Kamis, 21 Oktober 2010
Sejarah Panjang Sang Rajawali Jawa Timur
Ir. H. La Nyalla M. Mattalitti
Oleh Syafrudin Budiman, SIP
Siapa yang tidak kenal dengan Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jawa Timur Ir H La Nyalla M. Mattalitti? Dia pengusaha sukses dengan lini bisnis di beragam bidang. Dia aktivis di sejumlah organisasi dan yayasan sosial. Dia Wakil Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jatim. Bahkan, dia juga dikenal dekat dengan banyak kalangan dari semua golongan.
Tapi, siapa sangka, di balik kesuksesannya saat ini, La Nyalla sebelumnya harus meniti hidup, yang penuh kelok dan batu terjal. Pria kelahiran 10 Mei 1959 ini menapaki karir dengan penuh keringat dan pengorbanan.
La Nyalla muda pernah bekerja serabutan, mulai dari menjadi sopir angkot Wonokromo- Jembatan Merah dan sopir minibus L-300 Surabaya-Malang. La Nyalla bahkan sempat menekuni karir sebagai ahli terapi penyakit dengan cara pengobatan alternatif. Sejumlah kalangan masyarakat, dari pedagang kaki lima sampai dosen, sempat menjadi pasiennya. Namun, karena tidak mau dicap dukun, La Nyalla tidak praktik lagi.
”Hidup memang bukan seperti sebentang garis lurus di peta. Tidak ada hidup yang tanpa kelokan, karena manusia memang selalu dihadapkan pada banyak tantangan, di mana pun dan kapan pun,” ujar La Nyalla.
La Nyalla dilahirkan dari keluarga Bugis. Kakeknya, Haji Mattalitti, adalah saudagar Bugis-Makassar terkenal di Surabaya. Bapaknya, Mahmud Mattalitti, adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga yang pernah menjabat sebagai Pembantu Dekan FH Unair. Namun, La Nyalla tidak pernah menggunakan nama besar dan kekayaan keluarganya dalam hidupnya.
Menginjak dewasa, dia memilih nyantrik dan tinggal di kompleks Makam Sunan Giri, Gresik. Di kompleks makam wali ini, dia menghimpun banyak warga kurang mampu, sebagian di antaranya malah kelompok yang sering dicap preman oleh masyarakat. La Nyalla mengajak mereka untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Hasilnya, La Nyalla memiliki ratusan pengikut yang setia sampai kini.
”Kalau Anda melihat saya seperti sekarang, itu karena tekad saya bulat. Kerja sungguh-sungguh,” kata pengusaha konstruksi ini dalam buku biografinya, Hitam-Putih La Nyalla M. Mattaliti, yang ditulis oleh budayawan Sam Abede Pareno.
La Nyalla berkisah, titik awal karirnya sebagai pengusaha adalah saat ia nekad membuat pameran kreativitas anak muda pada 1989. Pameran yang disponsori PT Maspion itu membikin bangkrut La Nyalla gara-gara tidak ada peserta. La Nyalla lantas terlilit utang dan dikejar-kejar penagih utang. Kerugian itu begitu memukul. Bahkan, pemilik PT Airlanggatama Nusantarasakti ini sempat berniat untuk ”lempar handuk” dari dunia usaha.
Di sinilah La Nyalla mempertaruhkan hidup dan nama baiknya. Jiwa wirausahanya yang ulet dan tak kenal putus asa juga mendapat ujian berat.
Akhirnya, mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Jatim ini kembali melobi PT Maspion dan meminta sponsor senilai Rp5 juta untuk menggelar pameran. Kelak pameran ini dikenal dengan nama Surabaya Expo. Kegiatan yang berlangsung sejak 1990 itu berkibar dan menjadi agenda tahunan sampai 2001. Dari jalan inilah La Nyalla dikenal oleh kalangan pengusaha dan pemerintahan. Sayap bisnisnya pun pelan tapi pasti dikepakkan dengan percaya diri.
”Dari kisah hidup itu, saya belajar tentang arti kerja keras dan berani menjawab tantangan, namun tetap harus rendah hati dan tawakal. Kalau saya mundur pada 1989 lalu, saya tidak akan seperti sekarang,” katanya.
La Nyalla mengatakan, dirinya juga memetik hikmah dari keikhlasannya menerima segala ujian, termasuk saat bangkrut dan dikejar-kejar utang saat pertama kali meniti karir. ”Niat saya berbisnis itu tulus, ingin membuka lapangan pekerjaan, mengajak bekerja orang-orang yang mungkin belum mendapat kesempatan. Karena itu, saya putuskan saya harus fight, tak boleh loyo karena usaha ini bukan hanya untuk kepentingan saya pribadi, tapi juga amanah besar untuk kehidupan orang lain,” tutur pria berkaca mata ini.
Itulah sekelumit kesuksesan perjalanan hidup dan karir Sang Rajawali Jawa Timur ini. La Nyalla hari ini juga aktif di berbagai organisasi, baik sosial, politik, maupun profesi. Dia aktif sebagai Ketua Umum MPW Pemuda Pancasila Jawa Timur, Ketua Umum DPD Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional (Gapeknas) Jawa Timur, dan Wakil Ketua Umum KONI Jatim. La Nyalla juga aktif di berbagai yayasan sosial.
Selain itu, pria tiga anak ini kini sedang menjabat sebagai Ketua Umum Kadin Jawa Timur. Kadin adalah payung dunia usaha yang beranggotakan para pengusaha dari berbagai bidang bisnis, mulai agribisnis, rokok, permesinan, konstruksi, persepatuan, hingga tekstil.
Di Kadin inilah, jiwa kepemimpinan La Nyalla tampak menonjol. Kadin dibawa La Nyalla sebagai organisasi dunia usaha yang dinamis, yang mampu menjadi mitra strategis pemerintah untuk menggerakkan perekonomian.
Di bawah kepemimpinan La Nyalla, Kadin Jatim terus menuai pujian. ”Kadin Jatim adalah Kadin terbaik dari seluruh Kadin Provinsi di Indonesia. Geraknya nyata, berani, dan inovatif untuk selalu mendinamisasi perekonomian,” puji Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Koperasi dan UMKM, Sandiaga S. Uno, dalam sebuah kesempatan.
Di Kadin, La Nyalla membawa sejumlah program utama yang akan diprioritaskan dalam menguatkan Kadin sebagai payung bagi dunia usaha. La Nyalla akan memprioritaskan penataan ulang fungsi organisasi dan penguatan kesekretariatan Kadin Jatim guna mendorong efektivitas kegiatan dunia usaha. Termasuk di dalamnya menyiapkan semacam lembaga riset pasar, kajian kebijakan, trading house, konseling investasi, dan tourism board.
”Riset pasar di sini bukan sekadar menyiapkan data, tapi juga berfungsi sebagai market intelligence yang bisa dimanfaatkan oleh seluruh dunia usaha, khususnya yang terkait dengan perdagangan luar negeri. Semua ini untuk penguatan daya saing produksi dalam negeri,” jelas La Nyalla.
La Nyalla juga melakukan penguatan jaringan usaha yang membuat proses produksi dari hulu ke hilir menjadi efektif dan terintegrasi. ”Dalam konteks ini, kami ingin memperpendek matarantai perdagangan, terutama yang melibatkan spekulan besar yang kadang membuat harga barang menjadi fluktuatif karena dimainkan oleh mereka. Untuk menjamin arus barang dan jasa, fasilitas infrastruktur transportasi harus dibenahi, mulai dari jalan raya, bandara, hingga pelabuhan. Itu semua untuk menekan ekonomi biaya tinggi atau high cost economy,” paparnya.
Pria yang gemar membaca ini juga menekankan pentingnya strategi kluster untuk memperkuat spesialisasi dan daya saing dunia usaha di jatim. ”Konsep ini sebenarnya sudah digagas oleh pengurus periode yang lalu dengan istilah East Java Inc, tinggal didorong agar segera terealisasi,” tambahnya.
La Nyalla juga akan memprioritaskan penciptaan wirausahawan baru dalam skala yang besar guna meminimalkan tingkat pengangguran serta mengurangi disparitas ekonomi antara yang kuat dan yang lemah. Dalam hal ini akan dilakukan pelatihan-pelatihan praktis oleh tenaga ahli maupun oleh pengusaha sukses.
“Terkait dengan penciptaan wirausahawan baru, kami akan membantu mencarikan kredit murah melalui berbagai sumber, termasuk di antaranya alokasi dari APBD Jatim, dana CSR perusahaan swasta dan BUMN. Pembangunan Kadin Institute juga menjadi wujud komitmen Kadin Jatim untuk menciptakan banyak wirausahawan baru,” tutur La Nyalla.
Dinamisasi Perekonomian Jawa Timur
Ketua Umum Asosiasi Tenaga Ahli Konstruksi (ATAKI) Jawa Timur periode 2004-2009 ini mengatakan, dirinya bersyukur pertumbuhan ekonomi Jatim terus membaik. Pada semester I/2010.
Dia optimistis, hingga akhir tahun ini dan di tahun-tahun mendatang, pertumbuhan ekonomi Jatim akan terus meningkat. Kuncinya, kata dia, adalah pada penciptaan investasi baru. ”Investasi akan membuka lapangan pekerjaan baru yang pararel dengan pengentasan kemiskinan. Kami berharap investasi yang ada di Jatim ke depan adalah investasi dari sektor usaha yang mampu memberikan nilai tambah optimal pada sebuah produk, bukan hanya sekadar mengeruk kekayaan alam,” ujarnya.
La Nyalla menuturkan, setidaknya ada empat hal fundamental yang mesti dilakukan untuk terus meningkatkan penciptaan investasi baru di Jatim. Pertama, mempercepat standardisasi regulasi dan perizinan investasi. Kedua, penguatan infrastruktur. Ketiga, memperkuat fasilitas penunjang strategis. Keempat, penguatan sektor bisnis tertentu.
Empat langkah fundamental tersebut, lanjut La Nyalla, memerlukan sejumlah kebijakan teknis yang konkrit dan terarah. Untuk langkah pertama, perlu ada penghapusan regulasi yang tidak pro-investasi, harmonisasi regulasi antara investasi dan pertanahan, standardisasi dan perbaikan kualitas layanan perizinan investasi.
Untuk langkah kedua, kata La Nyalla, yang harus dilakukan adalah mempercepat penyelesaian relokasi infrastruktur di Porong, mempercepat ruas tol Mojokerto – Surabaya dan ruas Gempol – Pasuruan, mempercepat penyelesaian pipa gas bawah laut milik Kodeco, pelebaran dan memperdalam alur pelayaran kolam barat di sekitar Tanjung Perak, dan diversifikasi pemanfaatan dermaga, misalnya, optimalisasi pemanfaatan dermaga milik Petrokimia Gresik untuk kontainer.
Adapun untuk langkah ketiga adalah dengan melakukan langkah konkrit mengatasi defisit pasokan gas untuk industri,mempermudah akses pembiayaan dan mengoreksi suku bunga perbankan.
”Untuk penguatan sektor bisnis tertentu, yang harus disasar adalah sektor pertanian, industri pengolahan, dan semua sektor bisnis yang masih berskala mikro, kecil, dan menengah (UMKM),” jelas La Nyalla.
La Nyalla menggarisbawahi, pertanian dan industri perlu diperhatikan pemerintah lebih mendalam. Dua sektor tersebut tampak terus mengalami penurunan. Indikasi utamanya adalah pembentuk utama perekonomian datang dari sektor-sektor yang padat modal, seperti perdagangan, hotel dan restoran. Sementara kontribusi sektor padat karya, terutama industri pengolahan dan pertanian, malah turun.
”Perlambatan sektor industri inilah yang disebut sebagai deindustrialisasi. Terjadi migrasi tenaga kerja yang cukup masif dari sektor-sektor tradeable ke sektor nontradeable,” tuturnya.
Menurut La Nyalla, jika sektor tradeable masih belum diperhatikan secara maksimal, sulit bagi pemerintah untuk mengurangi pengangguran secara masif. Padahal, selama ini, sektor tradeable seperti industri pengolahan dan pertanian menjadi kunci dalam mengatasi kemiskinan dan pengangguran karena menjadi penyedia lapangan kerja formal dalam jumlah yang besar.
Data BPS menyebutkan, 44,8% tenaga kerja di Jatim bekerja di sektor pertanian. Sektor industri mampu menyerap 12% tenaga kerja. Sementara sektor nontradeable seperti sektor keuangan hanya mampu menyerap 1% tenaga kerja.
”Kondisi di atas menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi belum berkualitas karena ditopang oleh sektor-sektor yang hanya menyerap sedikit tenaga kerja. Konsekuensinya, pertumbuhan ekonomi menjadi tidak merata karena hanya dinikmati segelintir pelaku ekonomi,” jelasnya.
Kembangkan UMKM
La Nyalla juga memberi perhatian khusus pada pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), mengingat besarnya peranan UMKM dalam struktur perekonomian Jatim. Kontribusi UMKM terhadap total produk domestrik regional bruto (PDRB) Jatim mencapai 53,04%. Dari total PDRB Jatim tahun 2009 sebesar Rp684 triliun, sumbangan UMKM mencapai sekitar Rp362 triliun. Di Jatim, kredit UMKM per semester I/2010 mencapai Rp 97,42 triliun atau menyerap hampir 70 persen dari total kredit perbankan yang sebesar Rp 142,82 triliun.
”Dari data itu kita bisa tahu bahwa UMKM terbukti menjadi sabuk pengaman dari dua penyakit utama ekonomi yang belum terselesaikan, yaitu pengangguran dan kemiskinan,” ujar La Nyalla.
Strategi pengembangan UMKM, lanjut La Nyalla, harus dilakukan secara komprehensif, mulai dari penguasaan teknologi, kelancaran arus informasi, fasilitas pembiayaan, hingga peningkatan kualitas sumberdaya manusia
Menurut dia, keberadaan sektor usaha UMKM memang harus terus-menerus diperkuat. Apalagi, saat ini ACFTA sudah diberlakukan. Pasar UMKM bisa semakin tergerus jika tidak ada perhatian serius.
La Nyalla menuturkan, perlu ada kemitraan yang sinergis antara pengusaha skala kecil-menengah dan korporasi/perusahaan besar. ”Dengan demikian, ada simbiosis yang saling menguntungkan. UMKM juga akan semakin berkembang, dan jika sudah besar bisa ikut membantu pengembangan pasar UMKM lain,” jelasnya.
Dia mengakui, UMKM tidak bisa bersaing secara head to head dengan pemodal besar. ”Dalam konteks inilah intervensi pemerintah sangat diperlukan,” tuturnya.
La Nyalla menambahkan, hambatan-hambatan kelembagaan di sekitar UMKM harus diatasi. Faktor kelembagaan yang dimaksud adalah daya dukung institusi yang terkait dengan kepentingan UMKM. "Dalam konteks ini, tidak hanya perbankan yang harus memberi perhatian. Tapi juga semua institusi terkait," ujarnya.
Institusi-institusi terkait itu, sambung dia, adalah pemerintah, akademisi, korporasi, dan situasi internasional. Faktor kelembagaan tersebut yang harus saling mendukung, sehingga pengembangan UMKM bisa dilakukan secara berkesinambungan. Selain itu, problem-problem yang dihadapi UMKM juga bisa dituntaskan secara menyeluruh.
"Misalnya, soal ekonomi biaya tinggi yang terkait dengan birokrasi pemerintah, itu harus dapat komitmen dari pemerintah. Kemudian soal pengembangan produk dan pasar, itu peranan akademisi. Semuanya itu harus saling mendukung. Kalau faktor kelembagaan itu semuanya bisa saling memperkuat, pengembangan UMKM bisa lebih mudah dan cepat," terangnya. (rud/kbc)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar