Selasa, 12 Oktober 2010

Usulan Raperda Anti Maksiat Macet di Dewan


Bangkalan – Usulan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) 2010 anti maksiat tentang pelarangan pelacuran dan perzinahan saat berhenti dan macet di dewan. Pengurus Cabang Nahdatul Ulama (PCNU) Bangkalan yang mengusulkan perda itu, mendesak kembali agar raperda itu segera dibahas dan disahkan.

“PCNU secara organisasi sebelumnya sudah mengusulkan ke DPRD raperda tersebut, namun sampai saat ini belum ada tanggapan. Kami mohon Raperda pelarangan pelacuran dan perzinahan di perdakan,” kata Ketua PCNU Bangkalan, RKH Fakhrillah Aschall, saat dihubungi, Rabu (7/10) di kantornya.

Dengan didamping jajaran Wakil Ketua dan Wakil Sekretaris PCNU Bangkalan, Kiai Fakhri biasa dipanggil mengatakan, perda tersebut harus segera disahkan. Mengingat saat ini banyak kasus perzinahan di wilayah Kabupaten Bangkalan.

“Kami sudah pernah konsultasi kepada Bapak Bupati Bangkalan, RKH. Fuad Amin Imron. Menurutnya, draf raperda itu sudah disampaikan kepada dewan. Tetapi sampai saat ini draf raperda anti maksiat itu belum pernah dibahas,” ujar Kiai Fakhri yang juga Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) An-nawawiyah, Kecamatan Kwanyar, Bangkalan.

Pihak pemerintah dan dewan pernah berjanji akan membahas raperda tersebut bersama pembahasan 8 raperda lainnya. Dimana usulan pembahasan raperda pernah dikirim oleh PCNU dengan surat nomor 347/PC/A-11/L-35/11/2010.

“Kami terus menunggu, namun sampai saat ini tidak pernah ada pembahasan. Oleh sebab itu kami mendesak segera dibahas dan disahkan,” tegas Fakri.

Ia mengatakan, subtansi yang tertuang dalam raperda, tertulis bahwa para pelaku maksiat dan para pengusaha atau pemilik kafe, serta warung remang-remang penyedia tempat maksiat, akan dikenakan sanksi berupa hukuman penjara.

“Usulan kami, sanksi pidana yang diberikan kepada pelaku atau pemilik adalah hukuman penjara minimal enam bulan,” ucapnya.

Fakhri menjelaskan, unsur pidana yang masuk dalam draf raperda, juga disertai dengan sanksi materiil yang juga harus dibayar. Dimana berupa uang denda senilai Rp50 juta. Sanksi pidana dan denda tersebut. Tidak hanya sebatas sanksi pidana dan denda, tempat yang dijadikan sarana transaksi kemaksiatan, juga harus saat itu juga.

Sementara itu, Munawar Kholil Wakil Ketua DPRD Bangkalan, ketika dihubungi melalui handphone-nya mengatakan, pimpinan dewan dan fraksi-fraksi sebenarnya menyambut positif usulan Raperda itu. Namun, sampai saat ini DPRD masih fokus pada pengesahan 8 raperda lainnya.

“Kami masih konsentrasi pada 8 raperda yang sudah ditetapkan, dimana saat ini menunggu persetujuan Gubernur Jatim. Bahkan, dewan masih membahas evaluasi penetapan PAK APBD 2010,” jawabnya.

Menurutnya, selama usulan itu baik, DPRD secara kelembagaan pasti akan menerima. Terkait semakin banyaknya praktek asusila dan perzinahan, pihaknya akan koordinasi dengan dinas terkait untuk menindaklanjuti.

“Misalnya dengan melakukan operasi pekat,” ujar Munawar Kholil.

GP Ansor Menolak Perda Anti Maksiat

Berbeda dengan PCNU dan ormas-ormas Islam lainnya, Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Bangkalan malah menyatakan menolak usulan raperda tentang pelarangan pelacuran dan perzinahan. Mengingat saat ini aturan penanganan kesusilaan sudah tertuang di Undang-Undang dan KUHP.

“Kami menolak usulan tersebut dan jangan sampai menimbulkan polemik. Nantinya kalau di sahkan perda itu akan bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi,” ujar Syaiful Ismail Wakil Ketua GP Ansor Kabupaten Bangkalan, kemarin.

Menurutnya, yang paling penting dalam memberantas praktek maksiat pelacuran dan kesusilaan adalah dengan optimalisasi lembaga yang sudah ada. Dimana cukup petugas Dinas Sosial dibantu Satpol PP dan Polisi, lebih intensif melalukan razia. Bahkan, kalau perlu tiap minggu dilakukan operasi.

“Kalau sedikit-sedikit di perdakan, maka kita hanya sibuk membahas yang formil saja. Padahal secara subtansi yang paling penting adalah membahas masalah kemiskinan dan pendidikan untuk kemajuan daerah,” sanggah pria lulusan Sarjana Hukum Universitas Trunojoyo ini. (rud)

Tidak ada komentar: