Senin, 11 Oktober 2010

Opini : Tender Teluk Lamong Diduga Rekayasa?


Baru-baru ini media cetak dan elektronik Jawa Timur diramaikan oleh berita, terkait adanya dugaan praktek monopoli PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III. Dimana Pelindo akan diadukan ke KPK, KPPU dan Kejaksaan Tinggi oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) Jawa Timur, terkait proses lelang pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong.

Berdasarkan data pihak Pelindo yang ada, proyek pembangunan Teluk Lamong paket A dijadwalkan bakal mulai dilaksanakan bulan November 2010. Proyek pembangunan ini ditargetkan selesai pada 2013, baik paket A, B, dan C dan pemenang paket A sudah ditentukan pemenangnya.

Sedangkan untuk pengumuman pemenang tender pembangunan Teluk Lamong paket B dan C itu masih molor. Dimana nantinya Pelindo mengaudit terlebih dahulu secara ketat, agar perusahaan yang memenangkan tender tersebut nantinya tidak bermasalah.
Tahap pertama proyek ini sudah diluncurkan senilai 400 M, yang diikut oleh lima perusahaaan. Diantaranya, PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, PT. Modern Konsorsium (Persero) Tbk, PT Nindya Karya (Persero) Tbk dan pemenangnya adalah PT. Adhi Karya.

Padahal jika kita melihat bersama-sama semua peserta tender mayoritas adalah BUMN. Istilahnya adalah jeruk-makan jeruk, sama seperti yang disampaikan saudara Alyas Sekretaris Umum LPJKD Jatim. Meskipun perusahan-perusahaan tersebut BUMN, juga perusahaan tersebut sudah menjadi perusahaan terbuka dan listing di bursa saham.

Seperti diketahui, PT Pelindo III telah mengalokasikan dana sekitar Rp400 miliar dari total Rp1,6 triliun untuk pembangunan tahap I Pelabuhan Teluk Lamong, Surabaya. Pembangunan pelabuhan dengan fasilitas dermaga multiguna itu mulai dirintis akhir 2009 lalu dan diharapkan selesai 2011 dan beroperasi pada 2012. Dengan kapasitas bongkar muat sebesar 300.000 twenty-foot equivalent units (TEUs).

Proyek pelabuhan Teluk Lamong itu akan terbagi menjadi empat tahap dan dikerjakan secara bertahap. Untuk tahap I akan dibangun jembatan penghubung, tahap II berupa pembangunan jalan menuju dermaga dan lahan penimbunan peti kemas, tahap III pembangunan dermaga, dan tahap IV pembangunan dermaga lanjutan.

Pelindo dalam siaran persnya mengungkapkan, total nilai proyek Rp1,6 triliun dibagi menjadi empat tahap. Tahap I menelan dana Rp400 miliar, tahap II menelan Rp900 miliar, tahap III dan IV menelan Rp300 miliar. “Semua alokasi dana itu berasal dari Pelindo III.

Secara keseluruhan, pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong terdiri atas pembangunan dermaga sandar seluas 1,2 km x 40 m, jembatan penghubung 260 m x 12 m, lahan penimbunan peti kemas 1,2 km x 285 m, jalan menuju dermaga sepanjang 2.800 m, jembatan sepanjang 85 m, dan berbagai infrastruktur penunjang lainnya, seperti lapangan parkir, pintu masuk, dan kantor.

Sementara itu beberapa pihak menilai dan menengarai adanya tindak monopoli yang mengarah pada kartel. Terutama adanya indikasi tindakan menguntungkan untuk pemenangan tender dan pihak tertentu. Bahkan, banyak juga pihak yang memprotes keras, terkait proses tender yang dilakukan Pelindo. Dimana Pelindo menerapkan aturan yang terkesan diskriminatif.

Diantaranya, Pelindo diduga menyalahi aturan Kepres 80 Tahun 2003 atau perubahannya Perpres 54 Tahun 2010. Bahkan, Pelindo diindikasikan melanggar UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, terkait pembangunan Teluk Lamong Bay, Surabaya.

Sesuai keterangan Husen Latief, Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha PT Pelindo III, alokasi total proyek adalah sebesar kurang lebih 1,6 Trilium. Namun, ternyata ada juga dugaan yang mengatakan, bahwa paket-paket yang ada di lingkungan Pelindo tidak pernah diumumkan perencanaannya.

Saat ini proses pelelangan tender pembangunan Teluk Lomong Pelindo III terkesan menghalang-halangai pihak swasta nasional untuk berperan serta dalam proses tersebut. Hal ini tecermin dalam persyaratan yang dibuat Pelindo, tentang rekening dana milik perusahaan tersebut minimal sebesar 10% dari nilai proyek tersimpan di bank selama 3 bulan. Sehingga pada akhirnya, yang bisa mengikuti dan memenangkan tender pembangunan Teluk Lamong paket A hanya BUMN saja. Sementara 10 perusahaan swsta yang ikut gugur dalam proses kualifikasi.

Sementara untuk proses pengumuman pemenang tender pembangunan Teluk Lamong Paket B dan C belum diumumkan. Dimana, perusahaan swasta JO PT Modern Surya Jaya dan PT SAC Nusantara mengikuti proses lelang dan lolos pada proses kualifikasi. Padahal waktu pengumuman pembukaan lelang sama persis dengan paket A.

Dari kelanjutan proses tersebut, Pelindo III saat ini dinilai mencari-cari kesalahan perusahaan swasta tersebut. Supaya panitia lelang bisa menggugurkan rekanan swasta dan yang menang lelang pada paket B dan C, akhirnya adalah BUMN, seperti halnya paket A.

Padahal kalau ini diterapkan, sangat tidak mungkin dan pihak swasta manapun yang mau membiarkan uangnya begitu besar parkir di bank selama 3 bulan. Ini menandakan, Pelindo sudah mempersulit swasta untuk bisa ikut serta dalam pemenangan tender tersebut. Dimana dalam prinsip umum pelelangan tender, penyelenggara tender harus memudahkan persyaratan dan tidak mempersulit, sesuai dengan Kepres 80/2003 tentang pengadaan barang dan jasa.

Hal ini menyalahi Pasal 2 ayat 1 poin d UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang menerangkan bahwa, menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. Tentunya aturan ini dapat digunakan untuk memberdayakan sektor swasta secara kompetitif.

Berdasarkan Kepres 80 tahun 2003 Pasal 14 ayat 3, 6 dan 7, tertuang bahwa setiap panitia/ pejabat pengadaan wajib melakukan paska kualifikasi untuk mengumumkan pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya secara adil, transparan, dan mendorong terciptanya persaingan yang sehat, dengan mengkut sertakan sebanyak-banyak penyedia barang atau jasa.

Selain itu juga yang dilanggar Pelindo adalah Keppres 80 Tahun 2003. Pada BAB I bagian empat tentang kebijakan umum, pasal 4 poin h. menerangkan bahwa setiap pihak penyedia jasa harus mengumumkan secara terbuka rencana pengadaan barang/jasa, kecuali pengadaan barang/jasa yang bersifat rahasia, pada awal setiap pelaksanaan anggaran kepada masyarakat luas. Bahkan ditegaskan pada lamipiran 1 Kepres 80 Tahun 2003 poin A, ayat 1 butir a.2.b, yang menjelaskan serupa.

Yang paling terpenting jika ini sering terjadi, tentu semangatnya sangat bertentangan dengan UU No 5 Tahun 1999 Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Mengingat proyek tender Teluk Lamong tidak memberikan kesempatan sama sekali kepada pihak rekanan lainnya atau bisa dikatakan melakukan praktek kartel.

Seharusnya pihak Pelindo tidak melakukan cara dan praktek seperti ini dan harus melakukan tender sesungguhnya. Dimana proyek tender tersebut tidak hanya sekedar formalitas saja, mengingat proyek menggunakan uang negara yang cukup besar.
Padahal sebagaimana amanat UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat 1 menyebutkan, bahwa keuangan negara dikelola secara tertib, taat peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Mengingat Pelindo ditengarai melakukan praktek monopili, akhirnya banyak pihak yang mengadukan kasus ini ke KPPU. Bahkan, karena.kebijakan Pelindo itu telah menguntungkan beberapa pihak, maka akhirnya Pelindo juga diadukan ke Kejaksaan Tinggi dan KPK. Sebuah ironi ditengah upaya pemerintah memberantas praktek-praktek KKN, malah kejadian ini terindikasi dilakukan oleh Pelindo.

Sementara pihak PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III menegaskan, bahwa pemenangan tender pembangunan Teluk Lamong sudah sesuai aturan dan tidak menyalahi undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti-Monopoli).

Pernyataan ini diungkapkan menyusul rencana LPJKD Jawa Timur untuk melayangkan surat somasi kepada Pelindo dan laporan pelanggaran kepada KPK terkait proses tender pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong atau Lamong Bay Surabaya.

Dijelaskan Pelindo, bahwa proyek Teluk Lamong tahap I dibiayai sendiri oleh Pelindo III, sebagai tuntutan guna memenuhi kesiapan pelabuhan dalam menghadapi pertumbuhan atau kenaikan arus barang dan petikemas di Tanjung Perak.

Dan untuk tujuan tersebut, Pelindo melakukan proses pelelangan secara terbuka mengacu pada Peraturan Menteri Negara BUMN No PER-05/MBU/2008, tanggal 3 September 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara, dan Implementasinya berdasarkan peraturan Direksi PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) nomor : PER.33/LG.0201/P.III-2009 tanggal 1 Oktober 2009 tentang Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan PT Pelabuhan Indonesia III (Persero).

Berdasarkan hasil seleksi prakualifikasi telah diumumkan peserta yang selanjutnya bisa mengikuti pelelangan sesuai hasil penelitan administrasi yang mendalam. Setelah diumumkan, tidak ada satu pun sanggahan yang masuk ke panitia lelang, sehingga panitia melanjutkan proses berikutnya.

Hal ini menurut pihak Pelindo sudah sesuai dengan PER.33/LG.0201/P.III-2009, pada Bab III, Pasal 6 item (j) tentang Sanggahan Hasil Prakualifikasi yang berbunyi Peserta prakualifikasi yang keberatan atas penetapan hasil kualifikasi dapat mengajukan sanggahan secara tertulis selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengumuman hasil prakualifikasi.

Menurut Hierarki Hukum dan Perundang - undangan yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Hal ini akan menimbulkan kerancuan dan kesimpangsiuran bagi masyarakat jasa konstruksi dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa khususnya bidang konstruksi.

Hemat kami, sesuai dengan penjelasan pasal 5 huruf c Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 yang dimaksud dengan azas “ Kesesuaian antara jenis dan materi muatan “ adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya.

Seperti apakah kelanjutan proses kasus ini? Tentu semua berpulang pada proses laporan yang dilakukan oleh berbagai pihak, terutama LPJKD Jawa Timur. Diharapkan KPPU mampu memangil semua pihak terkait, agar tuduhan dan somasi adanya dugaan pelanggaran pada proses lelang Teluk Lamong bisa menemukan penyelesaian.

Sedangkan untuk KPK juga diharapkan bisa menindaklanjuti laporan tersebut, agar semua praktek-praktek pelanggaran dan monopoli serta dugaan menguntungkan beberapa pihak saja, tidak terjadi lagi.

Mengenai adanya perdebatan pijakan hukum dalam pelaksanaan proses lelang Teluk Lamong. Diharapkan, perbedaan presepsi aturan dan UU tersebut bisa diselesaikan melalui judicial review melalui Mahkamah Konstitusi. (Syafrudin Budiman, SIP)

Tidak ada komentar: