Minggu, 22 April 2012
Mengenal J. Farouk Abdillah, Wartawan Reformis Berbasis Lokal
Refleksi 1 Tahun Tabloid PRO RAKYAT
Oleh : Syafrudin Budiman, SIP (Analis Politik dan Media)
Saya mengenal J. Farouk Abdillah atau yang biasa dipanggil Faruk pada tahun 1998. Ketika itu semangat reformasi sedang digelorakan oleh Amien Rais dan tokoh politik nasional lainnya. Kira-kira antara tanggal 23-25 Mei 1998 saya bertemu dengan Saudara Faruk. Tepat beberapa hari setelah ulang tahun saya ke 18, pada 21 Mei 1998 atau bersamaan dengan momen jatuhnya Diktator Presiden Suharto.
Pertemuan itupun tidak dalam acara resmi atau acara silaturrahim. Tetapi saat saya sedang memimpin demonstrasi menggelorakan semangat reformasi 98 yang menuntut penuntasan kasus-kasus korupsi, pengadilan terhadap Suharto, Cabut Dwi Fungsi ABRI/TNI, pencabutan UU politik, kebebasan pers, serta penegakan demokrasi dan HAM.
Isu tersebut menggelinding ke Kabupaten Sumenep seperti kota-kota lainnya di Indonesia. Sementara kalau di Sumenep isu yang digelindingkan adalah pemberantasan korupsi di Sumenep, sembako murah, reformasi birokrasi dan mendesak turunnya Soekarno Marsaid (Bupati Sumenep saat itu).
Faruk saat reformasi berada di kelompok KRAN (Komite Reformasi untuk Amar Ma’ruf Nahi Mungkar) sebuah kelompok reformasi Sumenep. Dimana KRAN digagas bersama Alm. KH. Herman Bahaudin Mudhari (Putra dari KH. Bahaudin Mudhari dan saudara Achsanul Qosasi, saat ini Anggota DPR RI). Bersama aktifis reformasi lainnya KRAN menyerukan demontrasi, namun entah kenapa? pada subuh-subuh ada siaran radio di RRI dan Nada FM membatalkan demontrasi tersebut.
Tetapi dengan penuh semangat, saya bersama temen-teman lain-nya tetap melakukan demontrasi dan saya yang memimpin di depan. Dimana demontrasi tersebut secara resmi diterima pimpinan DPRD Sumenep, Polres dan menuju kantor Bupati mendesak Soekarno Marsaid mundur.
Ditengah massa yang sudah panas mendekati anarkis dan bahkan bisa terjadi chaos. J. Faruk Abdillah mendatangi saya. “Tenang saudara-saudara. Kami dari KRAN sudah bertemu dengan Muspida, terkait reformasi 98 di Kabupaten Sumenep. Harap sabar dan bisa menjaga situasi,” kata Faruk yang menggunakan topi, menemui saya dan temen-temen lainnya yang sedang demo di DPRD Sumenep.
Saya bilang kepada Faruk, “Massa sudah panas dan tetap ingin menyuarakan aspirasinya. Biarkan kami berdemostrasi, yang penting aman dan saya bertanggungjawab.”
Singkat cerita setelah reformasi bergulir dan Presiden BJ. Habibie, waktu itu sudah mencabut UU paket politik lama menjadi UU politik berbasis multipartai. Kira-kira dari bulan Juli sampai September saya bertemu Faruk di beberapa proses pendirian Partai Amanat Nasional (PAN) Sumenep Waktu itu keluarga saya merupakan basis Muhammadiyah dan tentunya afiliasi politiknya mendukung berdirinya parpol baru yang di nahkodai Bapak Amien Rais, Ketua Umum PP Muhammadiyah.
Saya sering mengikuti bapak saya Zainuddin HR, yang kebetulan menjadi inisiator PAN Sumenep untuk menghadiri rapat-rapat formatur PAN Sumenep. Kebetulan Faruk juga salah satu inisiator dan disanalah saya sering berinteraksi dengan Faruk dalam wacana dan diskusi politik di tengah transisi demokrasi. Baik isu lokal Sumenep sampai isu nasional.
Setelah itu, Faruk tidak masuk dalam kepengurusan PAN dalam malah bergabung dalam LSM Akbar dan mendirikan lembaga independen pemantau pemilu bernama KIPP. Sementara bapak saya mundur dari PAN, karena adanya aturan PNS dilarang berpartai. Kebetulan bapak saya adalah PNS.
Paska reformasi Faruk lebih memilih netral dalam politik dan aktif di KIPP, apalagi dirinya memang lahir dan besar di media. Walupun sempat terlintas dalam benakknya untuk berjuang bersama-sama PAN. Namun untuk menghargai senior-senior di Muhammadiyah dan PAN. Ia lebih memilih jalan yang terbaik, yaitu jalan independen dan tetap aktif dalam ruang demokrasi yang lebih luas.
Wartawan Tiga Zaman
Faruk sendiri adalah wartawan yang lahir di tiga jaman. Mulai jaman orde baru Presiden Suharto, orde reformasi (Presiden BJ. Habibie, Presiden Gus Dur dan Presiden Megawati). Dan orde politik presidential (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono – Wakil Presiden Jusuf Kalla sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono – Wakil Presiden Boediono).
Dirinya sudah menjadi wartawan sejak lulus SMP dan SMA. Dimulai sebagai wartawan lepas dan tulisannya sering kali dimuat diberbagai media di Jawa Timur. Bahkan guru dan teman-temannya banyak memuji tulisannya yang terstruktur indah penuh rangkaian kata dan bermakna. Baik dalam bentuk artikel, opini, feature maupun straight news.
Sebelumnya juga sejak SMP dan SMA dirinya sudah aktif dalam kegiatan jurnalistik dan organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII). Saat itu dirinya sudah menulis cerpen dan puisi untuk di kirim ke majalah-majalah cerpen.
“Saya sering mendapatkan juara dalam penulisan cerpen. Lumayan dapat hadiah uang, bisa saya gunakan jajan dan uang SPP waktu sekolah,” ujar Faruk menceritakan secara gamblang kepada saya pada bulan Ramadan 2010 lalu.
Ia juga memulai karir jurnalistik secara formal dimulai dari wartawan dan reporter diberbagai radio Sumenep dan Pamekasan. Diantaranya, radio Nada FM (dulu Double One), Karimata FM, RGS FM dan Pesona FM.
“Lewat media radio inilah saya banyak belajar interaksi dengan banyak orang. Selain itu di radio juga saya bisa menuangkan pikiran, tulisan dan puisi-puisi terbaik untuk bisa didengar banyak orang,” kata Faruk yang saat ini sudah menjadi Pimpinan Perusahaan sekaligus Pimpinan Redaksi Pro Rakyat.
Tak tahu harus dimulai dari mana. Yang pasti saya sebagai sahabat dan teman diskusi Faruk mengetahui dirinya pernah menjadi wartawan harian Duta Masyarakat. Media ini milik Chairul Anam yang saat itu Ketua DPW PKB Jawa Timur di jaman Pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Walaupun harian Duta Masyarakat adalah media berbasis kultural NU dan PKB dan dimana PKB saat itu sebagai parpol berkuasa di Jawa Timur. Akan tetapi Faruk tetap konsisten menyuarakan kritik dan fakta yang kadang berbenturan dengan tokoh politik PKB. Sehingga pada puncaknya ia harus keluar dari harian Duta Masyarakat.
Isu-isu yang paling banter dan dikenang sampai saat ini, terkait tulisannya tentang kasus SUAP DAU (Dana Alokasi Umum), pengadaan kapal, pengadaan mess pemda, dan lain-lain. Tentu lewat tulisan-tulisan itu menjadi suara bising bagi penguasa pemerintahan saat itu. Dimana Bupati Sumenep setelah Bupati Soekarno Marsaid adalah KH. Ramdlan Sirajd dan Ketua DPRD-nya KH. Abuya Busro Karim yang sekaligus Ketua DPC PKB Sumenep.
Setelah dari harian Duta Masyarakat ia pindah ke media harian sore Surabaya Post (Surabaya News), kebetulan saya juga pernah bekerja disana hampir satu tahun di tahun 2003. Sehingga membuat saya semakin dekat dengan Faruk, dimana sebagai orang yang sesama orang pernah kerja di Surabaya Post. Waktu itu saya sudah bekerja di Radar Minggu sebagai Kabiro Madura, bersama Dadang D Iskandar.
Faruk menjadi wartawan di Surabaya Post lumayan lama dari 2005 sampai tahun 2009. Di sela-sela menjalani aktifitasnya di Surabaya Post, dirinya ada kegundahan hati untuk tampil dalam politik praktis untuk memperbaiki keadaan Sumenep yang stagnan. Sehingga ia bergabung di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sumenep dan memegang kendali Ketua PAC PPP Kecamatan Kota Sumenep.
Saat pemilihan legeslatif ia ikut bersaing dengan para elit PPP di Dapil I Sumenep (Talango, Kota, Batuan, Manding dan Kalianget). Kebetulan ia berada di nomer urut 3, akan tetapi nasib belum berpihak kepadanya. Ia gagal terpilih, mengingat tuhan belum menakdirkan Faruk untuk terpilih. Sepertinya Faruk lebih ditakdirkan menjadi wartawan selamanya.
Mengingat sesuatu hal prinsip dan terkait keterlibatannya di partai politik, Faruk tidak lagi Surabaya Post. Ia lebih memilih mengembangkan media harian Republika di Madura dan kebetulan saya ikut membantu Faruk di Bangkalan dalam pengembangan media Republika. Setelah berjalan sekitar setengah tahun, Republika belum bisa bersaing di Madura. Mengingat peminat dan situasi yang belum mendukung.
“Republika koran bagus dan penuh khasanah pemikiran intelektual Islam. Sayang belum bisa diterima luas di Madura. Saya lebih baik fokus mengembangkan media lokal saja di Madura secara umum dan khususnya Sumenep,” pungkas Faruk.
Mendirikan Tabloid Pro Rakyat
Banyak makan garam diberbagai media membuat Faruk berinisiatif mendirikan media sendiri berbasis lokal. Dengan mengajak beberapa jurnalis muda dan mahasiswa, faruk mendirikan tabloid Pro Rakyat. Tabloid ini dijadikan media suara aspirasi penderitaan rakyat. Terutama untuk menyuarakan kebenaran dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada.
Alasan wartawan senior ini mendirikan Tabloid Pro Rakyat tersebut, agar semua tulisan-tulisannya yang mengungkap kebenaran tidak terkooptasi dan terpotong-potong. “Kalau memiliki media sendiri, tentu kita bisa bergerak bebas menyuarakan apa adanya sesuai fakta,” jelas Faruk.
Jika dilihat dari hasil cetak Tabloid Pro Rakyat selama ini yang sudah berjalan satu tahun. Memang tulisan-tulisan, opini-opini dan catatan-catatan di Pro Rakyat mengkungkapkan fakta apa adanya. Tak jarang memerahkan telinga dan memancing emosi orang-orang yang risih dengan berita aktual yang diungkapkan.
Karikatur, gambar dan foto-foto di Tabloid Pro Rakyat, juga bisa membuat mata merah dan dahi mengkerut dengan tatapan menjadi hampa. Bahkan teror, umpatan dan sms gelap sering melewati tidur lelapnya. Namun, Faruk tetap cuek dan tak peduli.
“Mengungkapkan kebenaran lewat tulisan adalah jihad. Matipun, akan menjadi mati sahid sebagai syuhada,” tegas Faruk terkait efek domino yang sering masuk kepada diri dan keluarganya.
Kemarin, tepat hari Kartini, 21 April 2012 bertempat di kantor yang sekaligus rumahnya di Jl. Dr. Cipto, Kolor, Sumenep. Faruk bersama kru dan sahabat-sahabatnya merayakan Ultah 1 Tabloid Pro Rakyat. Acara syukuran yang dimulai jam 08.08 WIB itu, tampak terlihat suasana oposisi dan perlawanan. Undangan yang hadir banyak terlihat para pembesar-pembesar LSM dan aktivis yang biasa kritis terhadap kebijakan pemerintah Sumenep.
Diantaranya yang hadir tokoh LSM, Sajali (Kelompok Peduli Sumenep), Nurul Fajar (Sekretaris Kelompok Peduli Sumenep), Fathor Rahim (Sumekar Coruption Watch) dan H. Dayat (LSM Sango). Sementara yang hadir dari kelompok Budayawan adalah R. Tajul Arifin, Yazid R Passandre (Novelis Lumpur Lapindo). Hadir juga tokoh Pemuda Kepulauan Sumenep Ali Wafa dan Junaidi, SH (Alumni PMII Sumenep).
Sedangkan dari kalangan media dan jurnalistik hadir, Agus Rasyid (Ketua PWI Sumenep) dan termasuk saya sendiri. Dari tokoh pendidikan hadir bapak Edy Muis “Totok” guru SMA 1 Sumenep yang kebetulan juga adalah guru SMA saudara Faruk.
Acara HUT yang sekaligus syukuran ini dibuka dengan pembacaan Surat Yasin dan sambutan Pimpinan Redaksi Tabloid Pro Rakyat, Saudara J. Farouk Abdillah sendiri sebagai tuan rumah. Selanjutnya sambutan Agus Rasyid Ketua PWI Sumenep yang sekaligus Pembina Tabloid Pro Rakyat.
“Saya berharap kedepan Tabloid Pro Rakyat benar-benar konsisten menyuarakan aspirasi rakyat. Jangan sampai hanya menyuarakan suara penguasa saja,” kata Agus Rasyid disambut tepuk tangan undangan yang hadir.
Selain itu kata, Agus Rasyid yang perlu dievaluasi dari tabloid ini adalah, perluanya keseimbangan berita dan memenuhi unsur-unsur kode etik jurnalistik. Tabloid ini juga harus memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik sesuai UU Pers.
“Kami berharap kepada wartawan Tabloid Pro Rakyat dan media lainnya jangan pernah takut saat meliput. Selam wartawan atau pers tetap berpedoman dengan UU Pers. Karena barang siapa yang menghalagi media untuk meliput ada ancaman pidananya,” ujar Agus Rasyid pria berambut kriting ini.
Menurutnya juga, insan media saat ini ada kabar baik. Dimana Polri sudah melakukan MoU dengan PWI Pusat, dimana isinya tidak akan menerima aduan delik pers. “Setiap ada sengketa dengan pers harus di bawah ke dewan pers,” katanya.
Saya sebagai penulis secara pribadimengucapkan selamat ulang tahun ke 1 Tabloid Pro Rakyat. Semoga tetap konsisten dalam menyuarakan penderitaan rakyat. Semoga juga tetap bisa eksis sampai beberapa generasi. (rud)
http://sosok.kompasiana.com/2012/04/22/mengenal-j-farouk-abdillah-wartawan-reformis-berbasis-lokal/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar