Oleh : Slamet Hariyanto
Hasil perhitungan cepat (quick count) Pemilu Legislatif (Pileg) 2009 dari beberapa lembaga survei yang disiarkan media massa, telah mendorong para petinggi parpol bergerak cepat membuat manuver politik. Sehingga dalam waktu relatif singkat rakyat mendapat suguhan bakal peta politik menjelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2009.
Partai Demokrat (PD) yang tinggal tunggu pengesahan jadi pemenang Pileg, makin mantap melakukan manuver menjalin komunikasi politik dengan sejumlah parpol yang bakal dijadikan kawan koalisi. Komunikasi politik itu merupakan kelanjutan dari manuver serupa yang pernah dilakukan sebelum Pileg 9 April 2009.
Bedanya, waktu itu semua petinggi parpol selalu mengelak tudingan bakal koalisi menuju Pilpres, alasannya menunggu hasil Pileg baru terwujud koalisi yang sebenarnya. Kali ini, mereka sudah tidak bisa mengelak lagi. Bahkan terjadi perubahan arah politik beberapa parpol pasca Pileg. Perubahan semacam itu wajar-wajar saja dalam dunia politik.
Yang paling mencolok menunjukkan perubahan arah politik itu adalah Partai Golkar (PG). Sebelum Pileg 2009, tercatat beberapa fenomena politik di internal PG.
Pertama, Jusuf Kalla (JK) selaku ketua umum PG pada awalnya menunjukkan sinyal politik ingin aman dalam posisi wapres mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Pilpres 2009. Akibatnya, terjadi reaksi keras dari daerah-daerah yang menginginkan PG merebut posisi capres.
Alasan kader PG dari daerah-daerah cukup logis, sebagai pemenang Pileg 2004 mereka optimis dapat menang lagi pada Pileg 2009. Logikanya, kurang pantas kalau menang Pileg, cuma mengincar posisi cawapres.
Kedua, akhirnya JK tunduk dengan tekanan PG dari daerah-daerah, sehingga dalam kampanye Pileg 2009 yang lalu JK diposisikan sebagai capres andalan PG. Maka, di panggung kampanye dan iklan politik PG di media massa selalu mengusung slogan “Bersama Partai Golkar, Bisa Lebih Cepat dan Lebih Baik”.
Duet SBY-JK
Kini pasca Pileg 2009 mulai menunjukkan arah berbalik. Sebab,hasil quick count dari beberapa lembaga survei menempatkan PG di posisi ke 2 menyusul PDIP di posisi ke 3, bahkan beberapa lembaga survei lainnya ada yang menempatkan PG dibawah PDIP.
Nampak gejala bahwa JK mulai balik kandang, mengarahkan PG berkoalisi dengan PD. Artinya, koalisi PD dan PG akan lebih berpeluang menang Pilpres 2009 bila mengusung pasangan SBY-JK. Apalagi kalau ditambah dengan dukungan parpol yang menempati papan menengah seperti PKS, PKB. Bahkan PAN, PPP , dan PBB pun sangat mungkin dirangkul dalam koalisi ini.
Format koalisi dalam mengusung pasangan capres itu sekaligus sebagai gambaran perimbangan penempatan kader parpol di kabinet nanti. Dan, koalisi parpol juga berkepentingan untuk memperkuat faksi pendukung pemerintahan SBY-JK (jika menang Pilpres) di DPR RI.
Namun, koalisi PD-PG dengan format memasangkan SBY-JK membuat sewot PKS yang sejak awal berminat mengincar posisi wapres mendampingi SBY. Pada posisi dilematis ini, nampak bahwa PKS tidak punya pilihan lain kecuali tetap berada dalam kubu pendukung SBY.
Koalisi Blok Perubahan
Di luar duet SBY-JK, sejumlah parpol dengan pilar kekuatan utama pada PDIP, Partai Gerindra, dan Partai Hanura mulai mengerucut dalam Koalisi Blok Perubahan. Puluhan parpol yang tidak lolos ambang batas parlemen juga punya kecenderungan bergabung dalam kubu ini.
Dalam pertemuan para tokoh parpol tersebut nampak ikut mendukung adalah beberapa tokoh nasional seperti Gus Dur, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Sutiyoso, Rizal Ramli dan lain-lain.
Untuk sementara kubu ini menyepakati untuk menyuarakan sikapnya terhadap pelaksanaan Pileg 2009. Ada tiga poin yang menjadi sikap politiknya. Antara lain, Pileg 2009 dinilai sebagai pemilu terburuk selama pasca reformasi. Pemerintah, KPU dan KPUD tidak netral. Mendesak kepada pemerintah, Bawaslu dan KPU untuk mengusut segala bentuk kecurangan Pileg 2009.
Spekulasi politik mulai merebak mengenai bakal munculnya pasangan capres dari kubu perubahan itu. Ada dua skenario yang diprediksi bakal munculnya pasangan capres. Jika PDIP masih mengusung Megawati sebagai capres, maka calon terkuat untuk posisi cawapres adalah Prabowo Subianto (Partai Gerindra). Sebaliknya, jika PDIP mengusung Puan Maharani, maka format yang muncul adalah pasangan Prabowo-Puan sebagai capres dan cawapres.
Munculnya wacana memasangkan Prabowo-Puan itu sangat menarik karena merupakan pendatang baru dalam ranah Pilpres 2009. Sebab, tokoh-tokoh tua seperti Megawati, Wiranto terbukti pernah kalah dengan SBY dalam Pilpres 2004.
Dengan demikian, koalisi parpol pasca Pileg 2009 makin mengerucut pada dua pasangan capres dan cawapres. Pasangan SBY-JK akan berhadapan dengan pasangan Megawati-Prabowo atau Prabowo-Puan. Pelaksanaan Pilpres 2009 bisa lebih efektif dan efisien karena cukup hanya satu putaran.
http://slamethariyanto.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar