang seperti apa yang dilakukan oleh para kandidat cawali. Ini karena pilwali yang dilakukan secara langsung sangat membutuhkan figur yang dikenal masyarakat Surabaya.

Dengan demikian, jika cawawalinya dikenal luas oleh masyarakat tentunya akan ikut mendongkrak perolehan suara dari cawali. “Makanya kami sendiri juga heran dengan posisi cawawali Partai Demokrat yang peminatnya baru seorang saja yakni Pak Afgani,” tukas Machmud. (Surya, 5 Oktober 2009).

Partai sekelas PD dengan label pemenang pemilu legeslatif 2009 lalu. Tentunya PD sangat tidak pantas menerima catatan kekurangan stok cawawali Surabaya. Pertama mungkin karena pendaftaran penjaringan cawali dan cawawali belum dibuka. Selanjutnya faktor kedua beredar kabar kalau, M. Afghani Wardhana S., SE (Kepala Bapemas dan KB Kota Surabaya) akan maju sebagai cawawali.Ia adalah sepupu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Pembina DPP Partai Demokrat.

Posisi M. Afghani Wardhana ini menyebabkan kandidat lainnya, yang akan maju sebagai cawawali dari PD sangat minim. Peran ini menyebabkan terjadinya politik kapling cawawali PD Surabaya. Sehingga cawawali yang lain lebih senang melamar secara pribadi kepada cawali daripada melamar lewat partai.

Kesan nepotisme melekat pada M. Afghani Wardhana, karena dirinya adalah kerabat dekat SBY. Walaupun belum tentu DPP PD memberikan rekom atau tiket kepada dirinya. Ini menjadi delematis karena terjadi ewuh pakewuh dalam tubuh PD Surabaya. Apalagi kepada kandidat cawawali lainnya yang ingin maju.

Hal ini diperkuat oleh statemen M. Afghani Wardhana sendiri yang menyatakan, sudah memproklamirkan diri maju menjadi cawawali Surabaya. Ia berharap dilamar PD Surabaya dan dirinya tak peduli siapa cawalinya, yang penting dia cawawalinya.

“Saya kan harus tahu diri, siapa saya. Jadi saya hanya mengincar cawawali, bukan cawali. Soal siapa gandengan saya nanti, tidak saya pedulikan, yang penting saya bisa maju lewat PD dulu,” ujarnya. (Surabaya Post, 18 September 2009).

Pernyataan di atas sangat jelas, bahwa dirinya berharap menjadi cawawali PD Surabaya. Ini mendakan dirinya sangat memanfaatkan kekuatannya, sebagai salah satu keluarga biologis SBY. Selama dimanfaatkan secara positif dan tetap mengikuti mekanisme partai, tentunya tidak ada masalah. Namun yang berbahaya jika terjadi Politik kapling cawawali dan apabila mekanisme partai tidak ditegakkan.

Secara normatif menurut aturan partai, siapapun boleh berkeinginan menjadi cawali dan cawawali. Baik yang berpengalaman di birokrasi, kalangan akademisi maupun pengusaha. Namun, kepada siapakah pinangan PD itu jatuh, belum ada yang tahu. Menurut aturan Tim 9 akan dibentuk PD Surabaya. Tim inilah yang akan menggodok dan menseleksi setiap calon yang melamar. Baik sebagai cawali maupun cawawali Surabaya 2010-2015.

Apabila kapling politik ini tidak terlihat dan partai segera melakukan pendaftaran penjaringan. Maka akan banyak kandidat yang akan maju sebagai cawawali lewat PD Surabaya. Bisa saja PD berkoalisi dengan partai-partai papan tengah dalam mengusung cawali dan cawawali. Walaupun sebenarnya PD tetap bisa mengusung cawali dan cawawali sendiri.

Idealnya adalah membangun koalisi besar dan merangkul partai-partai papan tengah. Sangat mungkin cawawalinya bukan dari kader partai maupun kader biologis SBY. Koalisi ini untuk meningkatkan elektabilitas yang mempengaruhi kemenangan kandidat nantinya.

Siapapun cawalinya, baik Fandi Utomo, Arif Afandi, Wisnu Wardhana dan Ali Syahbana. Atau mungkin ada calon lain yang akan tampil sebagai cawali PD Surabaya. Bisa jadi cawawalinya tampil dari partai-partai papan tengah dan bukan dari internal PD saja.

Sementara ada beberapa nama cawali dan cawawali yang lahir dari partai-partai papan tengah. Diantaranya Yulyani (PKS Surabaya), Adies Kadir, SH (Anggota DPRD Surabaya/Ketua AMPG Partai Golkar), Musofak Rouf (Anggota DPRD/Ketua DPC PKB Surabaya) dan Simon Lakatompessy (Anggota DPRD Surabaya/Ketua DPC PDS Surabaya).

Selain itu Rindoko W (Ketua DPW Gerindra Jatim), Masfuk (Bupati Lamongan/Dewan Penasehat DPW PAN Jatim) Muhtadi (Ketua PKNU Surabaya) dan Mujahid Ansori (Mantan Anggota DPRD Jatim/Fungsionaris PPP).

Nama-nama tersebut bisa dirangkul menjadi cawawali koalisi dengan PD Surabaya. Bahkan yang menarik berkoalisi dengan PDI Perjuangan. Terutama merangkul kader PDIP, Saleh Ismail Mukadar Ketua DPD PDIP Surabaya atau Dyah Katarina (Istri Bambang DH Wali Kota Surabaya). Hal ini bisa saja terjadi mengingat Bambang DH sudah tidak bisa lagi mencalonkan diri, karena sudah menjabat dua periode.

Selain itu ada sejumlah nama pejabat pemkot bisa juga dibidik, yakni Asisten I Sekkota BF Sutadi dan Ketua Bappeko Tri Rismaharini. Sementara dari pengusaha dan independen diantaranya, Syaiful Chalim (Ketua PCNU Surabaya), La Nyala Mata Liti (Ketua Kadin Jatim), Poerwanto (Pengusaha/sahabat Sukarwo Gubenur Jatim), Dhimam Abror (Ketua PWI Jatim/Pimred Surabaya Post) dan Mohammad Sholeh (Pengacara/calon independen).

Nama-nama tersebut bisa dimasukkan sebagai cawawali dari PD Surabaya. Asalkan ruang publik dan komunikasi politik partai dalam penjaringan dibuka untuk umum. Keterbukaan inilah yang akan di tunggu masyarakat Surabaya yang memiliki kecendrungan rasional dalam memilih.

Secara pemetaan kursi DPRD Surabaya, untuk PD mengalami kenaikan signifikan. Dari memperoleh 5 kursi pada pemilu legeslatif 2004, menjadi 16 kursi pada pemilu legeslatif 2009. Sementara lengkapnya, perolehan kursi parpol pada pemilu legeslatif 2004 dari 45 jatah kursi DPRD Kota Surabaya, PDIP memperoleh (13) kursi, disusul PKB dengan (11) kursi, PD memperoleh (5) kursi, PAN (5) kursi, Golkar (4) kursi, PDS (4) kursi dan PKS (3) kursi.

Sedangkan untuk pemilu legeslatif 2009 dari 50 jatah kursi DPRD Surabaya. PD unggul dan naik 3 kali lipat lebih menjadi (16) kursi, disusul PDIP dengan (8) kursi. Lalu, partai Golkar (5), PKB (5), PDS (4) dan PKS (5) kursi. Selanjutnya, PAN mendapat (2) kursi, Gerindera (3) kursi, terakhir PPP dan PKNU masing-masing mendapat (1) kursi.

Perlu diketahui untuk perolehan hasil perhitungan suara parpol dari hasil rekapitulasi suara di KPU Surabaya, PD memperoleh 311.792 suara atau 31,29 persen. Sementara PDIP dengan 189.010 suara atau 18,97 persen. Peringkat ketiga PKS dengan 65.358 suara atau 6,56 persen, disusul PKB dengan 64.242 suara atau 6,45 persen.

Selanjutnya peringkat kelima adalah PDS dengan 54.960 atau 5,52 persen. Yang mengherankan adalah suara untuk Partai Golkar yang merosot ke urutan nomor enam dengan 53.549 suara atau 5,37 persen.
Mungkinkah muncul kadidat-kandidat lain yang memberanikan diri maju menjadi cawawali PD Surabaya. Sehingga tidak mncul kandidat tunggal dan kapling poltik yang menyatakan, ini milik saya, ini milik kamu. Atau keluar statemen ini jatah saya, ini jatah kamu. Sungguh statemen dan pernyataan ini tidak baik untuk perkembangan demokrasi di Indonesia.

Lebih-lebih ini tidak baik bagi Partai Demokrat yang lagi mengalami euforia politik. Sebagai partai yang lagi mencari bentuk di tengah kemenangan dan melakukan konsilidasi. Tentunya memerlukan struktur yang kuat dan mekanisme partai yang kokoh. Agar demokratisasi partai seiring sejalan dengan pertumbuhan transisi demokrasi Indonesia. Semoga lebih baik. (rud)

Tidak ada komentar: