Senin, 10 Agustus 2009

PLTS Banyak Tak Tepat Sasaran LSM Andalan: Proyek Sarat Kepentingan


Radar Madura - Jawa Pos
Rabu, 05 Agustus 2009

SUMENEP-Pemerintah punya keinginan besar agar seluruh masyarakat menikmati aliran listrik. Tapi, jaringan listrik yang ada terbatas. Sehingga, pemerintah membantu sebagian wilayah dengan proyek PLTS (pembangkit listrik tenaga surya). LSM Andalan, Pemantau Kebijakan Publik, Sumenep menengarai terjadi penyimpangan dari proyek tersebut.

PLTS adalah proyek APBN tahun anggaran 2008 yang dikelola Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) RI. Khusus di Jawa Timur, secara teknis pelaksanaan dikoordinasi dinas ESDM provinsi.

Nah, di Madura hanya Sumenep yang memeroleh proyek PLTS. Berdasarkan copy data risalah pengiriman proyek PLTS Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur, ada 125 unit yang dialokasikan untuk Sumenep.

Rinciannya, Pulau Giliyang, Kecamatan Dungkek (40 unit), Kepulauan Giliyang untuk Desa Ban Raas dan Ban Camara (30 unit). Lalu, Kepulauan Gili Genting untuk Desa Lombang dan Ban Baru (20 unit), Kepulauan Sapudi untuk Desa Sukarame dan Desa Paseser (20 unit). Sedangkan untuk Kecamatan Dungkek dialokasikan 15 unit, semuanya di Desa Romben Barat.

Namun, hasil investigasi dari LSM Andalan, Pemantau Kebijakan Publik, Sumenep proyek PLTS ditengarai banyak tidak tepat sasaran. Sebagian besar pengalokasian proyek sarat kepentingan.

"Sehingga, penerimanya adalah orang-orang yang ditengarai harus mengikuti kepentingan kelompok yang mengusahakan proyek PLTS itu. Memang bermotif politik," ujar Ketua LSM Andalan, Pemantau Kebijakan Publik di Sumenep, Syafrudin B. kemarin.

Dijelaskan, ada beberapa indikasi dugaan penyimpangan proyek PLTS. Soal pengalokasian di lapangan, misalnya, penuh rekayasa. Selain tidak terbuka, beberapa daerah yang kedapatan proyek selama ini sudah dikenal memiliki jaringan listrik.

Syafrudin mengungkapkan, alokasi proyek PLTS untuk Pulau Giliyang (40 unit), tidak ada rincian lokasi penerimanya dan dobel pengalokasian. Dasarnya, kata dia, selain tertera untuk Pulau Giliyang sebanyak 40 unit, masih ada alokasi untuk Kepulauan Giliyang 30 unit, yakni untuk Desa Ban Raas 15 unit dan Desa Ban Camara 15 unit.

"Mana mungkin ada Giliyang dua daerah. Selain itu, Pulau Giliyang itu yang di dalamnya ada Desa Banraas dan Ban Camara kok masih ada pengalokasian lainnya sebanyak 40 unit. Di sana hanya tertera Pulau Giliyang, tapi tidak jelas untuk desa apa," paparnya.

Syafrudin khawatir alokasi proyek PLTS untuk Pulau Giliyang fiktif. Terutama, alokasi yang berjumlah 40 unit, karena ada keterangan desa penerimanya.

Selain itu, menurut Syafrudin, ada indikasi proyek tidak tepat sasaran. Misalnya, untuk alokasi Desa Romben Barat, Kecamatan Dungkek. "Kita ketahui, untuk wilayah daratan semuanya sudah terjangkau aliran listrik. Tapi mengapa masih ada PLTS?" katanya.

Masalah lain yang ditemukan LSM Andalan, dugaan pungutan terhadap pengalokasian proyek PLTS. "Laporan yang kami terima, di lapangan ada pungutan Rp 2,5 juta kepada penerimanya. Padahal, proyek itu harus diterima di tempat penerima, tanpa biaya apa pun," tandasnya.

Untuk diketahui, tiap unit PLTS harganya diperkirakan Rp 10 juta. Dengan asumsi ada 125 alokasi di Sumenep, maka total anggaran yang tersedot Rp 1,2 miliar.

Sementara itu, Kepala Kantor ESDM Sumenep M. Fadilah saat dikonfirmasi mengaku tidak tahu-menahu terkait proyek PLTS tersebut. Dalihnya, selama ini tidak pernah ada proyek PLTS melalui kantornya. "Saya memang mendengar mengenai PLTS itu. Namun, teknisnya tidak melalui ESDM," katanya.

Menurut sepengetahuan dia, PLTS merupakan proyek APBN dari dana tambahan (PAK). Secara teknis, dari pusat langsung ditangani provinsi. "Dari provinsi langsung kepada orang yang ditunjuk," katanya.

Jadi, tegas Fadilah, pihaknya tidak bertanggung jawab terhadap proyek tersebut. "Kami tidak terkait sama sekali," tandasnya. (zid/mat)

Tidak ada komentar: