Selasa, 06 Januari 2009

PAN Mulai Kehilangan Akal


Politik
PAN Mulai Kehilangan Akal

INILAH.COM, Jakarta – Jika sebelumnya Partai Amanat Nasional (PAN) seperti mampu melesat sendiri tanpa dukungan basis massanya di Muhammadiyah, sepertinya itu akan dilupakan, dan partai berlambang matahari ini pun sibuk menyiapkan ‘reuni’ dengan organisasi pimpinan Din Syamsuddin itu. Kenapa?

Mungkin alasan paling mencolok adalah kejerian partai pimpinan Soetrisno Bachir itu menghadapi Pemilu 2009. Apalagi beragam survei lembaga independen menempatkan partai yang dibidani M Amien Rais ini bercokol di papan bawah alias anjlok dibanding perolehan Pemilu 2004.

Coba perhatikan hasil survei LSI November lalu, yang menempatkan PAN di posisi ketujuh di bawah partai baru, Gerindra. Nyaris, gebrakan politik PAN di bawah kepemimpinan Soetrisno Bachir, yang beberapa waktu lalu gencar beriklan di sejumlah media massa, tak memiliki dampak positif, bahkan sebaliknya.

Kondisi ini pula yang memaksa para elite partai dengan warna kebangsaan biru itu memutar otak guna mendongkrak perolehan suara demi ‘menyeret’ kembali figur M Amien Rais. Kenapa harus tokoh veteran itu yang ditampilkan, bukannya para tokoh muda partai?

Inilah yang menjadi hitung-hitungan PAN demi meraih dukungan kembali pemilih dari unsur Muhammadiyah. Mungkin semua tahu, pada era Amien menjadi pemimpin, Muhammdiyah adalah penopang utama kebesaran PAN. Sementara belakangan, Soetrisno Bachir seolah menjaga jarak dan melepaskan diri dari ketergantungan suara Muhammadiyah. Ada apa dengan PAN?

Ketua DPP PAN Hakam Naja menegaskan di internal partai terdapat desakan agar pendiri PAN, M Amien Rais, dilibatkan kembali untuk melakukan dinamisasi di kantung suara basis Muhammadiyah demi meraup suara dalam Pemilu 2009. "Memang ada dorongan yang sifatnya penegasan dari para kader agar figur Pak Amien bisa mendinamisasi lagi basis yang selama ini sudah terbina, yaitu Muhammadiyah," ujarnya sesaat pembekalan Caleg PAN di Jakarta, awal pekan ini.

Tuntutan itu memang tampak realistis, karena PAN di bawah kepemimpinan Soetrisno Bachir sepertinya nyaris melupakan Muhammadiyah dengan lebih tertarik memasukkan figur-figur artis.

Padahal, dalam pandangan Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Izzul Muslimin, organisasi kemasyarakatan menjadi basis legitimasi sosial sebuah partai politik. “Indonesia tidak bisa dilepaskan begitu saja dari ormas. Partai politik tidak bisa membangun sendiri tanpa dukungan basis ormas,” katanya kepada INILAH.COM, Selasa (30/12) di Jakarta.

Dalam survei November lalu, Lembaga Survei Indonesia (LSI) pimpinan Saiful Mujani menempatkan PAN di posisi ketujuh dengan asumsi perolehan dukungan 3,2% jika pemilu legislatif dilakukan saat survei. Sedangkan gerakan Soetrisno Bachir dengan melansir beragam iklan politik, ternyata tak berdampak apapun bagi PAN.

Iklan politik PAN atau Soetrisno Bachir hanya menempati lima besar di jajaran partai politik yang beriklan di televisi, yaitu hanya meraih 27%. Perolehan ini jauh di bawah Partai Gerindra (51%), Partai Demokrat (42%), Partai Golkar (31%), dan PDI Perjuangan (27%). Menariknya, dari responden LSI, hanya 38% viewership iklan politik PAN di televisi. Perolehan ini jauh dari Partai Gerindra yang meraih 66%.

Hal yang sama menimpa PAN terkait memori publik atas iklan politik di suratkabar atau koran. PAN hanya meraih peringkat kelima (7%) di bawah Partai Demokrat, Partai Golkar, dan PDI Perjuangan, yang masing-masing meraih 12%. Sedangkan Partai Gerindra 9%.

Terkait desakan agar figur M Amien Rais turun gunung untuk menggarap suara Muhammadiyah, Izzul Muslimin menegaskan, upaya itu akan berbuah sia-sia belaka. “Saya kira terlambat jika PAN saat ini kembali merangkul Muhammadiyah,” tegasnya. Menurut dia, secara historis PAN tidak bisa dilepaskan dari Muhammadiyah dan kalangan Islam modernis.

Dalam pandangan Izzul, yang juga anggota komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) itu, PAN di bawah kepemimpinan Soetrisno Bachir secara sengaja menjauh dari Muhammadiyah. “Saya melihat, Soetrisno Bachir sengaja meninggalkan Muhammadiyah. Jika warga Muhammadiyah lari dari PAN, itu kesalahan PAN,” ketusnya.

Sementara upaya PAN untuk masuk pasar bebas pemilih Indonesia di era Soetrisno Bachir, tampak tak berjalan mulus. Akrobat politik Soetrisno Bachir cenderung kontraproduktif bagi pemilih Muhammadiyah, seperti memasukkan para artis hingga gaya hidup tokoh muda itu yang cenderung ngepop. Bagaimanapun, warga Muhammadiyah adalah muslim puritan yang masih berpegang pada tradisi keislaman yang kuat. Hal ini pula yang sulit ditemui di era Soetrisno Bachir. [tra]

inilah.com

Tidak ada komentar: