Sabtu, 30 Mei 2009

'SBY Seleraakuuu...' Kian Bergema

Politik
30/05/2009

Jakarta - Gerakan Pro SBY atau yang lebih trend disingkat GPS sedang bangkit. Bersamaan dengan itu, jingle 'SBY Presidenku' yang meniru iklan mie instant sedang booming. Jingle ini pas, melihat masih banyak yang 'berselera' dengan SBY.

Bagi orang yang ear catching, mendengar iklan SBY berjingle 'SBY Presidenku' pasti langsung teringat dengan iklan mie instan tersebut. Jingle tersebut sangat mengena di masyarakat Indonesia, mengingat mie instan juga menjadi selera bersama.

Lucu memang mendengar jingle 'SBY Presidenku'. Namun gara-gara iklan yang meniru-niru itu, tim sukses presiden SBY dinilai tidak kreatif. "Yang namanya follower dipandang kurang kreatif oleh masyarakat," ujar pengamat politik UI Ibnu Hamad.

Meski mengekor iklan, namun apa yang dilakukan tim sukses SBY itu dinilai sah-sah saja. Sebab, tim SBY pastinya ingin iklan 'SBY Presidenku' terngiang terus di telinga masyarakat Indonesia.

Dari sisi komunikasi, itu merupakan strategi. Ada kalanya follower mendompleng atau mengekor dipandang lebih efektif. "Yang namanya kreatif di dunia komunikasi juga mengembangkan dari yang sudah ada. Itu juga kreatif. Mengubah sedikit yang sudah ada juga kreatif. Jadi tidak selalu original atau baru," imbuh Hamad.

Namun pemanfaatan jingle tersebut juga dianggap terlalu jauh, mengingat posisi dan jabatan SBY yang presiden dibandingkan dengan mie instant, sebuah produk consumer good. Iklan SBY dinilai bukan menawarkan ide, melainkan produk.

"Kok sosok presiden disamakan dengan produk mie instant. Itu terlalu jauh perbandingannya. Sesuatu yang high level kepresidenan dibandingkan dengan produk makanan," tutur dia lagi.

Tapi ya itu, semua sah-sah saja. Ketua DPP Partai Demokrat Andi Mallarangeng juga menganggap pencontekan jingle 'SBY Presidenku' sebagai hal yang sah, apalagi untuk bahan kampanye. Yang penting bagi mereka, rakyat mudah mengingat-ingat hal tersebut.

"Kenapa tidak etis? Etis sekali selama hak ciptanya dihargai. Kami menghargai hak cipta itu dengan meminta izin kepada pencipta lagu dan yang mempunyai hak cipta," kilah Andi.

Bahkan Andi mengakui pihaknya mendompleng ketenaran lagu di iklan tersebut guna keperluan kampanye. Apalagi jingle yang diaransemen ulang dan diadopsi untuk kepentingan lain, sudah hal biasa.

Nah soal jingle ini, yang sangat mengena adalah pendukung SBY, terutama Gerakan Pro SBY alias GPS. GPS yang diketuai Suratto Siswodiharjo sangat 'berselera' menjadikan SBY menjadi presiden. Itu sudah tertuang dalam tugas GPS untuk memajukan lagi SBY sebagai presiden RI untuk keduakalinya.

"Masing-masing koordinator daerah bertugas membentuk GPS di tingkat kabupaten/kota di daerah masing. Mereka akan bekerja sekitar dua bulan lebih untuk mengawal perolehan suara terbanyak untuk SBY," ujar Ketua Umum GPS Suratto Siswodiharjo.

Di kampungnya Jusuf Kalla, Makassar, GPS sudah merangkul 400 relawan yang berasal dari Sulawesi, Maluku, dan Papua. Satu orang dari tiap provinsi dipilih menjadi koordinator daerah (korda). Ada 10 utusan dari 10 perwakilan daerah. Itu baru di Sulawesi. Di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan di setiap provinsi, GPS akan menerapkan selera serupa.

Bukan cuma GPS, ulama Banten pun mendukung SBY kembali menjadi presiden. Menurut mereka, program SBY seperti bantuan langsung tunai (BLT) sangat pro rakyat. Sedangkan neoliberal hanyalah isu yang dihembuskan oleh saingan SBY.

Bagi rakyat Indonesia, terutama rakyat kecil, nama SBY masih mengundang selera mereka memilih Ketua Dewan Pembina Demokrat itu. Namun sayang, gaya tim sukses SBY-Boediono yang menyerang personal saingan di Pilpres membuat kurang berselera.

Sebut saja apa yang dilakukan jubir tim sukses SBY-Boediono, Rizal Mallarangeng. Adik kandung Andi Mallarangeng ini terus menyerang pribadi Prabowo terkait 98 kuda yang dimilikinya, bahkan tiga di antaranya seharga Rp 3 miliar. Dalam sebuah jumpa pers, Rizal bahkan mengungkit track record cawapresnya Megawati Soekarnoputri itu di militer.

Meski sudah ditegur banyak pihak, termasuk internal Demokrat, Rizal masih belum puas. Dia masih nyinyir menyindir kuda-kuda milik Prabowo, meski kali terakhir tanpa menyebut nama Ketua Dewan Pembina Gerindra tersebut. Sampai-sampai orang dekat Prabowo, Permadi, mengajak Rizal untuk adu santet.

Apa yang dilakukan Rizal juga kontradiksi dengan anjuran Ketua Tim Sukses SBY-Boediono, Hatta Rajasa. Hatta yang terkenal dekat dengan SBY, mengajak seluruh pihak berpolitik santun, tidak menjelek-jelekkan calon lain. Adu ide lebih bagus ketimbang menyerang pribadi capres-cawapres.

Jika sudah begitu, apakah orang masih berselera memilih SBY jika tim suksesnya malah kontraproduktif dengan SBY yang terkenal santun? Jangan tanya pada rumput yang bergoyang. [E1]

inilah.com


1 komentar:

Blog Watcher mengatakan...

CAPRES DAN CAWAPRES MULAI SALING SERANG

Hardikan, kecaman, hinaan mulai dilakukan para capres dan cawapres. Tim sukses pun tak mau ketinggalan, mulai melancarkan aksi balasan.

Mendengar kata demi kata aksi tersebut, hati serasa miris jadinya. mereka saling memburukkan, membingungkan saling serang mempertontonkan pola kampanye yang tidak sehat.

Sempitnya fikiran tim sukses pemenangan capres dan cawapres tentang strategi dan karakter calon yang diusung semakin terlihat jelas. Mereka tidak menjelaskan kepada publik apa visi dan misi capres dan cawapresnya. Yang terjadi saling serang, saling memburukkan, debat kusir. Semua yang dilakukan justru akan semakin memperparah keadaan.

Dalam mata khayal, terbayang bagaimana jika budaya saling menyerang ini berimbas ke tingkat bawah. Semua bisa menimbulkan gesekan antar simpatisan calon. Yang kalah akan terjajah, marah, sehingga menimbulkan tawuran antar pendukung.

sumber:http://asyiknyaduniakita.blogspot.com/