Kamis, 25 Desember 2008

Kampanye Pencitraan Golkar Melempem?


Pemilu 2009
25/12/2008

Kampanye Pencitraan Golkar Melempem?

Jakarta - Sebagai partai besar, Golkar terkesan kurang agresif dalam membangun pencitraan menjelang Pemilu 2009. Padahal politik pencitraan sangat efektif dalam mendongkrak elektabilitas parpol. Dengan trik ini, sejumlah partai berhasil mengangkat popularitasnya.

Di Amerika Serikat, imagologi politik sangat berdampak pada elektabilitas (keterpilihan) parpol. Nampaknya di Indonesia, gejala yang sama juga sedang berlangsung. Meski apa yang terjadi di Indonesia dan Amerika tidaklah persis sama, tapi relatif agak serupa. Artinya, politik pencitraan seakan tak terelakkan.

Para analis politik melihat, Partai Demokrat, misalnya, dapat mengangkat elektabilitasnya karena mampu mencitrakan diri sebagai partai pemerintah yang berhasil dalam pemberantasan korupsi serta sejumlah program pro rakyat seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dan sebagainya.

PDI Perjuangan juga berhasil mempertahankan diri sebagai partai ”papan atas” lantaran mampu mencitrakan diri sebagai partai oposisi yang menjanjikan perubahan. “Sedangkan Partai Gerindra meroket popularitasnya melalui politik pencitraan sebagai partai petani,’’ kata Umar S Bakry, Direktur Lembaga Survei Nasional (LSN).

Jika kondisi ekonomi membaik, Partai Demokrat sebagai partai pemerintah dapat menuai popularitas. Sebaliknya jika kondisi ekonomi sedang buruk, PDI-P sebagai partai oposisi akan menjadi partai harapan publik.

Dalam hal ini, ada kecenderungan Golkar masih bersikap wait and see dari segi imagologi politik, belum agresif seperti Partai Gerindra dan Partai Demokrat dalam membangun pencitraan .

Ada kekhawatiran akibat kurangnya imagologi politik Golkar di media, hal itu bisa menyebabkan kian merosotnya elektabilitas Partai Golkar sebagaimana ditengarai berbagai lembaga survei belakangan ini.

Survei terakhir LSI (Lingkaran Survei Indonesia) pimpinan Denny JA memprediksi PDIP memperoleh 31% suara, Demokrat 19% sementara Golkar tak sampai 12%. Namun menariknya, rakyat belum tentu memilih Mega sebagai capres unggulannya.

Sebanyak 42% masih memilih SBY dan Mega 40%. Sisanya menjawab tidak tahu. Hasil survei LSI Denny JA ini diumumkan akhir pekan lalu. Survei ini sempat jadi bahan kritikan, terutama dari kubu Golkar.

Kader Golkar Ariady Achmad menunding survei itu menyesatkan. ”Kita minta survei-survei menyesatkan rakyat ditertibkan. Ada kecenderungan, selain caranya tidak fair sehingga hasilnya tidak akurat, juga mulai dipakai untuk membunuh karakter seseorang atau organisasi,” kata fungsionaris DPP Partai Golkar itu .

Sementara Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla menyatakan tidak percaya dengan hasil survei tersebut, dan menunding pimpinan LSI memiliki kedekatan dengan PDIP.

Sedangkan mengenai belum gencarnya Golkar mempromosikan diri lewat iklan di media massa, JK mengingatkan bahwa rakyat Indonesia ini seringkali lupa. Sehingga Golkar baru akan melakukan promosi di media mendekati pelaksanaan Pemilu mendatang.

“Rakyat kita mudah lupa. Tapi rakyat juga sudah pandai melihat siapa yang sudah berbuat yang terbaik buat negara ini. Golkar percaya tak akan kehilangan pemilih,” papar JK, saat bersilaturahmi dengan sejumlah pimpinan media massa, beberapa waktu lalu.

Meskipun demikian, melihat pro-kontra atas hasil survei LSI itu, ada baiknya Golkar mengambil langkah memperkuat politik pencitraan dan program kerja di tingkat akar rumput agar bisa berpacu dalam pemilu 2009. ''Bagaimanapun potensi Partai Golkar untuk menjadi pemenang pemilu 2009 sebenarnya belum tertutup,'' kata Umar Bakry.

Berdasarkan hasil survei LSN Oktober 2008, Golkar masih merupakan partai terpopuler (paling dikenal publik). Bersama Partai Demokrat, Golkar juga menjadi partai terfavorit (paling disukai publik).

Kini, terpulang kepada elite Golkar untuk merespon tantangan dan persoalan yang menyangkut politik pencitraan dan elektabilitas partai tersebut. Masih ada kesempatan. [E1]

www.inilah.com

Tidak ada komentar: