Politik
13/02/2009
Jakarta - Mahkamah Konstitusi menolak gugatan pemberlakuan sistem ambang batas parpol di parlemen (parliamentary treshold) sebesar 2,5% yang diajukan oleh 11 parpol dan calon anggota legislatif 2009 serta anggota parpol peserta pemilu 2009.
"Menyatakan menolak permohonan untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud MD, dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Jumat (13/2).
Majelis menilai pasal 202 ayat 1, pasal 203, pasal 205, pasal 206, pasal 207, pasal 208 dan pasal 209 UU No 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD tidak bertentangan dengan pasal 1 ayat 2 dan 3, pasal 27 ayat 1, pasal 28D ayat 1 dan 3, dan pasal 28I ayat 2 UUD 1945.
"Karenanya dalil-dalil pemohon tidak cukup beralasan untuk dikabulkan," ujar Mahfud.
Karena kebijakan Parliamentery treshold yang tercantung dalam pasal 202 ayat 1 sama konstitusionalnya dengan kebijakan electoral threshold yang tercantum dalam UU 3/19999 dan UU 12/2003, namun mmahkamah menilai pembentukan UU tidak konsisten dengan kebijakan yang terkait pemilu dan terkesan selalu bereksperimen dan belum mempunyai desain yang jelas.
"Sehingga setiap menjelang pemilu selalu diikuti dengan pembentukan UU baru di bidang politik, yaitu UU mengenai parpol, UU mengenai Pemilu, dan UU mengenai susunan dan kedudukan MPR, DPR,DPD, dan DPRD," imbuh Mahfud.
Kesebelas parpol tersebut antara lain Partai Demokrasi Pembaruan, Partai Patriot, Partai Persatuan Daerah, Partai Peduli Rakyat Nasional, Partai Indonesia Sejahtera, Partai Nasional Banteng Kerakyatan, Partai Perjuangan Indonesia Baru, Partai Karya Pangan, Hanura, Partai Kasih Demokrasi Indonesia dan Partai Merdeka.
Semua pemohon mengajukan untuk MK menguji eksistensi pasal 202 ayat 1 UU No 10 tahun 2008 tentang pemilih umum anggota DPR, DPD, DPRD yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Sementara pemohon menilai pasal 202 manipulatif karena tidak membuka kesempatan bagi calon anggota legislatif independen sebagaimana diterapkan di negara bersistem parleman.
Selain itu pasal 202 ayat 1, tidak menerapkan sistem minoritas yaitu suatu sistem dimana jika seseoarang mendapat suara terbanyak di suatu daerah, maka secara otomatis ia berhak menjadi anggota DPR meskipun partainya tidak mencapai ambang batas yang ditetapkan. [win/dil]
inilah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar