Oleh : Slamet Hariyanto
Hasil perhitungan cepat (quick count) Pemilu Legislatif (Pileg) 2009 dari beberapa lembaga survei yang disiarkan media massa, telah mendorong para petinggi parpol bergerak cepat membuat manuver politik. Sehingga dalam waktu relatif singkat rakyat mendapat suguhan bakal peta politik menjelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2009.
Partai Demokrat (PD) yang tinggal tunggu pengesahan jadi pemenang Pileg, makin mantap melakukan manuver menjalin komunikasi politik dengan sejumlah parpol yang bakal dijadikan kawan koalisi. Komunikasi politik itu merupakan kelanjutan dari manuver serupa yang pernah dilakukan sebelum Pileg 9 April 2009.
Bedanya, waktu itu semua petinggi parpol selalu mengelak tudingan bakal koalisi menuju Pilpres, alasannya menunggu hasil Pileg baru terwujud koalisi yang sebenarnya. Kali ini, mereka sudah tidak bisa mengelak lagi. Bahkan terjadi perubahan arah politik beberapa parpol pasca Pileg. Perubahan semacam itu wajar-wajar saja dalam dunia politik.
Yang paling mencolok menunjukkan perubahan arah politik itu adalah Partai Golkar (PG). Sebelum Pileg 2009, tercatat beberapa fenomena politik di internal PG.
Pertama, Jusuf Kalla (JK) selaku ketua umum PG pada awalnya menunjukkan sinyal politik ingin aman dalam posisi wapres mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Pilpres 2009. Akibatnya, terjadi reaksi keras dari daerah-daerah yang menginginkan PG merebut posisi capres.
Alasan kader PG dari daerah-daerah cukup logis, sebagai pemenang Pileg 2004 mereka optimis dapat menang lagi pada Pileg 2009. Logikanya, kurang pantas kalau menang Pileg, cuma mengincar posisi cawapres.
Kedua, akhirnya JK tunduk dengan tekanan PG dari daerah-daerah, sehingga dalam kampanye Pileg 2009 yang lalu JK diposisikan sebagai capres andalan PG. Maka, di panggung kampanye dan iklan politik PG di media massa selalu mengusung slogan “Bersama Partai Golkar, Bisa Lebih Cepat dan Lebih Baik”.
Duet SBY-JK
Kini pasca Pileg 2009 mulai menunjukkan arah berbalik. Sebab,hasil quick count dari beberapa lembaga survei menempatkan PG di posisi ke 2 menyusul PDIP di posisi ke 3, bahkan beberapa lembaga survei lainnya ada yang menempatkan PG dibawah PDIP.
Nampak gejala bahwa JK mulai balik kandang, mengarahkan PG berkoalisi dengan PD. Artinya, koalisi PD dan PG akan lebih berpeluang menang Pilpres 2009 bila mengusung pasangan SBY-JK. Apalagi kalau ditambah dengan dukungan parpol yang menempati papan menengah seperti PKS, PKB. Bahkan PAN, PPP , dan PBB pun sangat mungkin dirangkul dalam koalisi ini.
Format koalisi dalam mengusung pasangan capres itu sekaligus sebagai gambaran perimbangan penempatan kader parpol di kabinet nanti. Dan, koalisi parpol juga berkepentingan untuk memperkuat faksi pendukung pemerintahan SBY-JK (jika menang Pilpres) di DPR RI.
Namun, koalisi PD-PG dengan format memasangkan SBY-JK membuat sewot PKS yang sejak awal berminat mengincar posisi wapres mendampingi SBY. Pada posisi dilematis ini, nampak bahwa PKS tidak punya pilihan lain kecuali tetap berada dalam kubu pendukung SBY.
Koalisi Blok Perubahan
Di luar duet SBY-JK, sejumlah parpol dengan pilar kekuatan utama pada PDIP, Partai Gerindra, dan Partai Hanura mulai mengerucut dalam Koalisi Blok Perubahan. Puluhan parpol yang tidak lolos ambang batas parlemen juga punya kecenderungan bergabung dalam kubu ini.
Dalam pertemuan para tokoh parpol tersebut nampak ikut mendukung adalah beberapa tokoh nasional seperti Gus Dur, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Sutiyoso, Rizal Ramli dan lain-lain.
Untuk sementara kubu ini menyepakati untuk menyuarakan sikapnya terhadap pelaksanaan Pileg 2009. Ada tiga poin yang menjadi sikap politiknya. Antara lain, Pileg 2009 dinilai sebagai pemilu terburuk selama pasca reformasi. Pemerintah, KPU dan KPUD tidak netral. Mendesak kepada pemerintah, Bawaslu dan KPU untuk mengusut segala bentuk kecurangan Pileg 2009.
Spekulasi politik mulai merebak mengenai bakal munculnya pasangan capres dari kubu perubahan itu. Ada dua skenario yang diprediksi bakal munculnya pasangan capres. Jika PDIP masih mengusung Megawati sebagai capres, maka calon terkuat untuk posisi cawapres adalah Prabowo Subianto (Partai Gerindra). Sebaliknya, jika PDIP mengusung Puan Maharani, maka format yang muncul adalah pasangan Prabowo-Puan sebagai capres dan cawapres.
Munculnya wacana memasangkan Prabowo-Puan itu sangat menarik karena merupakan pendatang baru dalam ranah Pilpres 2009. Sebab, tokoh-tokoh tua seperti Megawati, Wiranto terbukti pernah kalah dengan SBY dalam Pilpres 2004.
Dengan demikian, koalisi parpol pasca Pileg 2009 makin mengerucut pada dua pasangan capres dan cawapres. Pasangan SBY-JK akan berhadapan dengan pasangan Megawati-Prabowo atau Prabowo-Puan. Pelaksanaan Pilpres 2009 bisa lebih efektif dan efisien karena cukup hanya satu putaran.
http://slamethariyanto.wordpress.com/
Sabtu, 30 Mei 2009
Mega-Pro No. 1, SBY-Boediono No.2, dan JK-Win No.3
Beranda | PEMILU
Sabtu, 30 Mei 2009
Jakarta - Para pendukung pasangan capres-cawapres yang akan bertarung dalam pilpres Juli mendatang meyakini nomor urut yang didapat capres-cawapres yang mereka dukung adalah nomor yang paling baik.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon usai mengikuti acara pengundian dan penetapan nomor urut pasangan capres-cawapres di Gedung KPU Pusat Jakarta, Sabtu, mengatakan, nomor urut 1 yang didapat pasangan Mega-Prabowo adalah pertanda baik.
"Nomor urut KPU ini tanda kami akan keluar sebagai pemenang nomor 1. Itu yang kami harapkan dan didoakan pendukung Mega-Pro," kata Fadli Zon.
Sementara Ketua Bidang Politik DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, di tempat yang sama mengatakan, nomor urut 2 yang didapat pasangan SBY-Boediono merupakan simbol yang cocok dengan dengan slogan pasangan SBY-Boediono "lanjutkan".
"Jadi maksudnya melanjutkan dari periode satu ke dua. Saya pikir semua calon bersyukur semua dapat nomor bagus. Namun, prinsipnya yang dipilih bukan nomornya, melainkan kualitas pasangan capres cawapres itu," katanya.
Tim kampanye pasangan JK-Win, Priyo Budi Santoso, mengatakan, nomor urut 3 yang didapat pasangan JK-Win adalah berkah.
"Nomor tiga itu berkah, semua nomor itu sama saja dan baik. Yang penting persiapan kampanye. Kami sudah siapkan materi dan konsolidasi massa pendukung," katanya.
Komentar juga disampaikan Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Tifatul Sembiring, yang mendukung pasangan SBY-Boediono bahwa nomor dua justru nomor yang sangat sentral posisinya dalam kertas pemilihan nanti.
"Nomor dua itu nomor yang memudahkan, sangat mudah dicontreng. Nomor dua kan lebih sentris, jadi orang lebih mudah memilih," katanya.
Dalam acara pengundian nomor urut peserta pilpres, pasangan Megawati-Prabowo mendapat nomor urut 1, pasangan SBY-Boediono nomor urut 2, dan pasangan JK-Win nomor urut 3.
http://www.antarajatim.com/lihat/berita/11212/Mega-Pro_No__1__SBY-Boediono_No_2__dan_JK-Win_No_3
Sabtu, 30 Mei 2009
Jakarta - Para pendukung pasangan capres-cawapres yang akan bertarung dalam pilpres Juli mendatang meyakini nomor urut yang didapat capres-cawapres yang mereka dukung adalah nomor yang paling baik.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon usai mengikuti acara pengundian dan penetapan nomor urut pasangan capres-cawapres di Gedung KPU Pusat Jakarta, Sabtu, mengatakan, nomor urut 1 yang didapat pasangan Mega-Prabowo adalah pertanda baik.
"Nomor urut KPU ini tanda kami akan keluar sebagai pemenang nomor 1. Itu yang kami harapkan dan didoakan pendukung Mega-Pro," kata Fadli Zon.
Sementara Ketua Bidang Politik DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, di tempat yang sama mengatakan, nomor urut 2 yang didapat pasangan SBY-Boediono merupakan simbol yang cocok dengan dengan slogan pasangan SBY-Boediono "lanjutkan".
"Jadi maksudnya melanjutkan dari periode satu ke dua. Saya pikir semua calon bersyukur semua dapat nomor bagus. Namun, prinsipnya yang dipilih bukan nomornya, melainkan kualitas pasangan capres cawapres itu," katanya.
Tim kampanye pasangan JK-Win, Priyo Budi Santoso, mengatakan, nomor urut 3 yang didapat pasangan JK-Win adalah berkah.
"Nomor tiga itu berkah, semua nomor itu sama saja dan baik. Yang penting persiapan kampanye. Kami sudah siapkan materi dan konsolidasi massa pendukung," katanya.
Komentar juga disampaikan Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Tifatul Sembiring, yang mendukung pasangan SBY-Boediono bahwa nomor dua justru nomor yang sangat sentral posisinya dalam kertas pemilihan nanti.
"Nomor dua itu nomor yang memudahkan, sangat mudah dicontreng. Nomor dua kan lebih sentris, jadi orang lebih mudah memilih," katanya.
Dalam acara pengundian nomor urut peserta pilpres, pasangan Megawati-Prabowo mendapat nomor urut 1, pasangan SBY-Boediono nomor urut 2, dan pasangan JK-Win nomor urut 3.
http://www.antarajatim.com/lihat/berita/11212/Mega-Pro_No__1__SBY-Boediono_No_2__dan_JK-Win_No_3
Boediono: Saya Bukan Ban Serep
Politik
30/05/2009
Jakarta - Tidak seperti JK yang pada 2004 melakukan kontrak politik dengan SBY, Boediono enggan memiliki kontrak politik untuk mendampingi SBY. Sebab Boediono bukanlah sekadar ban serep.
"Setelah saya pikir bahwa saya tidak hanya jadi ban serep, saya akan bisa memberikan sumbangan bagi tim. Sistim presidensial kita harus dilihat utuh. Saya tidak persoalkan apakah saya dapat bidang apa untuk membuat kontrak politik dengan SBY," ujar Boediono saat berpidato dalam silaturahmi nasional koalisi di PRJ Kemayoran, Jakarta, Sabtu (30/5).
Mantan Gubernur BI ini menyatakan siap mengenergikan tim SBY-Boediono. Dirinya pun tidak akan memersoalkan apa peranannya nanti dalam kabinet.
"Saya sampaikan rasa bangga dan kehormatan karena dapat mendampingi SBY dalam pilpres ini. Kenapa dengan sepenuh hati saya menerima undangan mendampingi SBY, karena apa yang saya putuskan berasal dari pemikiran yang mendalam dan memakan waktu beberapa lama. Saya cukup mengerti mengenai kepemimpinan SBY," jelasnya. [mut/sss]
inilah.com
30/05/2009
Jakarta - Tidak seperti JK yang pada 2004 melakukan kontrak politik dengan SBY, Boediono enggan memiliki kontrak politik untuk mendampingi SBY. Sebab Boediono bukanlah sekadar ban serep.
"Setelah saya pikir bahwa saya tidak hanya jadi ban serep, saya akan bisa memberikan sumbangan bagi tim. Sistim presidensial kita harus dilihat utuh. Saya tidak persoalkan apakah saya dapat bidang apa untuk membuat kontrak politik dengan SBY," ujar Boediono saat berpidato dalam silaturahmi nasional koalisi di PRJ Kemayoran, Jakarta, Sabtu (30/5).
Mantan Gubernur BI ini menyatakan siap mengenergikan tim SBY-Boediono. Dirinya pun tidak akan memersoalkan apa peranannya nanti dalam kabinet.
"Saya sampaikan rasa bangga dan kehormatan karena dapat mendampingi SBY dalam pilpres ini. Kenapa dengan sepenuh hati saya menerima undangan mendampingi SBY, karena apa yang saya putuskan berasal dari pemikiran yang mendalam dan memakan waktu beberapa lama. Saya cukup mengerti mengenai kepemimpinan SBY," jelasnya. [mut/sss]
inilah.com
'SBY Seleraakuuu...' Kian Bergema
Politik
30/05/2009
Jakarta - Gerakan Pro SBY atau yang lebih trend disingkat GPS sedang bangkit. Bersamaan dengan itu, jingle 'SBY Presidenku' yang meniru iklan mie instant sedang booming. Jingle ini pas, melihat masih banyak yang 'berselera' dengan SBY.
Bagi orang yang ear catching, mendengar iklan SBY berjingle 'SBY Presidenku' pasti langsung teringat dengan iklan mie instan tersebut. Jingle tersebut sangat mengena di masyarakat Indonesia, mengingat mie instan juga menjadi selera bersama.
Lucu memang mendengar jingle 'SBY Presidenku'. Namun gara-gara iklan yang meniru-niru itu, tim sukses presiden SBY dinilai tidak kreatif. "Yang namanya follower dipandang kurang kreatif oleh masyarakat," ujar pengamat politik UI Ibnu Hamad.
Meski mengekor iklan, namun apa yang dilakukan tim sukses SBY itu dinilai sah-sah saja. Sebab, tim SBY pastinya ingin iklan 'SBY Presidenku' terngiang terus di telinga masyarakat Indonesia.
Dari sisi komunikasi, itu merupakan strategi. Ada kalanya follower mendompleng atau mengekor dipandang lebih efektif. "Yang namanya kreatif di dunia komunikasi juga mengembangkan dari yang sudah ada. Itu juga kreatif. Mengubah sedikit yang sudah ada juga kreatif. Jadi tidak selalu original atau baru," imbuh Hamad.
Namun pemanfaatan jingle tersebut juga dianggap terlalu jauh, mengingat posisi dan jabatan SBY yang presiden dibandingkan dengan mie instant, sebuah produk consumer good. Iklan SBY dinilai bukan menawarkan ide, melainkan produk.
"Kok sosok presiden disamakan dengan produk mie instant. Itu terlalu jauh perbandingannya. Sesuatu yang high level kepresidenan dibandingkan dengan produk makanan," tutur dia lagi.
Tapi ya itu, semua sah-sah saja. Ketua DPP Partai Demokrat Andi Mallarangeng juga menganggap pencontekan jingle 'SBY Presidenku' sebagai hal yang sah, apalagi untuk bahan kampanye. Yang penting bagi mereka, rakyat mudah mengingat-ingat hal tersebut.
"Kenapa tidak etis? Etis sekali selama hak ciptanya dihargai. Kami menghargai hak cipta itu dengan meminta izin kepada pencipta lagu dan yang mempunyai hak cipta," kilah Andi.
Bahkan Andi mengakui pihaknya mendompleng ketenaran lagu di iklan tersebut guna keperluan kampanye. Apalagi jingle yang diaransemen ulang dan diadopsi untuk kepentingan lain, sudah hal biasa.
Nah soal jingle ini, yang sangat mengena adalah pendukung SBY, terutama Gerakan Pro SBY alias GPS. GPS yang diketuai Suratto Siswodiharjo sangat 'berselera' menjadikan SBY menjadi presiden. Itu sudah tertuang dalam tugas GPS untuk memajukan lagi SBY sebagai presiden RI untuk keduakalinya.
"Masing-masing koordinator daerah bertugas membentuk GPS di tingkat kabupaten/kota di daerah masing. Mereka akan bekerja sekitar dua bulan lebih untuk mengawal perolehan suara terbanyak untuk SBY," ujar Ketua Umum GPS Suratto Siswodiharjo.
Di kampungnya Jusuf Kalla, Makassar, GPS sudah merangkul 400 relawan yang berasal dari Sulawesi, Maluku, dan Papua. Satu orang dari tiap provinsi dipilih menjadi koordinator daerah (korda). Ada 10 utusan dari 10 perwakilan daerah. Itu baru di Sulawesi. Di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan di setiap provinsi, GPS akan menerapkan selera serupa.
Bukan cuma GPS, ulama Banten pun mendukung SBY kembali menjadi presiden. Menurut mereka, program SBY seperti bantuan langsung tunai (BLT) sangat pro rakyat. Sedangkan neoliberal hanyalah isu yang dihembuskan oleh saingan SBY.
Bagi rakyat Indonesia, terutama rakyat kecil, nama SBY masih mengundang selera mereka memilih Ketua Dewan Pembina Demokrat itu. Namun sayang, gaya tim sukses SBY-Boediono yang menyerang personal saingan di Pilpres membuat kurang berselera.
Sebut saja apa yang dilakukan jubir tim sukses SBY-Boediono, Rizal Mallarangeng. Adik kandung Andi Mallarangeng ini terus menyerang pribadi Prabowo terkait 98 kuda yang dimilikinya, bahkan tiga di antaranya seharga Rp 3 miliar. Dalam sebuah jumpa pers, Rizal bahkan mengungkit track record cawapresnya Megawati Soekarnoputri itu di militer.
Meski sudah ditegur banyak pihak, termasuk internal Demokrat, Rizal masih belum puas. Dia masih nyinyir menyindir kuda-kuda milik Prabowo, meski kali terakhir tanpa menyebut nama Ketua Dewan Pembina Gerindra tersebut. Sampai-sampai orang dekat Prabowo, Permadi, mengajak Rizal untuk adu santet.
Apa yang dilakukan Rizal juga kontradiksi dengan anjuran Ketua Tim Sukses SBY-Boediono, Hatta Rajasa. Hatta yang terkenal dekat dengan SBY, mengajak seluruh pihak berpolitik santun, tidak menjelek-jelekkan calon lain. Adu ide lebih bagus ketimbang menyerang pribadi capres-cawapres.
Jika sudah begitu, apakah orang masih berselera memilih SBY jika tim suksesnya malah kontraproduktif dengan SBY yang terkenal santun? Jangan tanya pada rumput yang bergoyang. [E1]
inilah.com
30/05/2009
Jakarta - Gerakan Pro SBY atau yang lebih trend disingkat GPS sedang bangkit. Bersamaan dengan itu, jingle 'SBY Presidenku' yang meniru iklan mie instant sedang booming. Jingle ini pas, melihat masih banyak yang 'berselera' dengan SBY.
Bagi orang yang ear catching, mendengar iklan SBY berjingle 'SBY Presidenku' pasti langsung teringat dengan iklan mie instan tersebut. Jingle tersebut sangat mengena di masyarakat Indonesia, mengingat mie instan juga menjadi selera bersama.
Lucu memang mendengar jingle 'SBY Presidenku'. Namun gara-gara iklan yang meniru-niru itu, tim sukses presiden SBY dinilai tidak kreatif. "Yang namanya follower dipandang kurang kreatif oleh masyarakat," ujar pengamat politik UI Ibnu Hamad.
Meski mengekor iklan, namun apa yang dilakukan tim sukses SBY itu dinilai sah-sah saja. Sebab, tim SBY pastinya ingin iklan 'SBY Presidenku' terngiang terus di telinga masyarakat Indonesia.
Dari sisi komunikasi, itu merupakan strategi. Ada kalanya follower mendompleng atau mengekor dipandang lebih efektif. "Yang namanya kreatif di dunia komunikasi juga mengembangkan dari yang sudah ada. Itu juga kreatif. Mengubah sedikit yang sudah ada juga kreatif. Jadi tidak selalu original atau baru," imbuh Hamad.
Namun pemanfaatan jingle tersebut juga dianggap terlalu jauh, mengingat posisi dan jabatan SBY yang presiden dibandingkan dengan mie instant, sebuah produk consumer good. Iklan SBY dinilai bukan menawarkan ide, melainkan produk.
"Kok sosok presiden disamakan dengan produk mie instant. Itu terlalu jauh perbandingannya. Sesuatu yang high level kepresidenan dibandingkan dengan produk makanan," tutur dia lagi.
Tapi ya itu, semua sah-sah saja. Ketua DPP Partai Demokrat Andi Mallarangeng juga menganggap pencontekan jingle 'SBY Presidenku' sebagai hal yang sah, apalagi untuk bahan kampanye. Yang penting bagi mereka, rakyat mudah mengingat-ingat hal tersebut.
"Kenapa tidak etis? Etis sekali selama hak ciptanya dihargai. Kami menghargai hak cipta itu dengan meminta izin kepada pencipta lagu dan yang mempunyai hak cipta," kilah Andi.
Bahkan Andi mengakui pihaknya mendompleng ketenaran lagu di iklan tersebut guna keperluan kampanye. Apalagi jingle yang diaransemen ulang dan diadopsi untuk kepentingan lain, sudah hal biasa.
Nah soal jingle ini, yang sangat mengena adalah pendukung SBY, terutama Gerakan Pro SBY alias GPS. GPS yang diketuai Suratto Siswodiharjo sangat 'berselera' menjadikan SBY menjadi presiden. Itu sudah tertuang dalam tugas GPS untuk memajukan lagi SBY sebagai presiden RI untuk keduakalinya.
"Masing-masing koordinator daerah bertugas membentuk GPS di tingkat kabupaten/kota di daerah masing. Mereka akan bekerja sekitar dua bulan lebih untuk mengawal perolehan suara terbanyak untuk SBY," ujar Ketua Umum GPS Suratto Siswodiharjo.
Di kampungnya Jusuf Kalla, Makassar, GPS sudah merangkul 400 relawan yang berasal dari Sulawesi, Maluku, dan Papua. Satu orang dari tiap provinsi dipilih menjadi koordinator daerah (korda). Ada 10 utusan dari 10 perwakilan daerah. Itu baru di Sulawesi. Di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan di setiap provinsi, GPS akan menerapkan selera serupa.
Bukan cuma GPS, ulama Banten pun mendukung SBY kembali menjadi presiden. Menurut mereka, program SBY seperti bantuan langsung tunai (BLT) sangat pro rakyat. Sedangkan neoliberal hanyalah isu yang dihembuskan oleh saingan SBY.
Bagi rakyat Indonesia, terutama rakyat kecil, nama SBY masih mengundang selera mereka memilih Ketua Dewan Pembina Demokrat itu. Namun sayang, gaya tim sukses SBY-Boediono yang menyerang personal saingan di Pilpres membuat kurang berselera.
Sebut saja apa yang dilakukan jubir tim sukses SBY-Boediono, Rizal Mallarangeng. Adik kandung Andi Mallarangeng ini terus menyerang pribadi Prabowo terkait 98 kuda yang dimilikinya, bahkan tiga di antaranya seharga Rp 3 miliar. Dalam sebuah jumpa pers, Rizal bahkan mengungkit track record cawapresnya Megawati Soekarnoputri itu di militer.
Meski sudah ditegur banyak pihak, termasuk internal Demokrat, Rizal masih belum puas. Dia masih nyinyir menyindir kuda-kuda milik Prabowo, meski kali terakhir tanpa menyebut nama Ketua Dewan Pembina Gerindra tersebut. Sampai-sampai orang dekat Prabowo, Permadi, mengajak Rizal untuk adu santet.
Apa yang dilakukan Rizal juga kontradiksi dengan anjuran Ketua Tim Sukses SBY-Boediono, Hatta Rajasa. Hatta yang terkenal dekat dengan SBY, mengajak seluruh pihak berpolitik santun, tidak menjelek-jelekkan calon lain. Adu ide lebih bagus ketimbang menyerang pribadi capres-cawapres.
Jika sudah begitu, apakah orang masih berselera memilih SBY jika tim suksesnya malah kontraproduktif dengan SBY yang terkenal santun? Jangan tanya pada rumput yang bergoyang. [E1]
inilah.com
Jumat, 29 Mei 2009
Demokrat Kumpulkan Semua Partai Koalisi
Fri, 29/05/2009
Jakarta - Partai Demokrat akan menggelar silaturahmi nasional dengan 24 partai koalisi pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Silaturahmi itu akan digelar mulai malam ini hingga esok di Pekan Raya Jakarta (PRJ).
Demikian disampaikan salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Anas Urbaningrum di Bravo Media Center, Jumat 28 Mei 2009.
"Agenda silaturahmi adalah mempersiapkan dan mematangkan kerja-kerja pemenangan SBY-Boediono," kata Anas. Pasangan itu akan hadir dalam forum tersebut.
Menurut Anas, silaturahmi itu perlu dilakukan untuk mengantarkan SBY-Boediono pada posisi Presiden dan Wakil Presiden periode 2009-2014. "Sehingga semua garda bekerja optimal," ujar Anas.
Ia memperkirakan 3.000 undangan akan memenuhi Hall D1 PRJ. "Pengurus dari partai pendukung yang diundang adalah pengurus pusat sampai tingkat provinsi," jelasnya.
Pada Pemilihan Presiden Juli mendatang, pasangan SBY-Boediono akan berkompetisi dengan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla-Wiranto.
Sumber: VIVAnews
Jakarta - Partai Demokrat akan menggelar silaturahmi nasional dengan 24 partai koalisi pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Silaturahmi itu akan digelar mulai malam ini hingga esok di Pekan Raya Jakarta (PRJ).
Demikian disampaikan salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Anas Urbaningrum di Bravo Media Center, Jumat 28 Mei 2009.
"Agenda silaturahmi adalah mempersiapkan dan mematangkan kerja-kerja pemenangan SBY-Boediono," kata Anas. Pasangan itu akan hadir dalam forum tersebut.
Menurut Anas, silaturahmi itu perlu dilakukan untuk mengantarkan SBY-Boediono pada posisi Presiden dan Wakil Presiden periode 2009-2014. "Sehingga semua garda bekerja optimal," ujar Anas.
Ia memperkirakan 3.000 undangan akan memenuhi Hall D1 PRJ. "Pengurus dari partai pendukung yang diundang adalah pengurus pusat sampai tingkat provinsi," jelasnya.
Pada Pemilihan Presiden Juli mendatang, pasangan SBY-Boediono akan berkompetisi dengan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla-Wiranto.
Sumber: VIVAnews
PKS SESALI ISU JILBAB BLUNDER
Politik
29/05/2009
Jakarta - PKS menyesalkan isu jilbab yang ditujukan kepada Ani Yudhoyono menjadi hal yang diperdebatkan panjang. PKS khawatir isu itu menjadi blunder hanya karena menjelang pilpres. Kok bisa?
"Saya menyayangkan, padahal itu dari diri pribadi saya sendiri, tapi kok jadi begini. Masalah jilbab seharusnya tak menjadi isu besar, kalau tiba-tiba terkait elektabilitasnya kan ini jadi blunder," kata Wakil Ketua DPP PKS Zulkieflimansyah usai dialektika 'Benarkah konsep politik ekonomi neolib dan kerakyatan memperjuangkan parlemen?' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (29/5).
PKS, menurut Zul tak memaksa Ani Yudhoyono untuk memakai jibab. Apalagi hanya karena tekanan dari kompetitor capres lain. "Bu Ani jangan memakai jilbab menjelang mau pemilu. Tidak ada PKS memaksa-maksa wanita memakai jilbab, apalagi kalau hanya tekanan kompetitor," ujarnya.
Zul mengelak jika PKS disebut parpol yang rewel dan mendikte SBY. Ia menuturkan dalam Islam wanita memang dianjurkan untuk memakai jilbab. "Tidak begitu, PKS tidak memaksa-maksa Bu Ani memakai jilbab. Dalam Islam itu kan dianjurkan memakai jilbab, kelihatan anggun saja, seperti Bu Ani yang sebagai simbol
negara," tandasnya.
Sebelumnya, Zul yang menjabat Wakil Ketua DPP PKS sebelumnya sempat mengungkapkan fakta cukup menghebohkan di kalangan internal. Menurutnya, survei PKS menunjukkan elektabilitas SBY dan JK bersaing ketat. "Kami khawatir kalau SBY kalah karena untuk mendapatkan kemenangan tidak mudah. Kalau melihat survei terbaru, jarak ketiganya masih dekat. Selisih yang paling tinggi dengan yang paling rendah hanya 10 persen," urai dia.
Tidak berhenti begitu saja, Zul juga memaparkan sebagian kader juga menaruh hati pada duet JK Win. Alasannya pun tidak jauh dari isu agama. Istri JK dan Wiranto sama-sama mengenakan jilbab saat tampil ke publik. "Kalau pemilih kita tidak bisa karena pemilih PKS jauh lebih besar dari kader. Kader PKS jumlahnya 3 jutaan sedangkan pemilih 28 juta," terang Zul. [ikl/ton]
inilah.com
29/05/2009
Jakarta - PKS menyesalkan isu jilbab yang ditujukan kepada Ani Yudhoyono menjadi hal yang diperdebatkan panjang. PKS khawatir isu itu menjadi blunder hanya karena menjelang pilpres. Kok bisa?
"Saya menyayangkan, padahal itu dari diri pribadi saya sendiri, tapi kok jadi begini. Masalah jilbab seharusnya tak menjadi isu besar, kalau tiba-tiba terkait elektabilitasnya kan ini jadi blunder," kata Wakil Ketua DPP PKS Zulkieflimansyah usai dialektika 'Benarkah konsep politik ekonomi neolib dan kerakyatan memperjuangkan parlemen?' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (29/5).
PKS, menurut Zul tak memaksa Ani Yudhoyono untuk memakai jibab. Apalagi hanya karena tekanan dari kompetitor capres lain. "Bu Ani jangan memakai jilbab menjelang mau pemilu. Tidak ada PKS memaksa-maksa wanita memakai jilbab, apalagi kalau hanya tekanan kompetitor," ujarnya.
Zul mengelak jika PKS disebut parpol yang rewel dan mendikte SBY. Ia menuturkan dalam Islam wanita memang dianjurkan untuk memakai jilbab. "Tidak begitu, PKS tidak memaksa-maksa Bu Ani memakai jilbab. Dalam Islam itu kan dianjurkan memakai jilbab, kelihatan anggun saja, seperti Bu Ani yang sebagai simbol
negara," tandasnya.
Sebelumnya, Zul yang menjabat Wakil Ketua DPP PKS sebelumnya sempat mengungkapkan fakta cukup menghebohkan di kalangan internal. Menurutnya, survei PKS menunjukkan elektabilitas SBY dan JK bersaing ketat. "Kami khawatir kalau SBY kalah karena untuk mendapatkan kemenangan tidak mudah. Kalau melihat survei terbaru, jarak ketiganya masih dekat. Selisih yang paling tinggi dengan yang paling rendah hanya 10 persen," urai dia.
Tidak berhenti begitu saja, Zul juga memaparkan sebagian kader juga menaruh hati pada duet JK Win. Alasannya pun tidak jauh dari isu agama. Istri JK dan Wiranto sama-sama mengenakan jilbab saat tampil ke publik. "Kalau pemilih kita tidak bisa karena pemilih PKS jauh lebih besar dari kader. Kader PKS jumlahnya 3 jutaan sedangkan pemilih 28 juta," terang Zul. [ikl/ton]
inilah.com
Minggu, 17 Mei 2009
Muhammadiyah Siapkan Kriteria Capres Bagi Warganya
Beranda | PEMILU
Jumat, 15 Mei 2009
Surabaya - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr HM Din Syamsuddin MA menyatakan pihaknya akan menyiapkan kriteria calon presiden (capres) untuk pedoman bagi warganya dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) pada tanggal 8 Juli 2009.
"Kami akan mengadakan pertemuan dengan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) se-Indonesia pada tanggal 27-28 Mei, kemudian kami akan mengumumkan kriteria sebagai pedoman bagi warga Muhammadiyah agar satu suara," katanya di Surabaya, Jumat.
Ia mengemukakan hal itu setelah membuka Rakernas II Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Muhammadiyah se-Indonesia yang dirangkai dengan Temu Nasional Pengusaha Muhammadiyah se-Indonesia di Surabaya pada tanggal 15-17 Mei 2009.
Didampingi Ketua Majelis Ekonomi PW Muhammadiyah Jatim Ir Muhammad Najikh dan Sekretaris PW Muhammadiyah Jatim H Nadjib Hamid MSi, ia mengatakan Muhammadiyah tidak akan berbicara tentang "orang" (nama capres) yang perlu dipilih warga Muhammadiyah.
"Kalau bicara orang, tentu bicara like and dislike (suka dan tidak suka), maka kami tidak akan ke sana, melainkan kami memberi kriteria untuk pedoman bagi warga Muhammadiyah dan masyarakat umum dalam melihat kapasitas pemimpin yang mampu merealisasikan janji," katanya.
Selain itu, katanya, Khittah Muhammadiyah adalah gerakan dakwah dan kebudayaan yang tak memiliki hubungan struktural, organisatoris, dan afiliasi dengan parpol mana pun, termasuk parpol yang didirikan warga Muhammadiyah seperti PAN dan PMB, apalagi warga Muhammadiyah secara "de facto" memang menyebar, kecuali di PKB dan PDS.
"Khittah Muhammadiyah juga memposisikan Muhammadiyah tidak pernah terlibat politik praktis, tapi MUhammadiyah tidak akan mengabaikan politik, karena itu Muhammadiyah akan memberikan arahan dalam bentuk kriteria," katanya.
Dalam kesempatan itu, Din menyinggung beberapa kriteria yang mungkin diinginkan Muhammadiyah, di antaranya presiden yang bisa mengakhiri fase transisi yang "kebablasan" (melewati batas dari transisi Orde Baru ke Orde Reformasi) dan memfungsikan politik kesejahteraan.
"Politik yang ada saat ini masih politik untuk kekuasaan, tapi politik yang dibutuhkan rakyat sekarang ada politik kesejahteraan atau politik untuk kesejahteraan, karena presiden terpilih adalah presiden seluruh rakyat, bukan parpol tertentu, bahkan presiden hakekatnya adalah pelayan rakyat," katanya.
Edy M Yakub
Jumat, 15 Mei 2009
Surabaya - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr HM Din Syamsuddin MA menyatakan pihaknya akan menyiapkan kriteria calon presiden (capres) untuk pedoman bagi warganya dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) pada tanggal 8 Juli 2009.
"Kami akan mengadakan pertemuan dengan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) se-Indonesia pada tanggal 27-28 Mei, kemudian kami akan mengumumkan kriteria sebagai pedoman bagi warga Muhammadiyah agar satu suara," katanya di Surabaya, Jumat.
Ia mengemukakan hal itu setelah membuka Rakernas II Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Muhammadiyah se-Indonesia yang dirangkai dengan Temu Nasional Pengusaha Muhammadiyah se-Indonesia di Surabaya pada tanggal 15-17 Mei 2009.
Didampingi Ketua Majelis Ekonomi PW Muhammadiyah Jatim Ir Muhammad Najikh dan Sekretaris PW Muhammadiyah Jatim H Nadjib Hamid MSi, ia mengatakan Muhammadiyah tidak akan berbicara tentang "orang" (nama capres) yang perlu dipilih warga Muhammadiyah.
"Kalau bicara orang, tentu bicara like and dislike (suka dan tidak suka), maka kami tidak akan ke sana, melainkan kami memberi kriteria untuk pedoman bagi warga Muhammadiyah dan masyarakat umum dalam melihat kapasitas pemimpin yang mampu merealisasikan janji," katanya.
Selain itu, katanya, Khittah Muhammadiyah adalah gerakan dakwah dan kebudayaan yang tak memiliki hubungan struktural, organisatoris, dan afiliasi dengan parpol mana pun, termasuk parpol yang didirikan warga Muhammadiyah seperti PAN dan PMB, apalagi warga Muhammadiyah secara "de facto" memang menyebar, kecuali di PKB dan PDS.
"Khittah Muhammadiyah juga memposisikan Muhammadiyah tidak pernah terlibat politik praktis, tapi MUhammadiyah tidak akan mengabaikan politik, karena itu Muhammadiyah akan memberikan arahan dalam bentuk kriteria," katanya.
Dalam kesempatan itu, Din menyinggung beberapa kriteria yang mungkin diinginkan Muhammadiyah, di antaranya presiden yang bisa mengakhiri fase transisi yang "kebablasan" (melewati batas dari transisi Orde Baru ke Orde Reformasi) dan memfungsikan politik kesejahteraan.
"Politik yang ada saat ini masih politik untuk kekuasaan, tapi politik yang dibutuhkan rakyat sekarang ada politik kesejahteraan atau politik untuk kesejahteraan, karena presiden terpilih adalah presiden seluruh rakyat, bukan parpol tertentu, bahkan presiden hakekatnya adalah pelayan rakyat," katanya.
Edy M Yakub
Kamis, 07 Mei 2009
PMB Jatim Dukung SBY-Akbar
Beranda | PEMILU
Kamis, 07 Mei 2009
Surabaya - Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Matahari Bangsa (PMB) Jawa Timur mendukung duet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Akbar Tanjung untuk pasangan capres/cawapres, namun Lembaga Pemersatu Bangsa (LPB) Jatim yang dikenal sebagai pendukung SBY di Jatim justru mendukung duet SBY-Sri Mulyani.
"Kami mendukung duet SBY-Akbar, karena pak Akbar itu merepresentasikan kelompok muda yang selama ini kurang diperhatikan. Pak Akbar itu pernah memimpin KNPI, HMI, dan dekat dengan kalangan muda," kata Sekretaris DPW PMB Jatim, Syafruddin Budiman S.IP., di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, Akbar Tanjung juga merupakan fungsionaris Partai Golkar yang cukup mengakar seperti halnya Jusuf Kalla, sehingga SBY diharapkan akan dapat meraih dukungan Golkar dalam kepemimpinannya.
"Bagi PMB sendiri, pak Akbar merupakan tokoh yang sangat memberi motivasi kepada kami, karena beliau hadir dalam acara-acara PMB, termasuk saat deklarasi PMB, karena itu kami menilai pak Akbar lebih matang dalam berpolitik," katanya.
Sementara itu, Sekjen Lembaga Pemersatu Bangsa (LPB) Jawa Timur, Sudiri Husodo, menilai Sri Mulyani lebih pantas untuk mendampingi SBY.
"Duet SBY-Sri Muyani itu lebih pantas karena ada banyak kelebihan jika dibandingkan SBY berduet dengan tokoh dari partai politik," katanya.
Menurut petinggi lembaga yang sejak pemilihan presiden 2004 mendukung SBY itu, tantangan SBY dalam lima tahun ke depan jauh lebih berat dibandingkan sekarang, baik itu masalah ekonomi, sosial kemasyarakatan maupun politik.
"Dengan kemampuan yang dimiliki Sri Mulyani, maka Indonesia diharapkan akan jauh lebih baik kondisinya. Jika duet SBY Sri Mulyani ini benar-benar terwujud maka kami yakin
krisis global yang melanda dunia, termasuk Indonesia akan bisa
teratasi," katanya.
Selain itu, karena bukan orang dari parpol, maka parpol pendukung SBY diharapkan akan bisa lebih bersatu atau solid dalam membangun Indonesia lebih baik.
"Ibu Sri Mulyani seorang teknokrat dari kalangan profesional, baiknya lagi, beliau jauh dari kepentingan partai politik dan mempunyai jaringan internasional yang luas," katanya.
Edy M Yakub
http://antarajatim.com/lihat/berita/10466/PMB_Jatim_Dukung_SBY-Akbar/
Cari: Hasil Rekapitulasi Suara KPU Jatim Disahkan
Antara - Kamis, 7 Mei 2009
Hasil rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2009 yang disetorkan KPU Jatim ke KPU Pusat (4/5), akhirnya disahkan.
"Alhamdulillah, hasil rekapitulasi suara Pemilu 2009 yang kami lakukan akhirnya disahkan pada Rabu (6/5) pukul 23.00 WIB," kata anggota KPU Jatim, Nadjib Hamid, kepada ANTARA melalui pesan singkat (SMS), Kamis pagi.
Hal itu, katanya, berkat dukungan, kerja sama, dan doa dari masyarakat Jawa Timur, meski sejumlah partai politik (parpol) di Jatim masih pro-kontra dalam menyikapi hasil rekapitulasi suara itu.
"Akhirnya, perjuangan kami dan doa masyarakat Jatim ada hasilnya, setelah kami berada di Jakarta selama 3-4 hari," katanya.
Ia mengemukakan hal itu terkait hasil rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2009 yang disetorkan lima anggota KPU Jatim ke KPU Pusat untuk diputuskan menjadi ketetapan. Mereka ke Jakarta dengan dipimpin ketuanya, Nikmatul Hidayati SIP (4/5).
Selain Nikmatul, anggota KPU Jatim yang berangkat ke Jakarta adalah Arief Budiman SS. SIP., Nadjib Hamid S.Sos. M.Si., Agung Nurgoho SH MH., dan Andry Dewanto SH. Turut juga sekretaris KPU Jatim, Zainal Muhtadhien SH MM.
Secara terpisah, Sekretaris DPW Partai Matahari Bangsa (PMB) Jawa Timur, Syafrudin Budiman SIP, mengaku pihaknya bisa menerima hasil rekapitulasi suara oleh KPU Jatim yang sudah disahkan itu.
"Sebenarnya ada beberapa kasus yang merugikan kami, tapi kami dapat menerima dengan catatan agar penyelenggara pemilu untuk pilpres dan pemilu yang akan datang dapat berjalan lebih baik dari sekarang," katanya kepada ANTARA per telpon.
Menurut dia, catatan untuk KPU selaku penyelenggara pemilu adalah KPU sebaiknya memberi waktu agak panjang antara penetapan parpol peserta pemilu dengan waktu pemilu itu sendiri.
"PMB sendiri kalah bukan karena partai kami tidak diminati, tapi kami kalah secara teknis, karena waktu persiapan kami untuk mengenalkan diri ke masyarakat sangat mepet (waktunya cukup sempit/terbatas)," katanya.
Untuk pilpres dan pemilu mendatang, ia menyarankan KPU selaku penyelenggara pemilu memperbaiki daftar pemilih tetap (DPT). "Kalau pilpres terlalu mepet, pendaftaran sebaiknya cukup dengan KTP (kartu tanda penduduk)," katanya.
Sementara itu, DPD Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN) Jatim menyatakan tetap menolak hasil rekapitulasi perolehan suara, meski nantinya akan ditetapkan oleh KPU Pusat.
"Kami tetap menolak, karena proses penghitungan dari mulai TPS, kelurahan, kecamatan, kabupaten, hingga provinsi memang nggak cocok," kata Ketua Bappilu PPRN Jatim, Hidayat.
Sebagian parpol di Jatim menolak hasil rekapitulasi perolehan suara, di antaranya Partai Hanura, Partai Patriot, PPNUI, Partai Merdeka, PNI Marhaenisme, Partai Kedaulatan, PKPB, PPPI, Partai Buruh, Partai Republikan, PPD, PIS, PPDI, PKDI, PKNU, PKPI, PSI, PDP, Partai Pelopor, dan PPRN.
PD, PDIP, PKB
Hasil perolehan suara yang dihimpun ANTARA dari berbagai sumber mencatat Partai Demokrat (PD) unggul pada delapan dari 11 daerah pemilihan (dapil) se-Jawa Timur, sehingga "tiga besar" di Jatim adalah PD (3.409.171 suara), PDIP (2.631.797), dan PKB (1.926.549).
PD mengalami kekalahan pada tiga dapil yakni dapil 6 dan 8 yang dimenangkan PDIP, sedangkan dapil 9 dimenangkan Partai Golkar.
Namun data yang ada masih terasa janggal karena perolehan suara untuk PD pada dapil 6 dan 7 ada kesamaan, sehingga perlu cek ulang dengan data yang disahkan KPU Pusat, sedangkan rincian perolehan suara per dapil adalah:
Dapil 1: Partai Demokrat meraih 518.275 suara (30,67 persen), PDIP 277.625 suara (16,43), PKB 166.921 (9,88), Golkar 124.779 (7,38), PKS 113.042 (6,69), dan PAN 102.628 (6,07).
Dapil 2: Partai Demokrat 189.439 (15,39) PKB 204.470 (16.61), PDIP 188.396 (15.31), PPP 128.532 (10.44), dan Golkar 116.682 (9.48).
Dapil 3: Partai Demokrat 213.063 (16,15), PDIP 202.055 (15,32), PKB 153.493 (11,64), PPP 126.876 (9,62), dan Golkar 124.237 (9,42).
Dapil 4: Partai Demokrat 265.943 (19,25), PKB 248.110 (17,96), PDIP 218.551 (15,82), Golkar 98.220 (7,11), dan PKS 68.560 (4,96).
Dapil 5: Partai Demokrat 349.346 (24,14), PDIP 302.410 (20,90), PKB 150.148 (10,38), Golkar 147.844 (10,22), dan PKS 93.018 suara (6,43).
Dapil 6: PDIP 470.373 (25,94), Partai Demokrat 417.529 (23,02), PKB 176.234 (9,72), Golkar 175.020 (9,65), dan PAN 84.961 suara (4,68).
Dapil 7: Partai Demokrat 417.529 (23,02), PDIP 259.808 (15,24), Golkar 197.120 (11,57), PKB 110.830 (6,50), dan PKS 91.933 (5,39).
Dapil 8: PDIP 383.509 (20,58), Partai Demokrat 383.140 (20,58), Golkar 199.520 (10,71), PKB 187.837 (10,08), dan PAN 131.814 (7,07).
Dapil 9: Golkar 183.514 (17,66), Partai Demokrat 163.761 (15,76), PKB 131.929 (12,70), PDIP 102.499 (9,86), dan PAN 88.579 (8,52).
Dapil 10: Partai Demokrat 171.519 (16,49), PKB 163.106 (15,68), Golkar 130.397 (12,53), PDIP 126.571 (12,17), dan PAN 110.268 (10,60).
Dapil 11: Partai Demokrat 319.627 (18,37), PPP 236.035 (13,57), PKB 233.471 (13,42), PAN 132.565 (7,62), dan PKS 132.398 (7,61).
http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9009433563802860221
Hasil rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2009 yang disetorkan KPU Jatim ke KPU Pusat (4/5), akhirnya disahkan.
"Alhamdulillah, hasil rekapitulasi suara Pemilu 2009 yang kami lakukan akhirnya disahkan pada Rabu (6/5) pukul 23.00 WIB," kata anggota KPU Jatim, Nadjib Hamid, kepada ANTARA melalui pesan singkat (SMS), Kamis pagi.
Hal itu, katanya, berkat dukungan, kerja sama, dan doa dari masyarakat Jawa Timur, meski sejumlah partai politik (parpol) di Jatim masih pro-kontra dalam menyikapi hasil rekapitulasi suara itu.
"Akhirnya, perjuangan kami dan doa masyarakat Jatim ada hasilnya, setelah kami berada di Jakarta selama 3-4 hari," katanya.
Ia mengemukakan hal itu terkait hasil rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2009 yang disetorkan lima anggota KPU Jatim ke KPU Pusat untuk diputuskan menjadi ketetapan. Mereka ke Jakarta dengan dipimpin ketuanya, Nikmatul Hidayati SIP (4/5).
Selain Nikmatul, anggota KPU Jatim yang berangkat ke Jakarta adalah Arief Budiman SS. SIP., Nadjib Hamid S.Sos. M.Si., Agung Nurgoho SH MH., dan Andry Dewanto SH. Turut juga sekretaris KPU Jatim, Zainal Muhtadhien SH MM.
Secara terpisah, Sekretaris DPW Partai Matahari Bangsa (PMB) Jawa Timur, Syafrudin Budiman SIP, mengaku pihaknya bisa menerima hasil rekapitulasi suara oleh KPU Jatim yang sudah disahkan itu.
"Sebenarnya ada beberapa kasus yang merugikan kami, tapi kami dapat menerima dengan catatan agar penyelenggara pemilu untuk pilpres dan pemilu yang akan datang dapat berjalan lebih baik dari sekarang," katanya kepada ANTARA per telpon.
Menurut dia, catatan untuk KPU selaku penyelenggara pemilu adalah KPU sebaiknya memberi waktu agak panjang antara penetapan parpol peserta pemilu dengan waktu pemilu itu sendiri.
"PMB sendiri kalah bukan karena partai kami tidak diminati, tapi kami kalah secara teknis, karena waktu persiapan kami untuk mengenalkan diri ke masyarakat sangat mepet (waktunya cukup sempit/terbatas)," katanya.
Untuk pilpres dan pemilu mendatang, ia menyarankan KPU selaku penyelenggara pemilu memperbaiki daftar pemilih tetap (DPT). "Kalau pilpres terlalu mepet, pendaftaran sebaiknya cukup dengan KTP (kartu tanda penduduk)," katanya.
Sementara itu, DPD Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN) Jatim menyatakan tetap menolak hasil rekapitulasi perolehan suara, meski nantinya akan ditetapkan oleh KPU Pusat.
"Kami tetap menolak, karena proses penghitungan dari mulai TPS, kelurahan, kecamatan, kabupaten, hingga provinsi memang nggak cocok," kata Ketua Bappilu PPRN Jatim, Hidayat.
Sebagian parpol di Jatim menolak hasil rekapitulasi perolehan suara, di antaranya Partai Hanura, Partai Patriot, PPNUI, Partai Merdeka, PNI Marhaenisme, Partai Kedaulatan, PKPB, PPPI, Partai Buruh, Partai Republikan, PPD, PIS, PPDI, PKDI, PKNU, PKPI, PSI, PDP, Partai Pelopor, dan PPRN.
PD, PDIP, PKB
Hasil perolehan suara yang dihimpun ANTARA dari berbagai sumber mencatat Partai Demokrat (PD) unggul pada delapan dari 11 daerah pemilihan (dapil) se-Jawa Timur, sehingga "tiga besar" di Jatim adalah PD (3.409.171 suara), PDIP (2.631.797), dan PKB (1.926.549).
PD mengalami kekalahan pada tiga dapil yakni dapil 6 dan 8 yang dimenangkan PDIP, sedangkan dapil 9 dimenangkan Partai Golkar.
Namun data yang ada masih terasa janggal karena perolehan suara untuk PD pada dapil 6 dan 7 ada kesamaan, sehingga perlu cek ulang dengan data yang disahkan KPU Pusat, sedangkan rincian perolehan suara per dapil adalah:
Dapil 1: Partai Demokrat meraih 518.275 suara (30,67 persen), PDIP 277.625 suara (16,43), PKB 166.921 (9,88), Golkar 124.779 (7,38), PKS 113.042 (6,69), dan PAN 102.628 (6,07).
Dapil 2: Partai Demokrat 189.439 (15,39) PKB 204.470 (16.61), PDIP 188.396 (15.31), PPP 128.532 (10.44), dan Golkar 116.682 (9.48).
Dapil 3: Partai Demokrat 213.063 (16,15), PDIP 202.055 (15,32), PKB 153.493 (11,64), PPP 126.876 (9,62), dan Golkar 124.237 (9,42).
Dapil 4: Partai Demokrat 265.943 (19,25), PKB 248.110 (17,96), PDIP 218.551 (15,82), Golkar 98.220 (7,11), dan PKS 68.560 (4,96).
Dapil 5: Partai Demokrat 349.346 (24,14), PDIP 302.410 (20,90), PKB 150.148 (10,38), Golkar 147.844 (10,22), dan PKS 93.018 suara (6,43).
Dapil 6: PDIP 470.373 (25,94), Partai Demokrat 417.529 (23,02), PKB 176.234 (9,72), Golkar 175.020 (9,65), dan PAN 84.961 suara (4,68).
Dapil 7: Partai Demokrat 417.529 (23,02), PDIP 259.808 (15,24), Golkar 197.120 (11,57), PKB 110.830 (6,50), dan PKS 91.933 (5,39).
Dapil 8: PDIP 383.509 (20,58), Partai Demokrat 383.140 (20,58), Golkar 199.520 (10,71), PKB 187.837 (10,08), dan PAN 131.814 (7,07).
Dapil 9: Golkar 183.514 (17,66), Partai Demokrat 163.761 (15,76), PKB 131.929 (12,70), PDIP 102.499 (9,86), dan PAN 88.579 (8,52).
Dapil 10: Partai Demokrat 171.519 (16,49), PKB 163.106 (15,68), Golkar 130.397 (12,53), PDIP 126.571 (12,17), dan PAN 110.268 (10,60).
Dapil 11: Partai Demokrat 319.627 (18,37), PPP 236.035 (13,57), PKB 233.471 (13,42), PAN 132.565 (7,62), dan PKS 132.398 (7,61).
http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9009433563802860221
Langganan:
Postingan (Atom)